بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
 
Oleh: DR. Firanda Andirja, Lc. MA
 
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa sesungguhnya dosa adalah sumber dari segala malapetaka di dunia maupun di Akhirat. Allah ﷻ berfirman:
 
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
 
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” [QS. Asy-Syura : 30]
 
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا
 
“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah. Dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi.” [QS. An-Nisa : 79]
 
Maka ketahuilah, bahwa karena dosa pulalah yang menyebabkan Nabi Adam ‘alaihissalam dikeluarkan dari Surga. Jika saja Nabi Adam ‘alaihissalam tidak melakukan perbuatan dosa, maka tentu Nabi Adam ‘alaihissalam tidak akan keluar dari Surga. Akan tetapi Allah menakdirkan dengan hikmah yang Allah kehendaki, sehingga Nabi Adam ‘alaihissalam dan Hawa melakukan dosa, dan dikeluarkan dari Surga.
 
Kemudian juga karena dosalah yang menyebabkan seseorang terhalang untuk masuk Surga di kemudian hari. Dan seseorang tidak akan bisa masuk Surga, kecuali dosa-dosanya telah dibersihkan terlebih dahulu. Sehingga tatkala ditimbang seluruh amalannya, dan amal buruknya (dosanya) jauh lebih banyak daripada kebaikannya, maka tentu dia akan masuk ke dalam Neraka. Allah ﷻ berfirman:
 
وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ (8) فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ (9) وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ (10) نَارٌ حَامِيَةٌ (11)
 
“Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu apakah Neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” [QS. Al-Qari’ah : 8-11]
 
Seorang Muslim yang bertauhid namun melakukan perbuatan dosa, kelak dia akan masuk Surga, selama tidak melakukan kesyirikan atau kafir. Akan tetapi dia harus mampir terlebih dahulu di Neraka Jahannam, sampai waktu yang telah Allah ﷻ tentukan, untuk membersihkan dosa-dosanya. Jika dosa-dosanya telah bersih, maka barulah dia dikeluarkan dari Neraka, dan di masukkan ke dalam Surga. Semua itu terjadi karena Surga tidak akan dimasuki oleh seseorang yang masih memiliki dosa.
 
Oleh karenanya, penting bagi kita untuk mengenal perkara-perkara apa yang bisa menggugurkan dosa-dosa kita, sehingga kelak kita bisa bertemu dengan Allah ﷻ dalam keadaan dosa-dosa telah berguguran. Dan Allah pun memasukkan kita ke dalam Surga secara langsung. Semoga Allah ﷻ memasukkan kita semua dalam Surga-Nya.
 
Pembahasan ini sebenarnya berasal dari tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ al-Fatawaa pada jilid ke-VII. Dalam tulisan tersebut, beliau hendak membantah pemahaman menyimpang yang menyangka, bahwasanya dosa-dosa hanya bisa gugur dengan tobat. Sehingga beliau ingin menjelaskan, bahwasanya ada sebab-sebab lain yang bisa membuat dosa-dosa seseorang berguguran selain dari pada tobat. Sehingga beliau menyebutkan, bahwa sebab-sebab gugurnya dosa ada sepuluh. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
 
قَدْ دَلَّتْ نُصُوصُ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ: عَلَى أَنَّ عُقُوبَةَ الذُّنُوبِ تَزُولُ عَنْ الْعَبْدِ بِنَحْوِ عَشَرَةِ أَسْبَابٍ} مجموع الفتاوى
 
“Telah ditunjukkan oleh Alquran dan sunnah-sunnah Nabi ﷺ bahwa hukuman terhadap dosa bisa hilang dari seorang hamba dengan sekitar sepuluh sebab.” [Majmu Fatawa 7/487)
 
Di antara sebab-sebab tersebut adalah:
 
1. Tobat
 
Tobat adalah perkara yang disepakati oleh kaum Muslimin dapat mengugurkan dosa. Dan Allah ﷻ telah berfirman:
 
قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
 
“Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang’.” [QS. Az-Zumar : 53]
 
Tidak mungkin bagi seseorang menjalani kehidupannya tanpa dosa. Pasti seseorang pernah terjerumus dalam perbuatan dosa. Dan Nabi ﷺ telah mengatakan:
 
اسْتَقِيمُوا، وَلَنْ تُحْصُوا} سنن ابن ماجه
 
“Beristiqamahlah kalian, dan sekali-kali kalian tidak akan dapat menghitungnya.” [HR. Ibnu Majah 1/102 no. 278]
 
Maksudnya adalah, bagaimanapun seseorang beristiqamah, pasti tidak akan mampu, dan tetap akan melakukan dosa. Bagaimanapun seseorang berusaha untuk bersikap lurus, ketahuilah, bahwa sesungguhnya dirinya bukanlah malaikat, bukan para nabi, sehingga pasti akan melakukan dosa. Adapun banyak atau sedikitnya, tergantung masing-masing orang.
 
Terlebih lagi bagi kita yang hidup di zaman sekarang, siapakah di antara kita yang selamat dari dosa? Dosa penglihatan, dosa pendengaran, dan dosa perkataan adalah dosa-dosa yang mungkin setiap hari kita lakukan. Oleh karenanya saya katakan, bahwa jika ada seorang pemuda yang bisa selamat dari dosa pandangan di zaman sekarang, maka dia adalah wali di antara wali-wali Allah. Karena di zaman ini, seseorang sangat susah untuk terhindar dari dosa-dosa tersebut.
 
Oleh karenanya, tatkala seseorang terjerumus ke dalam suatu perbuatan dosa, hendaknya dia bertobat kepada Allah ﷻ. Dan juga hendaknya seseorang berhusnudzan kepada Allah, bahwa pasti Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Ingatlah, bahwa Nabi ﷺ mengabarkan dalam hadisnya:
 
قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبْيٌ، فَإِذَا امْرَأَةٌ مِنَ السَّبْيِ قَدْ تَحْلُبُ ثَدْيَهَا تَسْقِي، إِذَا وَجَدَتْ صَبِيًّا فِي السَّبْيِ أَخَذَتْهُ، فَأَلْصَقَتْهُ بِبَطْنِهَا وَأَرْضَعَتْهُ، فَقَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَتُرَوْنَ هَذِهِ طَارِحَةً وَلَدَهَا فِي النَّارِ؟ قُلْنَا: لاَ، وَهِيَ تَقْدِرُ عَلَى أَنْ لاَ تَطْرَحَهُ، فَقَالَ: لَلَّهُ أَرْحَمُ بِعِبَادِهِ مِنْ هَذِهِ بِوَلَدِهَا} صحيح البخاري (8/ 8{(
 
“Rasulullah ﷺ kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya. Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya.
 
Rasulullah ﷺ bertanya kepada kami: “Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”
Kami menjawab: “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Sungguh, Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” [HR. Bukhari no. 5999]
 
Dari hadis ini menunjukkan, bahwa ketika wanita tersebut telah menemukan anaknya yang hilang, maka saat itulah puncak kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Dan tidak ada kasih sayang di muka bumi ini yang lebih besar daripada kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Maka dari itu, hadis ini menjelaskan kepada kita, bahwasanya kasih sayang Allah itu lebih besar kepada hamba-Nya daripada kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Oleh karenanya, tatkala seseorang melakukan dosa, segeralah kembali kepada Allah.
 
