بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

SETELAH RAMADAN, BERIBADAH SAMPAI MATI

Ramadan sungguh membawa berbagai berkah. Lihat saja bagaimana di bulan suci tersebut marak sekali berbagai aktivitas ibadah di berbagai masjid. Mulai dari orang-orang rajin ke masjid untuk melaksanakan salat lima waktu dan salat Tarawih. Begitu pula kegiatan rutin tadarusan setiap malamnya. Ini semua merupakan tanda keberkahan bulan tersebut.

Namun kadangkala kita saksikan, bahwa ibadah-ibadah yang dilakukan ini hanya musiman. Contohnya saja salat lima waktu. Di bulan Ramadan, boleh jadi rajin bukan kepalang. Setelah Ramadan, seakan-akan tidak ada bekas yang tersisa, atau mungkin sudah semakin diremehkan karena sering bolongnya dalam mengerjakan salat.

Beribadah Bukan Musiman

Amal seorang Mukmin seharusnya barulah berakhir ketika ajal datang menjemput. Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang Mukmin selain kematiannya.”
Lalu Al Hasan membaca firman Allah ﷻ:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” [QS. Al Hijr: 99]. [Lihat Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H, hal. 392]

Ibnu ’Abbas, Mujahid dan Mayoritas Ulama mengatakan, bahwa maksud ”al yaqin” dalam ayat tersebut adalah kematian. Kematian disebut al yaqin, karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi.

Az Zujaaj mengatakan, bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ulama lainnya mengatakan: “Sembahlah Allah bukan pada waktu tertentu saja”. Jika memang maksudnya adalah demikian, tentu orang yang melakukan ibadah sekali saja, maka ia sudah disebut orang yang taat. Namun Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Sembahlah Allah sampai datang ajal.” Ini menunjukkan, bahwa ibadah itu diperintahkan selamanya, sepanjang hayat. [Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, Al Maktab Al Islami, 4/423]

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:
“Dari ayat ini menunjukkan, bahwa ibadah seperti salat dan semacamnya wajib dilakukan selamanya, selama akalnya masih ada. Ia melakukannya sesuai dengan kondisi yang ia mampu.” [Tafsir Alquran Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 8/287]

Nabi ﷺ pun memerintahkan kita beribadah bukan hanya sesaat, bukan hanya musiman, bukan hanya di bulan Ramadan. Dari Aisyah radhiyallahu ’anha beliau mengatakan, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan, selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. [HR. Muslim no. 783]

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan:
”Yang dimaksud dengan hadis tersebut adalah agar kita bisa pertengahan dalam melakukan amalan, dan berusaha melakukan suatu amalan sesuai dengan kemampuan. Karena amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang rutin dilakukan walaupun itu sedikit.”

Beliau pun menjelaskan:
”Amalan yang dilakukan oleh Nabi ﷺ adalah amalan yang terus menerus dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin Umar.” [Fathul Baari lii Ibni Rajab, Asy Syamilah, 1/84]. Yaitu Ibnu Umar dicela karena meninggalkan amalan salat malam.

Al Hasan Al Bashri mengatakan:
”Wahai kaum Muslimin, rutinlah dalam beramal, rutinlah dalam beramal. Ingatlah! Allah tidaklah menjadikan akhir dari seseorang beramal selain kematiannya.”

Beliau rahimahullah juga mengatakan:
”Jika setan melihatmu kontinu dalam melakukan amalan ketaatan, dia pun akan menjauhimu. Namun jika setan melihatmu beramal, kemudian engkau meninggalkannya setelah itu, malah melakukannya sesekali saja, maka setan pun akan semakin tamak untuk menggodamu.” [Al Mahjah fii Sayrid Duljah, Ibnu Rajab, hal. 71. Dinukil dari Tajriidul Ittiba’ fii Bayaani Asbaabi Tafadhulil A’mal, Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhailiy, Daar Al Imam Ahmad, cetakan pertama, 1428 H, hal. 86]

Asy Syibliy pernah ditanya ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Syakban?”
Beliau pun menjawab: ”Jadilah Rabbaniyyin, dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.”
Maksudnya adalah, jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun, dan bukan hanya di bulan Syakban saja.

Kami (penulis) juga dapat mengatakan: ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.” [Lihat Lathoif Al Ma’arif, 390].

Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun, dan jangan hanya di bulan Ramadan saja.

Sumber: https://rumaysho.com/1233-setelah-ramadhan-beribadah-sampai-mati.html

 

══════

 

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat

SETELAH RAMADAN, BERIBADAH SAMPAI MATI