بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
SIKSA KUBUR BAGI YANG SEMBARANGAN MENYEBAR BERITA (HOAX)
>> Petunjuk syariat dalam menerima dan menyebar (share) berita
 
Jangan Tergesa-gesa dalam Menyebarkan Berita
 
Pada masa ini, ketika arus informasi demikian mudahnya, seringkali tanpa berfikir panjang kita langsung menyebarkan (men-share) semua berita dan informasi yang kita terima, tanpa terlebih dahulu meneliti kebenarannya. Kita dengan sangat mudah men-share berita, entah dengan menggunakan media sosial semacam facebook, atau aplikasi Whatsapp, atau media yang lainnya. Akibatnya, muncullah berbagai macam kerusakan, seperti kekacauan, provokasi, ketakutan, atau kebingungan di tengah-tengah masyarakat akibat penyebaran berita semacam ini.
 
Padahal Rasulullah ﷺ dengan tegas mengatakan:
 
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
 
“Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta, apabila dia mengatakan semua yang didengar.” [HR. Muslim no.7]
 
Hadis Nabi ﷺ di atas menunjukkan, bahwa hukum orang yang membuat berita dusta dan orang yang “sekadar” menyebarkan berita dusta tersebut adalah sama, yaitu sama-sama disebut sebagai pendusta.
 
Sehingga seseorang tidak boleh meremehkan masalah ini dengan mengatakan, bahwa dia hanya menyebarkan (men-share) berita, bukan orang yang pertama kali membuatnya. Sehingga kaidah Islam dalam masalah ini adalah “Menyebarkan berita bohong adalah pembohong.”
 
Mengapa Nabi ﷺ menyebut orang tersebut sebagai pembohong? Karena tentu saja tidak semua berita yang sampai kepadanya adalah berita yang benar, sebagiannya adalah berita palsu. Sehingga ketika dia menyebarkan semua berita yang dia dengar, bisa dipatikan dia adalah pembohong.
 
Janganlah kita tergesa-gesa menyebarkan berita tersebut, karena sikap seperti ini hanyalah berasal dari setan. Rasulullah ﷺ bersabda:
 
التَّأَنِّي مِنَ اللهِ , وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ
 
“Ketenangan datangnya dari Allah, sedangkan tergesa-gesa datangnya dari setan.” [HR. Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra 10/104 dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya 3/1054]
 
Periksalah Kebenaran sebuah Berita dengan Cermat
 
Allah ﷻ pun memerintahkan kepada kita untuk memeriksa suatu berita terlebih dahulu. Karena belum tentu semua berita itu benar dan valid. Allah ﷻ berfirman:
 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
 
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum, tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” [QS. Al-Hujuraat 49: 6]
 
Allah ﷻ memerintahkan kita untuk memeriksa suatu berita dengan teliti, yaitu mencari bukti-bukti kebenaran berita tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan menelusuri sumber berita, atau bertanya kepada orang yang lebih mengetahui hal itu.
 
Oleh karena itu, sungguh saat ini kita sangat perlu memerhatikan ayat ini. Suatu zaman di mana kita dengan mudah men-share suatu link berita, entah berita dari status Facebook teman, entah berita online, dan sejenisnya. Lebih-lebih jika berita tersebut berkaitan dengan kehormatan saudara Muslim, atau berita yang menyangkut kepentingan masyarakat secara luas. Betapa sering kita jumpai, suatu berita yang dengan cepat menjadi viral di media sosial, di-share oleh ribuan netizen, namun belakangan diketahui bahwa berita tersebut tidak benar. Sayangnya, klarifikasi atas berita yang salah tersebut justru sepi dari pemberitaan.
 
Hukuman bagi yang Sembarangan Menyebar Berita
 
Termasuk sebab terbesar yang menjadikan seseorang disiksa di dalam kuburnya adalah bohong, serta suka menyebarkan kebohongan itu, walaupun bukan dia yang awal berbohong. Tapi dia ikutan menyebarkan. Maka dia akan mendapatkan azab kubur. Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ menceritakan mimpi beliau:
 
رأيت الليلة رجلين أتياني، فأخذا بيدي، فأخرجاني إلى أرض فضاء، أو أرض مستوية، فمرا بي على رجل، ورجل قائم على رأسه بيده كلوب من حديد، فيدخله في شدقه، فيشقه، حتى يبلغ قفاه، ثم يخرجه فيدخله في شدقه الآخر، ويلتئم هذا الشدق، فهو يفعل ذلك به
 