Kalau sekiranya seorang anak melakukan kesalahan, pasti orang tua marah, memukulnya, dan bahkan mungkin sampai mengusirnya. Akan tetapi pasti ada rasa sedih dalam benak orang tua setelah melakukan itu, dan dia ingin agar anaknya kembali. Sehingga ketika sang anak kembali untuk meminta maaf, pasti kita orang tuanya akan menerima permintaan maaf anaknya. Maka demikian pula Allah ﷺ terhadap hamba-Nya. Tatkala seseorang hamba melakukan dosa, kemudian Allah memberikan teguran dengan sebuah musibah, akan tetapi ketika dia bertobat dan kembali kepada Allah, maka Allah pasti akan mengampuni dosa-dosanya. Karena Allah ﷺ lebih besar kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya, daripada kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Sehingga tatkala seseorang bermuamalah dengan Allah, dia harus senantiasa husnudzan kepada Allah. Kata Allah ﷺ dalam Hadis Qudsi:
 
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، إِنْ ظَنَّ بِي خَيْرًا فَلَهُ، وَإِنْ ظَنَّ شَرًّا فَلَهُ} مسند أحمد بن حنبل (2/ 391{(
 
“Sesungguhnya Aku sesuai dengan prasangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Jika ia berprasangka baik, maka ia akan mendapatkannya. Dan jika ia berprasangka buruk, maka ia akan mendapatkannya.” [HR. Ahmad 8715]
 
Maka tatkala seseorang berbuat dosa, bersegaralah kembali dan bertobat kepada Allah. Jika terlambat, setan akan datang menggoda dengan bisakan keragua-raguan, agar seseorang batal untuk bertobat kepada Allah. Maka jika telah datang bisikan-bisakan tersebut, hendaklah kita menepis bisikan tersebut, dan tetap kembali bertobat kepada Allah ﷻ. Adapun jika kita mengkhawatirkan akan melakukan dosa yang sama pada waktu yang akan datang, maka tepislah was-was tersebut, karena tobat itu untuk dosa yang telah dilakukan. Oleh karenanya kita dapati Nabi ﷺ adalah orang yang paling sering beristighfar kepada Allah ﷺ.
 
Dan orang yang paling berbahagia kelak adalah orang yang diberi taufik oleh Allah ﷻ untuk bertobat sebelum meninggal dunia. Bisa jadi seseorang melakukan begitu banyak dosa, akan tetapi sebelum meninggal dunia ia bertobat. Maka seluruh dosa-dosanya akan digugurkan. Lihatlah kisah para penyihir Firaun. Mereka berprofesi sebagai penyihir, dan melakukan kesyirikan selama bertahun-tahun lamanya. Ketika berduel dengan Nabi Musa ‘alaihissalam mereka kalah, dan merekapun sadar. Allah ﷺ berfirman:
 
فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سُجَّدًا قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ هَارُونَ وَمُوسَى (70)
 
“Lalu para pesihir itu merunduk bersujud seraya berkata: “Kami telah percaya kepada Tuhannya Harun dan Musa.” [QS. Taha : 70]
 
Ketika mereka telah beriman kepada Allah dan Nabi Musa ‘alaihissalam, maka marahlah Firaun, dan membunuh seluruh penyihir-penyihir yang telah beriman tersebut. Sehingga karena keimanan mereka kepada Allah walaupun hanya sebentar, tetapi Allah memberikan balasan Surga bagi mereka.
 
Kemudian lihatlah kisah yang menceritakan tentang kisah tobatnya seseorang yang membunuh sembilan puluh sembilan orang. Nabi ﷺ menceritakan:
 
كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا، فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ، فَأَتَاهُ فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا، فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: لَا، فَقَتَلَهُ، فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ، فَقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ، فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ؟ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا، فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللهَ فَاعْبُدِ اللهَ مَعَهُمْ، وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ، فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ، فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ، فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلَائِكَةُ الْعَذَابِ، فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ: جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا بِقَلْبِهِ إِلَى اللهِ، وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ: إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ، فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ، فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ، فَقَالَ: قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ، فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ، فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ، فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ} صحيح مسلم (4/ 2118{(
 
“Dahulu pada masa sebelum kalian, ada seseorang yang pernah membunuh 99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun mendatanginya dan berkata: “Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa, apakah tobatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya: “Orang seperti itu tidak diterima tobatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu, dan genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.
 
Kemudian ia kembali lagi bertanya tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun ditunjuki kepada seorang alim. Lantas ia bertanya pada alim tersebut: “Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah tobatnya masih diterima?” Orang alim itu pun menjawab: “Ya masih diterima. Dan siapakah yang akan menghalangi antara dirinya dengan tobat? Beranjaklah dari tempat ini, dan pergi ke tempat yang jauh di sana, karena di sana terdapat sekelompok manusia yang menyembah Allah Taala. Maka sembahlah Allah bersama mereka, dan janganlah kamu kembali ke tempatmu (yang dulu), karena tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”
 
Laki-laki ini pun pergi (menuju tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya terjadilah perselisihan antara Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab.
Malaikat Rahmat berkata: “Orang ini datang dalam keadaan bertobat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah.”
Namun Malaikat Azab berkata: “Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun.
 
Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia. Mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata: “Ukurlah jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia tinggalkan, dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut, dan mereka dapatkan, bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya rohnya pun dicabut oleh Malaikat Rahmat.” [HR. Muslim 4/2118 no. 2766]
 
Lihatlah bagaimana seseorang yang belum melakukan kebaikan sama sekali, akan tetapi karena taufik Allah ﷺ yang menunjukkan kepadanya jalan untuk bertobat, sehingga Allah ﷻ mengampuni dosa-dosanya. Oleh karena itu, jangan sampai kita putus dari bertobat kepada Allah. Di mana pun kita berada, hendaknya kita selalu bertobat kepada Allah dengan banyak berdoa.
 
Bukankah Allah ﷻ telah berfirman:
 
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (222)
 
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertobat, dan menyukai orang yang menyucikan diri.” [QS. Al-Baqarah : 222]
 
Dan di antara nama-nama Allah ﷻ adalah التواب, yaitu Zat yang Maha Penerima Tobat seorang hamba. Dan terlalu banyak dalil yang menunjukkan, bahwa Allah ﷺ adalah Maha Penerima Tobat. Di antaranya firman Allah ﷺ:
 
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (104)
 
“Tidakkah mereka mengetahui, bahwa Allah menerima tobat hamba-hamba-Nya dan menerima zakat(nya). Dan bahwa Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang?” [QS. At-Taubah : 104]
 
وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ (25)
 
“Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya, dan memaafkan kesalahan-kesalahan, dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [QS. Asy-Syura : 25]
 
Dan tentunya ayat-ayat yang seperti ini sangatlah banyak. Maka dari itu, sering-seringlah bertobat, karena tidak ada di antara kita yang tahu, kapan dia kembali kepada Allah. Betapa banyak orang yang menunda-nunda tobatnya, ternyata hidupnya tidak sampai pada waktu yang dia kehendaki.
 
2. Istighfar
 
Istighfar dalam bahasa Arab berasal dari kata إستغفار yang berarti طلب المغفرة (meminta maghfirah). Karena wazan istaf’ala dalam bahasa Arab maknanya adalah meminta sesuatu. Sehingga istghfar maknanya adalah seseorang meminta maghfirah.
 
Apa itu maghfirah? Maghfirah berasa dari kata mighfar, yaitu semacam penutup kepala yang digunakan oleh seseorang yang seseorang berperang, yang memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penutup kepala, dan melindungi dari hantaman pedang. Oleh karenanya, tidak semua penutup kepala disebut mighfar, seperti peci dan sorban, karena hanya memiliki fungsi menutup, dan tidak berfungsi sebagai pelindung. Maka demikianlah makna maghfirah.
 
