بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

SERBA SERBI POTONG KUKU MENURUT ISLAM

Memotong kuku adalah salah satu aktivitas yang pasti dijalani setiap orang. Karena itu mari sedikit kita pelajari masalah seputar ini. Kepada Allah ﷻ kita mohon petunjuk.

1. Dianjurkan dari yang Kanan Baru Kiri

Al-Allamah Muhammad bin Ali bin Adam al-Ltyubi menyatakan:

أن اليمين له شرف كما دل عليه حديث عائشة رضي الله عنها وغيره ، فبداءته بيمنى اليدين والرجلين مستحب

“Yang kanan mempunyai keutamaan, sebagaimana ditunjukkan dalam hadis Aisyah radhiyallahu ‘anha [Al-Bukhari, 163] dan hadis lainnya. Sehingga mendahulukan tangan kanan dan juga kaki kanan (saat memotong kuku) ialah hal yang dianjurkan.” [Ghayatul Muna, I/358]

Artinya setelah memotong yang kanan baru yang kiri, baik jari tangan atau kaki.

2. Terserah Mau Kuku Jari Tangan Duluan atau Jari Kaki

Ibnu Daqiqil ‘Id rahimahullah menegaskan:

يَحْتَاجُ مَنِ ادَّعَى اسْتِحْبَابَ تَقْدِيمِ الْيَدِ فِي الْقَصِّ عَلَى الرِّجْلِ إِلَى دَلِيلٍ فَإِنَّالْإِطْلَاقَ يَأْبَى ذَلِكَ

“Pihak yang mengatakan disunnahkan mendahulukan jari tangan daripada jari kaki saat memotong kuku memerlukan adanya dalil. Sebab dalil yang bersifat mutlak (tanpa menyebutkan mana yang didahulukan) tidak mendukung pendapat tersebut.” [Dinukil oleh Al-Hafizh dalam Fathul Bari, X/345]

3. Boleh Jari yang Manapun Terlebih Dulu

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah mengatakan:

وَلَمْ يَثْبُتْ فِي تَرْتِيبِ الْأَصَابِعِ عِنْدَ الْقَصِّ شَيْءٌ مِنَ الْأَحَادِيثِ

“Tidak ada satu pun hadis Sahih yang menunjukkan urutan jari mana yang lebih dulu dipotong kukunya.” [Fathul Bari, X/345]

4. Hari Apa Sebaiknya Potong Kuku?

Bila riwayat dari Nabi Muhammad ﷺ secara langsung, maka tidak ada riwayat sahih yang menunjukkan lebih utamanya potong kuku pada hari tertentu.

Al-Hafizh As-Sakhawi mengatakan terkait hal ini:

لم يثبت في كيفيته ولا في تعيين يوم له عن النبي صلى الله عليه وسلم شيء

“Tidak ada riwayat sahih dari nabi ﷺ tentang tata cara (memotong kuku) maupun penetapan hari tertentunya.” [Al-Maqashid Al-Hasanah, hlm. 422]

Namun sahih dalam riwayat Al-Baihaqi [Al-Kubra, III/244) dari Nafi’ beliau berkata:

أن عبدالله بن عمر كان يقلم أظفاره ويقص شاربه في كل جمعةٍ

“Sesungguhnya Abdullah bin Umar memotong kukunya dan mencukur kumisnya pada tiap hari Jumat.”

Dari riwayat inilah, di samping dalil lain, sebagian ulama menyatakan dianjurkan potong kuku pada hari Jumat. Meski tetap, yang menjadi intinya ialah saat perlu dipotong, maka saat itulah dia potong.

Imam Nawawi berkata:

أما التوقيب في تقليم الأظفار فهو معتبر بطولها، فمتى طالت قلمها، ويختلف ذلك باختلاف الأشخاص والأحوال

“Masalah waktu memotong kuku yang jadi dasarnya ialah saat panjang. Jika panjang, maka dia potong. Yang mana ini berbeda-beda pada masing-masing orang dan keadaan.” [Al-majmu’, I/339]

Dalam artian, sebagian orang ada yang kukunya lebih cepat panjang daripada orang lain. Sehingga tidak ada keharusan bagi seseorang untuk menunggu tibanya Jumat misalnya, ketika kukunya memang telah panjang.