“Tadi malam aku bermimpi melihat ada dua orang yang mendatangiku, lalu mereka memegang tanganku. Kemudian mengajakku keluar ke tanah lapang. Kemudian kami melewati dua orang, yang satu berdiri di dekat kepala temannya dengan membawa gancu dari besi. Gancu itu dimasukkan ke dalam mulutnya, kemudian ditarik hingga robek pipinya sampai ke tengkuk. Dia tarik kembali, lalu dia masukkan lagi ke dalam mulut, dan dia tarik hingga robek pipi sisi satunya. Kemudian bekas pipi robek tadi kembali pulih dan dirobek lagi, dan begitu seterusnya.”
 
Di akhir hadis, Rasulullah ﷺ mendapat penjelasan dari malaikat, apa maksud kejadian yang beliau lihat:
 
أما الرجل الأول الذي رأيت فإنه رجل كذاب، يكذب الكذبة فتحمل عنه في الآفاق، فهو يصنع به ما رأيت إلى يوم القيامة، ثم يصنع الله به ما شاء
 
“Orang pertama yang kamu lihat, dia adalah seorang pendusta. Dia membuat kedustaan, dan dia sebarkan ke seluruh penjuru dunia. Dia dihukum seperti itu sampai Hari Kiamat. Kemudian Allah memerlakukan orang tersebut sesuai yang Dia kehendaki.” [HR. Ahmad no. 20165) [Dinilai sahih oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth]
 
Apabila kita sudah berusaha meneliti, namun kita belum bisa memastikan kebenarannya, maka diam tentu lebih selamat. Rasulullah ﷺ bersabda:
 
مَنْ صَمَتَ نَجَا
 
“Barang siapa yang diam, dia selamat.” [HR. Tirmidzi no. 2501) [Dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani]
 
Bertanyalah, Adakah Manfaat Menyebarkan suatu Berita Tertentu?
 
Lalu apabila kita sudah memastikan keberannya, apakah berita tersebut akan kita sebarkan begitu saja? Jawabannya tentu saja tidak. Akan tetapi kita lihat terlebih dahulu, apakah ada manfaat dari menyebarkan berita (yang terbukti benar) tersebut? Jika tidak ada manfaatnya, atau bahkan justru berpotensi menimbulkan salah paham, keresahan, atau kekacauan di tengah-tengah masyarakat, dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya, maka hendaknya tidak langsung disebarkan (diam). Atau minimal menunggu waktu dan kondisi dan tepat. Rasulullah ﷺ bersabda:
 
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
 
“Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” [HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 74]
 
Tidak Semua Berita yang Benar Itu Harus Disebarluaskan
 
Ketika suatu berita itu terbukti valid, tidak selalu berarti bahwa berita tersebut layak untuk disebarluaskan. Karena bisa jadi berita valid tersebut akan menimbulkan kesalahpahaman di tengah-tengah masyarakat, lalu timbullah keresahan, kekacauan, dan keributan di tengah-tengah mereka. Hal ini sebagaimana perkataan sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
 
مَا أَنْتَ بِمُحَدِّثٍ قَوْمًا حَدِيثًا لَا تَبْلُغُهُ عُقُولُهُمْ، إِلَّا كَانَ لِبَعْضِهِمْ فِتْنَةً
 
“Tidaklah engkau menceritakan (suatu berita) kepada sekelompok orang, berupa berita yang tidak bisa mereka pahami, kecuali akan menjadi sumber kerusakan (keributan atau kekacauan) bagi mereka.” [HR. Muslim dalam Muqaddimah Sahih Muslim 1: 9]
 
Untuk berita-berita semacam itu, kita serahkan kepada mereka yang memiliki wewenang. Bisa jadi informasi itu bermanfaat, namun untuk kalangan terbatas, bukan kepada semua orang dengan tingkat pemahaman mencerna berita yang berbeda-beda.
 