Oleh karenanya Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan, bahwa tatkala seseorang mengatakan “Astaghfirullah”, makna pertama adalah dia meminta maghfirah kepada Allah, yaitu meminta untuk ditutupnya aib-aib di dunia. Oleh karenanya, sering kita baca dalam Zikir Pagi Petang, sebuah doa yang meminta agar Allah menutup aib-aib kita:
 
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللَّهُمَّ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي، وَآمِنْ رَوْعَاتِي، وَاحْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي، وَعَنْ شِمَالِي، وَمِنْ فَوْقِي، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي} سنن ابن ماجه (2/ 1273{(
 
“Ya Allah, tutupilah auratku. Amankanlah apa-apa yang menjadi pemeliharaanku. Lindungilah kami dari bahaya yang datang dari hadapanku, dari belakangku, dari samping kananku, dari sampaing kiriku, dan dari atasku. Dan aku berlindung kepada-Mu dari bahaya yang datang tak disangka dari bawahku.” [HR. Ibnu Majah 2/1273 no. 3871]
 
Makna menutup aurat di dalam doa ini adalah kita memohon kepada Allah untuk menutup aib-aib kita. Karena jika Allah membuka aib dari dosa-dosa kita, maka sudah pasti tidak ada yang mau berteman, bahkan duduk bersama kita. Oleh karenanya, Muhammad bin Wasi’ berkata:
 
لَوْ كَانَ لِلذُّنُوبِ رِيحٌ ، مَا قَدَرَ أَحَدٌ أَنْ يَجْلِسَ إِلَيَّ
 
“Kalau sekiranya dosa itu memiliki aroma (bisa tercium), tidak seorang pun mau duduk dengan saya.”
 
Sehingga tatkala orang-orang menghargai kita, orang-orang segan dengan kita, semua itu bukan karena kita mulia, akan tetapi itu karena Allah telah menutup dosa-dosa kita. Maka dari itu, seseorang perlu untuk banyak mengucapkan istghfar.
 
Makna kedua dari istighfar adalah perlindungan. Yaitu seseorang meminta kepada Allah, agar dosa yang ia lakukan tidak memberikan dampak buruk kepada pelakunya. Dan kita tahu, bahwa dosa pasti memiliki dampak buruk. Sehingga orang-orang yang memerbanyak istighfar tidak akan mendapatkan dampak buruk. Bahkan sebagian salaf mengatakan: “Demi Allah, saya mengetahui dampak dari maksiatku pada kendaraanku, keluargaku, pembantuku”. Seakan-akan dia tahu, bahwa dampak buruk yang dia alami adalah buah dari maksiat yang dia lakukan.
 
Oleh karenanya, makna istighfar adalah seseorang meminta kepada Allah untuk ditutupnya aib-aibnya, dan berlindung dari dampak buruk dosa-dosanya. Dan sungguh beruntunglah orang-orang yang banyak beristighfar kepada Allah. Nabi ﷺ bersabda:
 
طُوبَى لِمَنْ وَجَدَ فِي صَحِيفَتِهِ اسْتِغْفَارًا كَثِيرًا} سنن ابن ماجه (2/ 1254{(
 
“Beruntunglah bagi orang yang mendapatkan di dalam catatan amalnya istighfar yang banyak.” [HR. Ibnu Majah 2/1254 no. 3818]
 
Akan tetapi di zaman sekarang ini, betapa banyak waktu kita yang terbuang tanpa zikir kepada Allah. Melainkan banyak waktu kita diisi dengan dosa, karena mengikuti hal-hal yang haram di handphone dan media sosialnya. Contohnya adalah melihat hal-hal yang haram, menyebar berita hoax, mencari-cari kesalahan orang lain, ikut dalam diskusi ghibah, dan yang lainnya. Maka dari itu hendaknya kita membiasakan diri untuk banyak beristighfar di setiap waktu-waktu senggang, atau bahkan di waktu sibuk kita. Ketika membawa kendaraan kita bisa saambil berzikir. Ketika menunggu antrian pun kita bisa berzikir. Hanya saja terkadang banyak di antara kita malu ketika berzikir di tempat-tempat umum. Padahal hal tersebut hanyalah soal kebiasaan.
 
Ketahuilah, bahwa orang-orang yang banyak beristighfar akan diberikan oleh Allah banyak kebaikan dari dunia maupun Akhirat. Lihatlah balasan dunia bagi orang-orang yang senantiasa beristighfar dalam firman Allah ﷺ tentang perkataan Nabi Nuh ‘alaihissalam:
 
وا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12) مَا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا (13)
 
“Maka aku (Nuh) berkata (kepada kaumnya): “Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu. Sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu. Dan Dia memerbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu, dan mengadakan sungai-sungai untukmu.” Mengapa kamu tidak takut akan kebesaran Allah?” [QS. Nuh : 10-13]
 
Balasan Akhirat Allah sebutkan dalam ayat yang lain:
 
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (8)
 
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. Mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu, dan memasukkan kamu ke dalam Surga, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami, dan ampunilah kami. Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [QS. At-Tahrim : 8]
 
Maka, apakah ada yang lebih baik daripada Allah ﷻ? Ketika manusia meminta maaf kepada sesama manusia, yang diberikan hanyalah maaf. Akan tetapi ketika manusia berbuat dosa, bermaksiat, dan melanggar larangan Allah secara terang-terangan, kemudian kembali dan bertobat kepada Allah, maka Allah ﷺ tidak hanya memberikan ampunan-Nya, akan tetapi Allah juga berikan balasan yang begitu banyak di dunia, berupa rezeki, hujan rahmat, anak-anak. Dan di Akhirat Allah memberikan Surga, yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Maka apa yang membuat kita enggan dan lalai dari beristighfar kepada Allah ﷺ?
 
Kemudian apakah perbedaan antara istighfar dan tobat? Istighfar biasanya ada pada diri seseorang, yang meskipun dia tidak bertobat, atau masih terus bermaksiat. Dalam suatu hadis disebutkan:
 
أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا، فَقَالَ: اللهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَذْنَبَ عَبْدِي ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ، وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ، ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: عَبْدِي أَذْنَبَ ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ، وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ، ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ: أَيْ رَبِّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَذْنَبَ عَبْدِي ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ، وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ، اعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ} صحيح مسلم (4/ 2112{(
 
“Dahulu ada seorang yang telah berbuat dosa. Kemudian ia berdoa: ‘Ya Allah, ampunilah dosaku!’ Kemudian Allah ﷻ berfirman: ‘Sesungguhnya hamba-Ku mengaku telah berbuat dosa, dan ia mengetahui bahwasanya ia mempunyai Tuhan yang dapat mengampuni dosa, atau memberi siksa karena dosa.’
 
Kemudian orang tersebut berbuat dosa lagi dan ia berdoa; ‘Ya Allah, ampunilah dosaku!’
Kemudian Allah ﷻ berfirman: ‘Sesungguhnya hamba-Ku mengaku telah berbuat dosa, dan ia mengetahui bahwasanya ia mempunyai Tuhan yang dapat mengampuni dosa, atau memberi siksa karena dosa.’
 
Kemudian orang tersebut berbuat dosa lagi dan ia berdoa: ‘Ya Allah, ampunilah dosaku!’
Maka Allah ﷻ berfirman: ‘Hamba-Ku telah berbuat dosa, dan ia mengetahui bahwasanya ia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa, atau menyiksa hamba-Nya karena dosa. Oleh karena itu, berbuatlah sekehendakmu, karena Aku pasti akan mengampunimu (jika kamu bertobat).” [HR. Muslim 4/2112 no. 2758]
 
Maka dari sini kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa tobat adalah pintu yang berbeda dengan istighfar, meskipun sama-sama dapat mengugurkan dosa. Karena pada dasarnya istighfar adalah doa. Dan tentunya istighfar yang sempurna adalah yang disertai dengan tobat. Karena tatkala seseorang beristighfar dengan disertai tobat, maka akan timbul rasa takutnya kepada Allah, inabahnya, dan amalan-amalan hati lain yang bisa menggugurkan dosa-dosa. Oleh karenanya Nabi ﷺ juga sering menggabungkan keduanya dengan berdoa:
 
أستغفر الله وتب علي
 
“Aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepadanya.”
 
