بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

SIAPA MANUSIA YANG PALING MULIA?
 
Mungkin ada yang menyangka, bahwa yang paling mulia adalah yang kaya harta dari golongan konglomerat; yang cantik rupawan; yang punya jabatan tinggi; berasal dari keturunan Arab atau bangsawan. Namun Allah sendiri menegaskan, YANG PALING MULIA ADALAH YANG PALING BERTAKWA.
 
Ayat yang patut jadi renungan adalah firman Allah ﷻ:
 
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
 
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS. Al Hujurat: 13]
 
Ath Thobari rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian, wahai manusia, adalah yang paling tinggi takwanya pada Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat. Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah, atau berasal dari keturunan yang mulia.” [Tafsir Ath Thobari, 21:386]
 
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya kalian bisa mulia dengan takwa, dan bukan dilihat dari keturunan kalian.” [Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 169]
 
Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:
 
كرم الدنيا الغنى، وكرم الآخرة التقوى.
 
“Mulianya seseorang di dunia adalah karena kaya. Namun mulianya seseorang di Akhirat karena takwanya.” Demikian dinukil dalam tafsir Al Baghowi. [Ma’alimut Tanzil, 7: 348]
 
Kata Al Alusi, ayat ini berisi larangan untuk saling berbangga dengan keturunan. Al Alusi rahimahulah berkata:
“Sesungguhnya yang paling mulia dan paling tinggi derajatnya di antara kalian di sisi Allah di dunia maupun di Akhirat adalah yang paling bertakwa. Jika kalian ingin saling berbangga, saling berbanggalah dengan takwa (kalian).” [Ruhul Ma’ani, 19: 290]
 
Dalam tafsir Al Jalalain (528) disebutkan:
“Janganlah kalian saling berbangga dengan tingginya nasab kalian. Seharusnya kalian saling berbangga, manakah di antara kalian yang paling bertakwa.”
 
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Tidak ada satu ayat pun dalam Alquran yang memuji seseorang disebabkan nasabnya, atau mencela seseorang disebabkan nasabnya. Namun pujian itu didasarkan pada keimanan dan ketakwaan. Dan celaan didasarkan pada kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.” [Daqaid At Tafsir 2/23]
 
Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata:
“Allah menjadikan kalian berbeda bangsa dan suku (ada yang Arab dan ada yang non-Arab), supaya kalian saling mengenal dan mengetahui nasab satu dan lainnya. Namun kemuliaan diukur dari takwa. Itulah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah, yang rajin melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat. Standar kemuliaan (di sisi Allah) BUKAN dilihat dari kekerabatan dan kaum, Bukan pula dilihat dari sisi nasab yang mulia. Allah pun Maha Mengetahui dan Maha Mengenal. Allah benar-benar tahu siapa yang bertakwa secara lahir dan batin, atau yang bertakwa secara lahiriyah saja, namun tidak secara batin. Allah pun akan membalasnya sesuai realita yang ada.” [Taisir Al Karimir Rahman, 802]
 
 
سلم- قَالَ لَهُ « انْظُرْ فَإِنَّكَ لَيْسَ بِخَيْرٍ مِنْ أَحْمَرَ وَلاَ أَسْوَدَ إِلاَّ أَنْ تَفْضُلَهُ بِتَقْوَى »
 
Dari Abu Dzar, Nabi ﷺ bersabda kepadanya: “Lihatlah, engkau tidaklah akan baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam, sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa.” [HR. Ahmad, 5: 158. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadis ini Shahih dilihat dari sanad lain]
 
Bukan kulit putih membuat kita mulia, bukan pula karena kita keturunan darah biru, keturunan Arab, atau anak konglomerat. Yang membuat kita mulia adalah karena TAKWA.
 
Semoga kita bias me realisasikan pelajaran tentang ayat yang mulia.
Wallahu waliyyut taufiq.
 
 
Referensi:
 
• Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, sumber kitab: Mawqi’ Tafasir.
• Ma’alimut Tanzil, Abu Muhammad Al Husain bin Mas’ud Al Baghowi, terbitan Dar Thoyyibah, cetakan keempat, tahun 1417 H
• Ruhul Ma’ani fii Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim was Sab’il Matsanii, Mahmud bin ‘Abdullah Al Husaini Al Alusi, sumber kitab: Mawqi’ Tafasir.
• Tafsir Al Bahr Al Muhith, Abu Hayan Muhammad bin Yusuf bin ‘Ali bin Yusuf bin Hayyan, sumber kitab: Mawqi’ Tafasir.
• Tafsir Al Jalalain, Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As Suyuthi, terbitan Darus Salam, cetakan kedua, 1422 H.
• Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Ismail bin Katsir Ad Dimasyqi, terbitan Muassasah Qurthubah.
• Tafsir Ath Thobari Jaami’ul Bayan ‘an Ta’wil Ayil Qur’an, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath Thobari, terbitan Dar Hijr.
• Taisir Al Karimir Rahman fii Tafsir Kalamil Mannan, ‘Abdurrahman bin Naashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1420 H.
 
 
 
 
 
 
 
Penulis: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc hafizhahullah
[www.rumaysho.com]
 
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
#orangpalingmulia #manusiapalingmulia #palingbertakwa #palingbertaqwa #taqwa #takwa