بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#DakwahSunnah
#NasihatUlama
SIAPAKAH PARA ULAMA? BAGAIMANA SIFAT-SIFATNYA?
Allah ‘azza wa jalla mengabarkan tentang keutamaan para ulama, dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (Fathir: 28)
Mereka itulah pewaris para nabi, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَلَكِنْ وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi, sedangkan para nabi tidak mewariskan Dinar dan Dirham. Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barang siapa mengambilnya (warisan para nabi), berarti dia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan:
“Sifat-sifat para ulama yang pantas dijadikan sebagai ikutan dan suri teladan, ialah orang-orang yang berilmu tentang Allah ‘azza wa jalla, memahami Kitabullah dan Sunnah Rasulullah ﷺ, serta mengikuti diri dengan ilmu yang bermanfaat dan amalan yang saleh.
Orang-orang yang pantas dijadikan suri teladan adalah orang-orang yang mengumpulkan ilmu yang bermanfaat dan amalan yang saleh (pada dirinya). Orang yang berilmu, namun tidak mengamalkan ilmunya, tidak boleh diikuti. Demikian pula orang jahil yang tidak berilmu, tidak boleh diikuti.
Tidak boleh diikuti dan diteladani, kecuali orang yang mengumpulkan dua hal, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amalan yang saleh. Adapun orang yang berilmu dan tidak sengaja berbuat salah atau menyimpang dalam perjalanan atau pemikirannya, maka pantas diambil ilmunya.” (al-Ajwibah al-Mufidah hlm. 251)
Asy-Syaikh Ahmad bin Umar bin Salim Bazmul hafizhahullah berkata:
“Orang alim adalah orang yang ada pada dirinya sifat-sifat berikut ini:

  • Mengikuti segala sesuatu yang ada di dalam al-Kitab dan as-Sunnah,
  • Mengaitkan pemahamannya terhadap al-Kitab dan as-Sunnah dengan pemahaman salaf ash-shalih,
  • Komitmen dengan ketaatan dan jauh dari kefasikan, maksiat, dan dosa-dosa,
  • Menjauhkan dirinya dari bid’ah, kesesatan, kebodohan, dan mentahdzir (umat) darinya,
  • Mengembalikan (dalil-dalil) yang Mutasyabih (samar) kepada yang Muhkam (jelas pengertiannya) dan tidak mengikuti (dalil-dalil) yang Mutasyabih itu,
  • Khusyuk dan tunduk terhadap perintah Allah,
  • Ahli Istinbath (mengambil kesimpulan hukum dari dalil) dan memahaminya. (Syarh Qaul Ibni Sirin, 116—117)

 
Dinukil dari tulisan yang berjudul: “Siapakah yang Berhak Diambil Ilmunya?” Oleh:  Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan hafizahullah dari website: http://asysyariah.com/siapakah-yang-berhak-diambil-ilmunya/