Akan tetapi terkadang seseorang belum bisa bertobat, sehingga dia masih tenggelam dalam maksiat. Oleh karenanya, di antara pengakuan seorang hamba adalah tatkala dia membaca salah satu doa Zikir Pagi Petang:
 
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ} صحيح البخاري (8/ 67{(
 
“ALLAHUMMA ANTA ROBBI LAA ILAAHA ILLA ANTA KHOOLAQTANI WA ANA ‘ABDUKA WA ANA ‘ALA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHA’TU A’UUDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHANA’TU ABUU`U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABUU`U LAKA BIDZANBI FAGHFIRLI FA INNAHU LAA YAGHFIRU ADZ DZUNUUBA ILLA ANTA.
 
Artinya:
Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku. Tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Engkau. Engkau telah menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanjian-Mu dan janji-Mu, sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui dosaku kepada-Mu, dan aku akui nikmat-Mu kepadaku. Maka ampunilah aku. Sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain-Mu.” [HR. Bukhari no. 6306]
 
Dalam doa ini seseorang mengakui, bahwa dosa-dosa yang dia lakukan belum bisa dia tinggalkan. Dan benar, ada seseorang yang berusaha untuk meninggalkan perbuatan dosa, akan tetapi ada kondisi di mana dia belum bisa meninggalkan dosa tersebut. Akan tetapi dia tetap memohon ampunan kepada Allah tatkala berbuat dosa. Contohnya adalah orang yang bekerja di tempat riba, dan dia tahu yang dia lakukan adalah dosa. Akan tetapi karena suatu hal dia belum bisa meninggalkannya. Dan semoga orang-orang seperti ini kelak diberikan taufik oleh Allah untuk meninggalkannya.
 
Maka dari itu jangan di antara kita lupa untuk selalu beristighfar. Dan istighfar yang paling utama adalah di waktu sahur. Allah ﷻ berfirman:
 
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ (17)
 
“Orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sahur (sebelum fajar).” [QS. Ali-‘Imran : 17]
 
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18)
 
“Dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah).” [QS. Adz-Dzariyat : 18]
 
Sempatkanlah diri kita untuk bangun tengah malam melaksanakan salat dan memerbanyak istighfar di waktu tersebut, meskipun hanya sepuluh atau lima belas menit.
 
3. Amal Saleh
 
Kebaikan dan amal saleh adalah di antara hal-hal yang dapat menggugurkan dosa-dosa. Di antara dalil yang menyebutkan hal ini adalah firman Allah ﷻ:
 
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ (114)
 
“Dan laksanakanlah salat pada kedua ujung siang (pagi dan petang), dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah).” [QS. Hud : 114]
 
Disebutkan dalam hadis-hadis yang sahih, bahwa hadis ini turun berkaitan dengan orang yang melakukan sebuah maksiat. Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata:
 
كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أَصَبْتُ حَدًّا فَأَقِمْهُ عَلَيَّ، قَالَ: وَلَمْ يَسْأَلْهُ عَنْهُ، قَالَ: وَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ، فَصَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ، قَامَ إِلَيْهِ الرَّجُلُ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أَصَبْتُ حَدًّا، فَأَقِمْ فِيَّ كِتَابَ اللَّهِ، قَالَ: أَلَيْسَ قَدْ صَلَّيْتَ مَعَنَا. قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ غَفَرَ لَكَ ذَنْبَكَ، أَوْ قَالَ: حَدَّكَ.} صحيح البخاري (8/ 167{(
 
“Aku berada di dekat Nabi ﷺ, kemudian seorang laki-laki mendatangi beliau dan berujar: ‘Ya Rasulullah, saya telah melanggar hukum had. Maka tegakkanlah atasku!’ Nabi ﷺ tidak menanyainya. Ketika tiba waktu salat, ia pun ikut salat bersama Nabi ﷺ. Selesai Nabi ﷺ mendirikan salat, laki-laki itu menemuinya dan berkata: ‘Ya Rasulullah, aku telah melanggar had. Maka tegakkanlah atasku sesuai Kitabullah.’
Nabi ﷺ bersabda: “Bukankah engkau salat bersama kami?”
‘Benar,’ jawabnya.
Nabi ﷺ bersabda: “Allah telah mengampuni dosamu, atau dengan redaksi, mengampuni hukuman had (yang menimpa)mu.” [HR. Bukhari 8/167 no. 6823]
 
Dalam riwayat yang lain disebutkan oleh Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu:
 
أَنَّ رَجُلًا أَصَابَ مِنَ امْرَأَةٍ قُبْلَةً، فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، فَأُنْزِلَتْ عَلَيْهِ: (وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ، وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ، ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ) [هود: 114] قَالَ الرَّجُلُ: أَلِيَ هَذِهِ؟ قَالَ: لِمَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ أُمَّتِي.} صحيح البخاري (6/ 75{(
 
“Ada seorang lelaki pernah mencium seorang wanita, lalu dia menemui Nabi ﷺ dan mengabarkannya kepada Nabi ﷺ. Maka turunlah ayat: “Dan dirikanlah salat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang), dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” [QS Hud; 114]
Abdullah berkata, laki-laki itu bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah ayat ini hanya khusus untukku?” Beliau ﷺ menjawab: “Ayat tersebut adalah untuk orang-orang yang melakukannya dari umatku.” [HR. Bukhari 6/75 no. 4687]
 
Akan tetapi perlu diperhatikan, bahwa bukan berarti seseorang dengan gampangnya melakukan maksiat, kemudian dia salat, maka berguguranlah dosanya. Akan tetapi pemahaman yang benar akan hal ini adalah, tatkala seseorang melakukan dosa, menimbulkan rasa takut di dalam hatinya, dan dia bertobat, inabah kepada Allah. Sehingga tatkala dia telah bertobat dan melakukan kebaikan, maka Allah hapus dosa-dosanya karena amal ibadahnya.
 
Adapun dalil-dalil dari hadis yang menjelaskan bahwa amal kebaikan dapat mengugurkan dosa, di antaranya adalah sabda Nabi ﷺ:
 
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ} صحيح مسلم (1/ 209{(
 
“Salat lima waktu dan salat Jumat ke Jumat berikutnya, dan Ramadan ke Ramadan berikutnya, adalah penghapus untuk dosa antara keduanya, apabila dia menjauhi dosa besar.” [HR. Muslim 1/209 no. 233]
 
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ} صحيح البخاري (1/ 16{(
 
“Barang siapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Bukhari 1/16 no. 38]
 
العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالحَجُّ المَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الجَنَّةُ} صحيح البخاري (3/ 2{(
 
“Umrah demi umrah berikutnya menjadi penghapus dosa antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali Surga.” [HR. Bukhari 3/2 no. 1773]
 
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ، وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ} صحيح البخاري (2/ 133{(
 
“Barang siapa melaksanakan haji karena Allah, lalu dia tidak berkata-kata kotor dan tidak berbuat fasik, maka dia kembali seperti hari saat dilahirkan oleh ibunya.” [HR. Bukhari 2/133 no. 1521]
 
فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصَّوْمُ وَالصَّدَقَةُ وَالأَمْرُ بِالمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنِ المُنْكَرِ} سنن الترمذي (4/ 524{(
 
“Fitnahnya seseorang di dalam keluarganya, hartanya, anaknya dan tetangganya, bisa dihapus (diampuni) dengan salat, puasa, sedekah, amar makruf dan nahi munkar.” [HR. Tirmidzi 4/524 no. 2258]
 
مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُسْلِمَةً، أَعْتَقَ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنَ النَّارِ، حَتَّى فَرْجَهُ بِفَرْجِهِ} صحيح البخاري (8/ 146{(
 
“Barang siapa membebaskan budak Muslim, Allah membebaskan setiap anggota tubuhnya, karena anggota tubuh yang dibebaskannya dari Neraka, hingga Allah membebaskan kemaluannya dari Neraka, karena kemaluannya.” [HR. Bukhari 8/146 no. 6715]
 
الْحَسَدُ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ، كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ، كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ، وَالصَّلَاةُ نُورُ الْمُؤْمِنِ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ مِنَ النَّارِ} سنن ابن ماجه (2/ 1408{(
 
“Kedengkian akan memakan kebaikan, sebagaimana api memakan kayu bakar. Dan sedekah akan menghapus kesalahan, sebagaimana air dapat mematikan api. Salat adalah cahaya seorang Mukmin, sedangkan puasa adalah perisai dari api Neraka.” [HR. Ibnu Majah 2/1408 no. 4210]
 
Inilah di antara dalil-dalil dalam hadis yang menunjukkan, bahwa hendaknya seseorang memiliki amal saleh yang banyak. Sampai-sampai jika seseorang memiliki amal saleh yang banyak, maka Allah tidak akan menganggap dosa-dosanya. Dalil akan hal ini adalah sabda Nabi ﷺ tentang taharah. Nabi ﷺ bersabda:
 
إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَيْءٌ} سنن ابن ماجه (1/ 172{(
 
“Jika air itu mencapai dua qullah (tempayan besar), maka ia tidak akan najis karena sesuatu.” [HR. Ibnu Majah 1/172 no. 517]
 
Dari hadis ini para ulama mengatakan, bahwa jika ada najis kecil jatuh pada air yang banyak, maka najis itu itdak dianggap. Maka demikian pula dengan sebuah dosa. Jika seseorang memiliki amalan yang banyak, maka dosa-dosanya yang sedikit tidak akang dianggap. Karena amal diumpamakan seperti air yang bersih, sedangkan dosa-dosa itu seperti najis. Sehingga Allah tidak akan menganggap dosa seseorang, ketika dia memiliki amalan yang banyak.
 
Dalil yang menguatkan akan hal ini adalah kisah Hathib bin Abi Bathla’ah, salah seorang sahabat yang ikut dalam Perang Badar. Pada Perang Badar yang terjadi di tahun 2H dia ikut sebagai anggota perang. Dia bukanlah panglima atau orang yang berpengaruh pada perang tersebut. Sehingga ketika kita melihat sejarah, nama beliau tidak disebutkan dalam kisah Perang Badar. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 8H dia melakukan dosa. Dosa yang dia lakukan adalah dia mengirim surat kepada kerabatnya di Makkah, bahwa Nabi ﷺ akan memerangi mereka dalam perang Fathu Makkah. Dan sikap tersebut adalah sikap yang berbahaya, karena musuh akan mengetahui rencana Nabi ﷺ. Sehingga ditakutkan orang-orang Makkah akkan melakukan persiapan, sedangkan Nabi ﷺ menginginkan peperangan secara tiba-tiba. Maka tatkala Hathib mengutus seseorang wanita untuk membawa surat tersebut, Allah memberikan wahyu kepada Nabi ﷺ akan kejadian ini. Maka Nabi ﷺ mengutus Ali bin Abi Thalib untuk mengejar utusan tersebut. Ali bin Abi Thalib menceritakan:
 
بَعَثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَالزُّبَيْرَ وَالْمِقْدَادَ فَقَالَ: ائْتُوا رَوْضَةَ خَاخٍ، فَإِنَّ بِهَا ظَعِينَةً مَعَهَا كِتَابٌ، فَخُذُوهُ مِنْهَا» فَانْطَلَقْنَا تَعَادَى بِنَا خَيْلُنَا، فَإِذَا نَحْنُ بِالْمَرْأَةِ، فَقُلْنَا: أَخْرِجِي الْكِتَابَ، فَقَالَتْ: مَا مَعِي كِتَابٌ، فَقُلْنَا: لَتُخْرِجِنَّ الْكِتَابَ أَوْ لَتُلْقِيَنَّ الثِّيَابَ، فَأَخْرَجَتْهُ مِنْ عِقَاصِهَا، فَأَتَيْنَا بِهِ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِذَا فِيهِ: مِنْ حَاطِبِ بْنِ أَبِي بَلْتَعَةَ إِلَى نَاسٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ، يُخْبِرُهُمْ بِبَعْضِ أَمْرِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يَا حَاطِبُ مَا هَذَا؟» قَالَ: لَا تَعْجَلْ عَلَيَّ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي كُنْتُ امْرَأً مُلْصَقًا فِي قُرَيْشٍ – قَالَ سُفْيَانُ: كَانَ حَلِيفًا لَهُمْ، وَلَمْ يَكُنْ مِنْ أَنْفُسِهَا – وَكَانَ مِمَّنْ كَانَ مَعَكَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ لَهُمْ قَرَابَاتٌ يَحْمُونَ بِهَا أَهْلِيهِمْ، فَأَحْبَبْتُ إِذْ فَاتَنِي ذَلِكَ مِنَ النَّسَبِ فِيهِمْ، أَنْ أَتَّخِذَ فِيهِمْ يَدًا يَحْمُونَ بِهَا قَرَابَتِي، وَلَمْ أَفْعَلْهُ كُفْرًا وَلَا ارْتِدَادًا عَنْ دِينِي، وَلَا رِضًا بِالْكُفْرِ بَعْدَ الْإِسْلَامِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَدَقَ» فَقَالَ عُمَرُ: دَعْنِي، يَا رَسُولَ اللهِ أَضْرِبْ عُنُقَ هَذَا الْمُنَافِقِ، فَقَالَ: ” إِنَّهُ قَدْ شَهِدَ بَدْرًا، وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ اللهَ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ: اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ، فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ ” فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ) [الممتحنة: 1} [صحيح مسلم (4/ 1941{(
 
“Rasulullah ﷺ pernah menugaskan saya, Zubair, dan Miqdad. Sebelum berangkat, Rasulullah ﷺ berkata: ‘Berangkatlah ke taman Khakh, dan di sana ada seorang wanita yang membawa surat. Lalu rebutlah surat tersebut darinya!’
 
Kemudian kami berangkat dengan mengendarai kuda ,dan di sana kami menjumpai seorang wanita. Lalu kami berkata kepadanya: ‘Keluarkanlah surat yang kamu bawa itu! ‘
Wanita itu menjawab: ‘Aku tidak membawa surat.’
Kami berkata kepadanya sambil memberi ultimatum: ‘Kamu keluarkan surat tersebut, atau kami akan menelanjangimu dengan paksa.’
Maka ia keluarkan surat itu dari balik sanggul rambutnya. Lalu kami bawa surat tersebut kepada Rasulullah ﷺ, dan ternyata di dalamnya tertulis: ‘Dari Hathib bin Abu Balta’ah untuk kaum kafir Quraisyy Makkah, tentang beberapa urusan Rasulullah ﷺ.’
 