Dari beberapa keterangan ulama di atas juga kita menjadi tahu, bahwa tidak ada hari terlarang untuk memotong kuku.

5. Bolehkah Malam Hari?

Al-Allamah Ibnu Baaz mengatakan:

قص الأظافر بالليل أو بالنهار جائز، في الليل والنهار مطلقًا مشروع.

“Memotong kuku di malam atau siang hari hukumnya boleh. Di malam atau siang di seluruh waktu tersebut disyariatkan.” [Fatawa Al-Jami’ Al-Kabir melalui https://binbaz.org.sa/fatwas/1452/حكم-تقليم-الاظافر-ليلا]

6. Adakah Perlakuan Khusus Setelah Kuku Dipotong?

Imam Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah pernah ditanya tentang pernyataan sebagian orang, bahwa kuku yang habis dipotong itu dikubur dan dibacakan beberapa surat Alquran.
Beliau rahimahullah lalu menjelaskan:

هذا شيء لا أصل له، إذا قص الإنسان أظفاره يرميها ولا بأس، ولا حاجة إلى دفنها، ولا قراءة القرآن عليها، كل هذا خرافة لا أصل لها، ولا أساس لها، متى قص الإنسان أظفاره رجلا أو امرأة فلا حرج في إلقائها في أي مكان.

“Perbuatan seperti itu tidak memiliki dasar dalil. Jika seseorang habis memotong kukunya lalu dia lemparkan begitu saja, ini tidak masalah. Tidak perlu untuk dikubur atau dibacakan Alquran.

Semua ini adalah khurafat yang tidak memiliki dasar dan landasan sama sekali. Ketika seseorang habis potong kuku, baik dia laki-laki atau wanita, tidak masalah jika dia buang di mana pun.” [Fatawa Nuur ‘alad Darb, V/61]

Sebagian ulama menganjurkan untuk mencuci ujung jari-jemari sehabis potong kuku.

Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata:

وَيُسْتَحَبُّ غَسْلُ رُءُوسِ الْأَصَابِعِ بَعْدَ قَصِّ الْأَظْفَارِ

“Dianjurkan untuk membasuh ujung-ujung jari setelah memotong kuku.” [Al-Mughni, I/119]

Hal ini juga diperkuat dengan anjuran para pemerhati kesehatan di zaman sekarang, agar seseorang mencuci kukunya sehabis dipotong.

7. Hukum Membiarkan Kuku Panjang Tanpa Dipotong

Imam Ibnu Baaz rahimahullah berkata:

تطويل الأظافر خلاف السنة ، وقد ثبت عن النبي – صلى الله عليه وسلم – أنه قال : “الفطرة خمس: الختان، والاستحداد، وقص الشارب، ونتف الإبط، وقلم الأظفار “. ولا يجوز أن تترك أكثر من أربعين ليلة؛ لما ثبت عن أنس – رضي الله عنه – قال: ( وقت لنا رسول الله – صلى الله عليه وسلم – في قص الشارب، وقلم الظفر، ونتف الإبط، وحلق العانة: ألا نترك شيئا من ذلك أكثر من أربعين ليلة )، ولأن تطويلها فيه تشبه بالبهائم وبعض الكفرة

“Memanjangkan kuku adalah perbuatan yang menyelisihi Sunnah. Telah pasti bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

الفطرة خمس: الختان، والاستحداد، وقص الشارب، ونتف الإبط، وقلم الأظفار

“Amalan fitrah ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, memangkas kumis, mencabut bulu ketiak, dan memotong kuku.”

Dan tidak boleh dibiarkan panjang sampai lebih dari empat puluh hari. Berdasarkan pada riwayat yang sahih dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata:

وقت لنا رسول الله – صلى الله عليه وسلم – في قص الشارب، وقلم الظفر، ونتف الإبط، وحلق العانة: ألا نترك شيئا من ذلك أكثر من أربعين ليلة

“Rasulullah ﷺ memberikan batas waktu pada kami untuk memotong kumis, kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur rambut kemaluan, agar jangan dibiarkan (tanpa dipotong) melebihi empat puluh malam.” [HR. Muslim (258)]

Juga karena memanjangkan kuku padanya terdapat unsur menyerupai hewan dan orang-orang kafir.” [Majmu’ Fatawa, X/50]

 

Sumber: nasehatetam

 

══════

 

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat