SESAJEN, SEDEKAH GUNUNG DAN LAUT BUKAN AJARAN ISLAM
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
SESAJEN, SEDEKAH GUNUNG DAN LAUT BUKAN AJARAN ISLAM
Ritual memberikan sejajen (tumbal) berupa makanan tertentu atau kepala kerbau pada gunung, laut, batu atau pohon BUKANLAH ajaran Islam. Akan tetapi hal ini masih dilakukan oleh umat Islam itu sendiri. Yang menjadi masalah utama, bahwa ritual seperti ini adalah KESYIRIKAN, yang merupakan larangan terbesar dalam Islam. Kesyirikan yang melanggar hak utama Rabb kita, dan mendatangkan kemurkaan Allah, yang bisa jadi datang berupa bencana, atau ditahannya keberkahan dan kemakmuran pada penduduk tersebut.
Allah telah menegaskan dalam Alquran, bahwa ibadah dan memberikan kurban hanya kepada Allah saja. Hal ini ditegaskan dalam Surat Al-An’am ayat 162-163, dengan lanjutan ayat tersebut menegaskan, bahwa terlarangnya kesyirikan, dan penegasan tidak ada sekutu bagi Allah.
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya salatku, sembelihanku (kurbanku), hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu baginya. Dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku. Dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).’” [QS. al-An’aam: 162-163]
Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini, bahwa termasuk orang musyrik yang menyembelih kepada selain Allah. Beliau rahimahullah berkata:
يأمره تعالى أن يخبر المشركين الذين يعبدون غير الله ويذبحون لغير اسمه ، أنه مخالف لهم في ذلك
“Allah memberintahkan Nabi ﷺ agar memberi tahu kepada orang-orang musyrik yang menyembah kepada selain Allah, dan menyembelih dengan tidak menyebut nama Allah, bahwa Nabi ﷺ menyelisihi mereka (tidak sesuai dengan ajaran Islam).” [Tafsir Ibnu Katsir]
Semisal dengan hal ini, yaitu menyembelih untuk selain Allah dengan menyebutkan nama pengunggu gunung atau penunggu laut, kemudian kepala kerbau tersebut ditaruh di gunung, ditanam, atau dihanyutkan (dilarung) ke laut.
Memberikan kurban seperti sesajen atau tumbal merupakan jenis ibadah. Hal ini hanya hak Allah semata, dan hanya ditujukan kepada Allah saja. Perhatikan ada sebuah hadis yang menunjukkan seseorang masuk Neraka hanya karena berkurban dengan seekor lalat saja. Padahal lalat itu ungkapan seseuatu yang sangat tidak berharga. Maka bagaimana apabila kurban dengan yang jauh lebih berharga dari lalat, seperti sapi atau kerbau? Perhatikan hadis berikut.
“Ada seseorang yang masuk Surga karena seekor lalat, dan ada yang masuk Neraka karena seekor lalat pula.”
Para sahabat bertanya: “Bagaimana itu bisa terjadi ya Rasulullah?
Rasulullah ﷺ menjawab: “Ada dua orang berjalan melewati sebuah kaum yang memiliki berhala, yang mana tidak boleh seorang pun melewatinya, kecuali dengan memersembahkan sesuatu untuknya terlebih dahulu.
Maka mereka berkata kepada salah satu di antara kedua orang tadi: “Persembahkanlah sesuatu untuknya!”
Ia menjawab: “Saya tidak mempunyai apa pun yang akan saya persembahkan.”
Mereka berkata lagi: “Persembahkan untuknya, walaupun seekor lalat!”
Maka ia pun memersembahkan untuknya seekor lalat. Maka mereka membiarkan orang itu untuk meneruskan perjalanannya. Dan ia pun masuk ke dalam Neraka.
Kemudian mereka berkata lagi kepada seseorang yang lain: “Persembahkalah untuknya sesuatu!”
Ia menjawab: “Aku tidak akan memersembahkan sesuatu apapun untuk selain Allah.”
Maka mereka pun memenggal lehernya. Dan ia pun masuk ke dalam Surga.” [HR. Ahmad]
Yang namanya kesyirikan berupa sesajen itu tidak boleh, meskipun dianggap remeh dengan hanya sesekor lalat. Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menjelaskan:
“Hal ini menunjukkan, bahwa ia tidak menganggap besar perkara kesyirikan, dan tidak mengingkari dalam hatinya. Bahkan ia lakukan dengan rida. Semisal ini tidak diragukan lagi telah kafir.” [Fatwa Sual Wal Jawab no. 280192]
Cara beribadah sudah diatur oleh Allah, dan disampaikan kepada Nabi-Nya ﷺ. Tidak ada cara ibadah dengan memberikan makanan atau sesaji untuk Allah. Allah tidak butuh diberi makan. Tetapi Allah-lah yang memberi makan dan rezeki seluruh makhluk. Perhatikan ayat berikut:
“Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku. Tidaklah Aku menginginkan rezeki dari mereka, dan Aku tidak mengharapkan mereka memberi makan kepada-Ku.” [QS. Adz-Dzaariyaat 56-57]
Memberikan sesajen berupa makanan atau kepala kerbau bertentangan juga dengan akal sehat manusia. Lebih baik makanan tersebut dimakan oleh manusia, atau disedekahkan kepada manusia yang lebih membutuhkan. Ssedangkan di gunung, tanah, atau laut, makanan tersebut akan sia-sia dan membusuk.
Yang lebih menjadi perhatian kita, bahwa ritual sesajen ini merupakan Syirik Akbar, yang ancamanya sangat besar, yaitu diharamkan Surga, dan tempat kembalinya adalah Neraka.
“Sesungguhnya orang yang memersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” [QS. Al Maidah: 72]
Dan dosa kesyirikan itu tidak akan Allah ampuni, apabila pelakunya meninggal dan belum bertobat.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang memersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [QS. An Nisa’: 48]