Rasulullah ﷺ bertanya: ‘Hai Hathib, ada apa ini? ‘
Hathib menjawab: ‘Ya Rasulullah, janganlah engkau tergesa-gesa marah kepada saya! Sebenarnya saya dulu pernah akrab dengan kaum kafir Quraisyy Makkah (Kata Abu Sufyan, ‘Hathib adalah sekutu kaum kafir Quraisyy, tetapi dia sendiri bukan orang Quraisyy). Saya juga dulu pernah turut serta berhijrah bersama engkau, meninggalkan keluarga di kota Makkah, yang mereka dipelihara oleh kerabat mereka. Ketika kerabat mereka sudah tidak ada lagi, maka saya ingin ada jaminan dari mereka untuk melindungi keluarga saya. Tentunya saya melakukan hal ini bukan karena kafir ataupun murtad dari agama saya. Karena bagaimanapun juga saya tidak rela menjadi kafir setelah masuk Islam.’
 
Mendengar penjelasan Iangsung dari Hathib, Rasulullah ﷺ pun bersabda: ‘Kamu benar hai Hathib.’
Tiba-tiba Umar bin Khaththab berkata: ‘Ya Rasulullah, izinkanlah saya untuk memenggal leher orang munafik ini!’
Rasulullah ﷺ berkata: ‘Hai Umar, tahukah kamu, bahwasanya Hathib turut juga dalam Perang Badar? Tidakkah engkau mengetahui, sesungguhnya Allah telah memberikan keringanan bagi orang-orang yang turut dalam Perang Badar, dan berfirman: ‘Silakanlah kalian berbuat sesuka kalian. Sesungguhnya Aku telah mengampuni kalian!’
 
Kemudian Allah ﷻ menurunkan ayat yang berbunyi: ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia.’ [QS. Al-Mumtahanah : 1].” [HR. Muslim 4/1941 no. 2494 dan HR. Bukhari 5/77 no. 3983, dengan lafal Imam Muslim]
 
Lihatlah bagaimana Hathib yang Allah ampunkan kesalahannya, karena telah melakukan amal saleh yang luar biasa, yaitu ikut dalam Perang Badar. Sampai-sampai kita katakan, kalau sekiranya pahala Hathib yang ikut Perang Badar seperti kumpulan air, dan jika dosanya seperti kotoran yang dimasukkan ke dalam air tersebut, maka kotoran tersebut jadi hilang dan melebur di dalam air.
 
Oleh karena itu hendaknya seseorang melakukan amal saleh sebanyak-banyaknya yang dia mampu.
Perbanyaklah salat, karena akan ada waktu, di mana seseorang akan sudah sulit untuk salat, karena tidak memiliki kekuatan.
Perbanyaklah baca Alquran, karena akan ada waktu, di mana seseorang akan sulit untuk membaca.
Perbanyaklah sedekah, sebelum harta yang dimiliki sudah tidak cukup, bahkan untuk diri sendiri.
Milikilah amalan-amalan yang banyak dan yang luar biasa, karena dengan begitu dosa-dosa kita tidak akan dianggap oleh Allah ﷻ.
 
Nabi ﷺ juga pernah bersabda:
 
لَا يَدْخُلُ النَّارَ أَحَدٌ مِمَّنْ بَايَعَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ} سنن أبي داود (4/ 213{(
 
“Tidak akan masuk Neraka orang yang ikut berbaiat (kepadaku) di bawah pohon.” [HR. Abu Daud 4/213 no. 4653]
 
Peristiwa ini terjadi tatkala Nabi ﷺ hendak umrah pada tahun 6H. Beliau ﷺ berangkat bersama kurang lebih 1400 atau 1600 orang yang membaiat Nabi ﷺ, dan siap membela Nabi ﷺ sampai titik darah penghabisan. Sehingga Nabi ﷺ kemudian mengatakan perkataan di atas kepada mereka semua. Ini menunjukkan, bahwa amalan mereka sangatlah luar biasa. Sehingga jika mereka memiliki dosa-dosa, maka Allah tidak akan menganggapnya, dan mereka tidak akan dimasukkan ke dalam Neraka.
 
Disebutkan juga dalam hadis-hadis, bahwa salat sunnah itu akan menutupi kekurangan-kekurang pada salat fardhu. Nabi ﷺ bersabda:
 
أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلَاتُهُ، فَإِنْ أَكْمَلَهَا كُتِبَتْ لَهُ نَافِلَةً، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ أَكْمَلَهَا، قَالَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ لِمَلَائِكَتِهِ: انْظُرُوا، هَلْ تَجِدُونَ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَأَكْمِلُوا بِهَا مَا ضَيَّعَ مِنْ فَرِيضَتِهِ، ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى حَسَبِ ذَلِكَ} سنن ابن ماجه (1/ 458{(
 
“Pertama yang akan dihisab atas seorang hamba pada Hari Kiamat adalah salatnya. Jika ia menyempurnakannya, maka akan ditulis baginya pahala nafilah. Jika tidak menyempurnakannya, Allah Subhaanahu berkata kepada malaikat-Nya: “Lihatlah, apakah kalian mendapati ia mempunyai ibadah thathawu’? Dengannya sempurnakanlah ibadah wajibnya yang kurang. ” Kemudian semua amalan akan diperlakukan seperti itu.” [HR. Ibnu Majah 1/458 no. 1426]
 
Maka tatkala seseorang melakukan dosa, hendaknya dia segera melakukan kebaikan. Kata Nabi ﷺ:
 
اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ} سنن الترمذي (4/ 355{(
 
“Bertakwalah kamu kepada Allah di mana saja kamu berada, dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya. Serta pergauilah manusia dengan akhlak yang baik.” [HR. Tirmidzi 4/355 no. 1987]
 
4. Doa Kaum Mukminin Kepadanya
 
Doa kaum Mukminin kepada seseorang itu dapat menggugurkan dosa. Contoh akan hal ini adalah doa kaum Mukminin dalam Salat Jenazah. Salah satu doa yang diajarkan Nabi ﷺ untuk dibaca ketika Salat Jenazah adalah:
 
اللهُمَّ، اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الْأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلًا خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ – أَوْ مِنْ عَذَابِ النَّارِ} صحيح مسلم (2/ 662{(
 
“ALLAHUMMAGHFIR LAHU WARHAMHU WA ‘AAFIHI WA’FU ‘ANHU WA AKRIM NUZULAHU WA WASSI’ MUDKHALAHU WAGHSILHU BILMAA`I WATS TSALJI WAL BARDI WA NAQQIHI MINAL KHATHAAYAA KAMAA NAQQAITATS TSAUBAL ABYADLA MINAD DANASI WA ABDILHU DAARAN KHAIRAN MIN DAARIHI WA AHLAN KHAIRAN MIN AHLIHI WA ZAUJAN KHAIRAN MIN ZAUJIHI WA ADKHILHUL JANNATA WA A’IDZHU MIN ‘ADZAABIL QABRI AU MIN ‘ADZAABIN NAAR
 
Artinya:
Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya. Kasihanilah ia, lindungilah ia, dan maafkanlah ia. Muliakanlah tempat kembalinya. Lapangkanlah kuburnya. Bersihkanlah ia dengan air, salju, dan air yang sejuk. Bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran. Dan gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di Akhirat-, serta gantilah keluarganya -di dunia-, dengan keluarga yang lebih baik, dan pasangan di dunia, dengan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam Surga-Mu, dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api Neraka.” [HR. Muslim 2/662 no. 963]
 
Inti dari Salat Jenazah adalah doa. Oleh karenanya dalam Salat Jenazah tidak ada rukuk maupun sujud. Salat Jenazah dibuka dengan membaca Surat Al-Fatihah, kemudian membaca salawat kepada Nabi, kemudian berdoa. Dan hal itu juga merupakan yang kita lakukan ketika hendak berdoa, yaitu memuji Allah, bersalat kepada Nabi Muhammad ﷺ, lalu berdoa.
 