Sebagaimana dulu Nabi ﷺ melarang Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu untuk menyampaikan suatu hadis, karena khawatir akan menimbulkan salah paham di tengah-tengah kaum Muslimin. Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu:
 
فَقَالَ: «يَا مُعَاذُ، تَدْرِي مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ؟ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ؟» قَالَ: قُلْتُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «فَإِنَّ حَقَّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوا اللهَ، وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا» ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ، قَالَ: «لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا»
 
“Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku: ‘Wahai Mu’adz, apakah kamu tahu apa hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba dan apa hak hamba yang wajib dipenuhi oleh Allah?’
 
Aku menjawab: ‘Allah dan Rasul-nya yang lebih mengetahui.’
 
Beliau ﷺ pun bersabda: ‘Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya ialah supaya mereka beribadah kepada-Nya saja, dan tidak berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya. Adapun hak hamba yang wajib dipenuhi oleh Allah adalah Allah tidak akan mengazab mereka yang tidak berbuat syirik kepada-Nya.’
 
Lalu aku berkata: ’Wahai Rasulullah, bagaimana kalau aku mengabarkan berita gembira ini kepada banyak orang?’
 
Rasulullah ﷺ menjawab: Janganlah kau sampaikan kabar gembira ini kepada mereka, sehingga mereka akan bersikap menyandarkan diri (kepada hal ini, dan tidak beramal saleh).” [HR. Bukhari no. 2856 dan Muslim no. 154)
 
Mari kita perhatikan baik-baik hadis ini. Dalam hadis ini, Rasulullah ﷺ menyampaikan suatu berita (ilmu) kepada Mu’adz bin Jabal, namun beliau ﷺ melarang Mu’adz bin Jabal untuk menyampaikannya kepada sahabat lain, karena beliau ﷺ khawatir kalau mereka salah paham terhadap kandungan hadis ini. Artinya, ada suatu kondisi sehingga kita hanya menyampaikan suatu berita kepada orang tertentu saja. Dengan kata lain, terkadang ada suatu maslahat (kebaikan), ketika menyembunyikan atau tidak menyampaikan suatu ilmu pada waktu dan kondisi tertentu, atau tidak menyampaikan suatu ilmu kepada orang tertentu. [Al-Qaulul Mufiid ‘ala Kitaabit Tauhiid, 1/55]
 
Mu’adz bin Jabal akhirnya menyampaikan hadis ini ketika beliau hendak wafat, karena beliau khawatir ketika beliau wafat, namun masih ada hadis yang belum beliau sampaikan kepada manusia. Mu’adz bin Jabal juga menyampaikan kekhawatiran Rasulullah ﷺ ketika itu, agar manusia tidak salah paham dengan hadis tersebut. [I’anatul Mustafiid, 1/50]
 
Seseorang itu tidak layak menjadi contoh teladan (panutan), sampai dia mampu memilah dan memilih berita mana yang akan disebarkan. Ibnu Wahab berkata:
 
قَالَ لِي مَالِكٌ: اعْلَمْ أَنَّهُ لَيْسَ يَسْلَمُ رَجُلٌ حَدَّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ، وَلَا يَكُونُ إِمَامًا أَبَدًا وَهُوَ يُحَدِّثُ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
 
“Imam Malik berkata kepadaku: “Ketahuilah, tidak akan selamat (dari dusta) seseorang yang menceritakan semua yang dia dengar. Dan tidaklah layak menjadi panutan (menjadi tokoh), ketika dia menceritakan semua berita yang dia dengar.” [HR. Muslim dalam Muqaddimah Shahih Muslim 1: 8]
 
Semoga tulisan singkat ini menjadi panduan kita di zaman penuh fitnah dan kerusakan seperti sekarang ini, yang salah satunya disebabkan oleh penyebaran berita yang tidak jelas asal-usul dan kebenarannya. [Dikutip dari buku penulis, “Islam, Sains dan Kesehatan”, hal. 49-54 dengan beberapa penambahan yang dianggap penting. Penerbit Pustaka Muslim, Yogyakarta tahun 2016]
 
 
Sumber:
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
 
Baca juga:
SIKSA KUBUR BAGI YANG SEMBARANGAN MENYEBAR BERITA (HOAX)
SIKSA KUBUR BAGI YANG SEMBARANGAN MENYEBAR BERITA (HOAX)
SIKSA KUBUR BAGI YANG SEMBARANGAN MENYEBAR BERITA (HOAX)
SIKSA KUBUR BAGI YANG SEMBARANGAN MENYEBAR BERITA (HOAX)