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa doa kaum Mukminin dapat menggugurkan dosa adalah hadis Nabi ﷺ:
 
مَا مِنْ مَيِّتٍ يُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنَ النَّاسِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، يَبْلُغُونَ أَنْ يَكُونُوا مِائَةً، فَيَشْفَعُونَ لَهُ، إِلَّا شُفِّعُوا فِيهِ} مسند أحمد بن حنبل (3/ 266{(
 
“Tidaklah seseorang meninggal, kemudian disalatkan oleh kaum Muslimin yang mencapai seratus orang, kemudian mereka memohon syafaat untuknya, melainkan ia akan diberi syafaat karena mereka.” [HR. Ahmad 3/266 no. 13830]
 
مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ، فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا، لَا يُشْرِكُونَ بِاللهِ شَيْئًا، إِلَّا شَفَّعَهُمُ اللهُ فِيهِ} صحيح مسلم (2/ 655{(
 
“Tidaklah seorang Muslim meninggal dunia dan disalatkan oleh lebih dari empat puluh orang, yang mana mereka tidak menyekutukan Allah, niscaya Allah akan mengabulkan doa mereka untuknya.” [HR. Muslim 2/655 no. 948]
 
Oleh karenanya, jika kita ingin agar dosa-dosa kita diampuni, maka mintalah agar yang menyalatkan jenazah kita kelak adalah orang-orang yang bertauhid dan tidak memersekutukan Allah. Oleh karenanya jangan pula seseorang lupa untuk mendoakan kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia. Orang tua yang sudah tidak bisa bagi kita untuk berbuat baik secara duniawi kepadanya, maka yang mereka butuhkan adalah doa dari anak-anaknya. Dan salah satu di antara ciri-ciri anak yang saleh adalah yang senantiasa mendoakan kedua orang tuanya. Nabi ﷺ bersabda:
 
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ} صحيح مسلم (3/ 1255{(
 
“Apabila salah seorang manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara:
• Sedekah jariyah,
• Ilmu yang bermanfaat baginya, dan
• Anak saleh yang selalu mendoakannya.” [HR. Muslim 3/1255 no. 1631]
 
5. Orang-orang yang beramal saleh untuknya setelah dia meninggal dunia
 
Seseorang yang jika telah meninggal dunia, dia bisa mengambil manfaat dari beberapa sisi. Oleh karenanya Imam Syafi’i berkata:
 
يلحق الميت من فعل غيره وعمله ثلاث، حج يؤدى عنه ومال يتصدق به عنه أو يقضى ودعاء } الأم (4/ 120{(
 
“Ada tiga perkara yang seorang mayyit diikutkan pahalanya dari perbuatan orang lain:
• Haji yang ditunaikan untuk mayit (badal haji),
• Harta yang disedekahkan atas namanya atau yang dibayarkan, dan
• Doa.” [Al-Umm 4/120]
 
Ijmak ulama mengatakan, bahwa ketiga hal tersebut pahalanya akan sampai. Adapun jika amalan itu dikerjakan sendiri, maka tidak ada khilaf akan hal itu. Oleh karenanya Nabi ﷺ bersabda:
 
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ} صحيح مسلم (3/ 1255{(
 
“Apabila salah seorang manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya, dan anak saleh yang selalu mendoakannya.” [HR. Muslim 3/1255 no. 1631]
 
Maka dari itu seseorang tidak akan bisa mendapatkan hasil melainkan dari usahanya. Allah ﷻ berfirman:
 
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى (39)
 
“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” [QS. An-Najm : 39]
 
Akan tetapi ada amalan orang lain yang bermanfaat bagi dirinya, meskipun telah meninggal dunia, sebagaimana perkataan Imam Syafi’i, yaitu haji dan umrah yang diniatkan untuknya, sedekah atas namanya, dan doa orang lain terhadapanya.
 
Maka ketika ada orang tua yang memiliki anak saleh, kemudian anak-anak tersebut berhaji dengan niat pahala untuk kedua orang tuanya, meskipun orang tuanya telah meninggal dunia dan tidak memiliki pahala haji, tetap dia akan mendapatkan pahala haji. Atau seorang anak membangun masjid dan diniatkan pahalanya untuk orang tunya. Maka pahalanya akan mengalir kepada orang tuanya. Begitu pula dengan sedekah-sedekah orang lain yang diniatkan untuknya. Dan pahala-pahala tersebut mampu menggugurkan dosa-dosa seseorang yang telah meninggal dunia. Inilah juga pentingnya seseorang memiliki anak-anak yang saleh dan salihah, agar kelak mereka masih mengingat orang tuanya, meskipun jika telah meninggal dunia.
 
6. Syafaat Nabi ﷺ
 
Terlalu banyak dalil yang menunjukkan, bahwa Nabi ﷺ memberi syafaat kepada umatnya. Nabi ﷺ bersabda:
شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي} سنن الترمذي (4/ 625{(
 
“Syafaatku untuk umatku yang berbuat dosa dosa besar.” [HR. Tirmidzi 4/625 no. 2436)
 
Akan tetapi perlu diketahui, bahwa ada syarat seseorang untuk bisa mendapatkan syafaat Nabi ﷺ, yaitu tidak boleh berbuat syirik. Oleh karenanya tatkala Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullahﷺ:
 
يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ القِيَامَةِ؟ فَقَالَ: ” لَقَدْ ظَنَنْتُ، يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، أَنْ لاَ يَسْأَلَنِي عَنْ هَذَا الحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ، لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الحَدِيثِ، أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ مَنْ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، خَالِصًا مِنْ قِبَلِ نَفْسِهِ }صحيح البخاري (8/ 117{(
 
“Wahai Rasulullah, siapa manusia yang paling beruntung dengan syafaatmu padaHari Kiamat?” Nabi ﷺ menjawab: “Hai Abu Hurairah, saya sudah beranggapan, bahwa tak seorang pun lebih dahulu menanyakan masalah ini kepadaku daripada dirimu, dikarenakan kulihat semangatmu mencari hadis. Manusia yang paling beruntung dengan syafaatku pada Hari Kiamat adalah yang mengucapkan Laa-ilaaha-illa-llaah dengan tulus dari lubuk hatinya.” [HR. Bukhari 8/117 no. 6570]
 
Oleh karenanya, orang yang ikhlas karena Allah, tidak mengharapkan pujian dan pengakuan orang lain terhadap amalannya, atau senantiasa menyembunyikan amalannya, maka pasti dia adalah orang yang paling bahagia untuk mendapatkan syafaat Nabi ﷺ kelak. Akan tetapi jika ternyata dia melakukan kesyirikan, dia ujub, riya’ dan memamerkan amal salehnya, maka kecil kemungkinan dia akan mendapatkan syafaat Nabi ﷺ.
 
Dalam hadis lain Nabi ﷺ juga bersabda:
 
لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ، فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ، وَإِنِّي اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا} صحيح مسلم (1/ 189{(
 
“Setiap nabi memiliki doa yang mustajab. Maka setiap nabi menyegerakan doanya. Dan sesungguhnya aku menyembunyikan doaku, sebagai syafaat bagi umatku pada Hari Kiamat. Dan insya Allah syafaatku akan mencakup orang yang mati dari kalangan umatku, yang tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu apa pun.” [HR. Muslim no. 199]
 
Oleh karenanya, jika seseorang ingin mendapatkan syafaat Nabi ﷺ, maka jangan melakukan kesyirikan. Karena ketika Nabi ﷺ telah memberikan syafaat, maka dosa-dosa pun berguguran. Oleh karenanya Nabi ﷺ mengatakan:
 
شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي} سنن الترمذي (4/ 625{(
 
“Syafaatku untuk umatku yang berbuat dosa dosa besar.” [HR. Tirmidzi 4/625 no. 2436)
 
Jadi dosa-dosa seseorang bisa berguguran karena syafaat Nabi ﷺ. Semoga Allah menganugerahkan kita semua syafaat Nabi ﷺ.
 
7. Musibah dapat menggugurkan dosa
 
Sangat banyak dalil yang menunjukkan, bahwa musibah yang menimpa seseorang bisa menggugurkan dosa-dosa. Di antaranya firman Allah ﷺ:
 
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30)
 
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” [QS. Asy-Syura : 30]
 
Ayat ini menunjukkan, bahwa di setiap musibah Allah juga akan memaafkan dosa-dosa. Jika sekiranya Allah memberikan musibah atas setiap dosa, maka tentu kita akan binasa. Akan tetapi Allah memberikan musibah atas sebagian dosa, dan Allah mengampuni sebagian dosa yang lain.
 
Nabi ﷺ juga bersabda:
 
مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ} صحيح البخاري (7/ 114{(
 
“Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan, bahkan duri yang melukainya, melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya.” [HR. Bukhari 7/ 114 no. 5641]
 
Oleh karenanya, segala perkara yang tidak kita senangi, selama kita menghadapinya dengan baik dan bersabar, maka akan menggugurkan dosa-dosa kita. Bahkan terkadang Allah hanya memberikan musibah yang kecil berupa kegelisahan kepada seorang hamba. Atau Allah memberikan musibah kecil seperti demam untuk menggugurkan dosa seorang hamba. Oleh karenanya, dalam sebuah hadis Nabi ﷺ juga mengatakan:
 
لَا تَسُبِّي الْحُمَّى، فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ، كَمَا يُذْهِبُ الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ} صحيح مسلم (4/ 1993{(
 
“Janganlah kamu mencela demam, karena ia menghilangkan dosa anak Adam, sebagaimana alat pemanas besi mampu menghilangkan karat.” [HR. Muslim 4/1993 no. 2575]
 
Bukankan ketika kita menjenguk orang sakit, kita juga disunnahkan untuk mengatakan kepada mereka “Semoga sakit ini menggugurkan dosa-dosamu, insyaallah.” Ini membuktikan, bahwa sakit yang kita anggap sebagai musibah, bisa menggugurkam dosa, walaupun musibah yang menimpa kita hanya berupa kesedihan atau kekhawatiran, dan hal kecil lainnya. Oleh karenanya, ketika kita mendapatkan suatu musibah sekecil apapun, maka hendaknya kita mengahadapinya dengan baik dan sabar, karena dengan begitu dosa-dosa kita bisa berguguran.
 
Bahkan ketika seseorang senantiasa diberi musibah demi musibah, maka kelak dia akan berjalan di Akhirat dengan tanpa dosa sama sekali. Nabi ﷺ bersabda:
 
إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ العُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَافِيَ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ} سنن الترمذي (4/ 601{(
 
“Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, maka Allah menyegerakan hukumannya di dunia. Dan apabila Allah menghendaki keburukan kepada hamba-Nya, maka Allah menahan dosanya sehingga dia terima kelak di Hari Kiamat.” [HR. Tirmidzi 4/601 no. 2396]
 
Dalam hadis lain Nabi ﷺ bersabda:
 
عِظَمُ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ} سنن ابن ماجه (2/ 1338{(
 
“Besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan. Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Oleh karena itu, barang siapa rida (menerima cobaan tersebut), maka baginya keridaan. Dan barang siapa murka, maka baginya kemurkaan.” [HR. Ibnu Majah 2/1338 no. 4021]
 
Oleh karenanya, ketika seseorang menghadapi suatu musibah sekecil apapun dengan bersabar, maka hal tersebut akan menghapuskan dosa-dosanya, dan juga menaikkan derajtanya. Akan tetapi ketika seseorang mendapatkan musibah dan dia bersifat marah dan tidak senang kepada Allah ﷻ, maka musibah tersebut tidak akan menghapuskan dosa-dosa, dan akan menurunkan derajat seseroang. Oleh karenanya hadapilah setiap musibah dengan baik dan sabar.
 
Namun perlu diingat, bahwa bukan berarti boleh seseorang meminta musibah kepada Allah agar digugurkan dosa-dosanya. Karena Nabi ﷺ telah bersabda:
 
أَيُّهَا النَّاسُ، لاَ تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ العَدُوِّ، وَسَلُوا اللَّهَ العَافِيَةَ، فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا، وَاعْلَمُوا أَنَّ الجَنَّةَ تَحْتَ ظِلاَلِ السُّيُوفِ} صحيح البخاري (4/ 51{(
 
“Wahai sekalian manusia, janganlah kalian mengharapkan bertemu dengan musuh. Tapi mintalah kepada Allah keselamatan. Dan apabila kalian telah bertemu musuh, maka bersabarlah. Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya Surga itu terletak di bawah naungan pedang-pedang.” [HR. Bukhari 4/51 no. 2966]
 
Artinya adalah, jangan seseorang meminta musibah kepada Allah. Akan tetapi jika musibah menimpa seseorang, maka hendaknya dia bersabar menghadapinya. Lebih baik Allah mengampuni dosa-dosa kita dengan istighfar, daripada harus diberikan musibah. Akan tetapi terkadang ada dosa-dosa yang tidak Allah ampuni dengan istighfar, karena kekurangan-kekurangan dari istighfar seseorang, sehingga Allah menghapusnya dengan musibah yang ditimpakan kepada seorang hamba.
 
8. Penghimpitan dalam kubur dapat menggugurkan dosa
 
Ketika seseorang telah masuk ke dalam kuburnya, orang-orang akan mengalami yang namanya fitnah kubur. Yaitu pertanyaan yang akan diberikan oleh malaikat Munkar dan Nakir. Malaikat Munkar dan Nakir datang dalam keaadan berwarna hitam dan biru. Nabi ﷺ bersabda:
 
إِذَا قُبِرَ الْمَيِّتُ أَوْ قَالَ أَحَدُكُمْ أَتَاهُ مَلَكَانِ أَسْوَدَانِ أَزْرَقَانِ يُقَالُ لأَحَدِهِمَا الْمُنْكَرُ وَالآخَرُ النَّكِيرُ }سنن الترمذي (3/ 375{(
 
“Apabila mayit atau salah seorang dari kalian sudah dikuburkan, ia akan didatangi dua malaikat berwarna hitam dan biru. Salah satunya bernama Mungkar, dan yang lainnya bernama Nakir.” [HR. Tirmidzi 3/375 no. 1071]
 
Kemudian setelah itu terjadi Dhagthah, yaitu dia merasa dihimpit oleh kuburan. Dan setiap orang akan mengalami hal tersebut di kuburannya. Dalam salah satu hadis, Nabi ﷺ bersabda:
 
إِنَّ لِلْقَبْرِ ضَغْطَةً، وَلَوْ كَانَ أَحَدٌ نَاجِيًا مِنْهَا نَجَا مِنْهَا سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ} مسند أحمد بن حنبل (40/ 327{(
 
“Sesungguhnya di dalam kubur ada tekanan. Dan jika seseorang bisa selamat darinya, maka dia adalah Sa’ad bin Mu’adz.” [HR. Ahmad 6/55 no. 24328]
 
Sa’ad bin Mu’adz adalah seorang sahabat yang meninggal karena terkena busur panah saat Perang Khandaq. Ketika Nabi ﷺ mengetahui berita meninggalnya, maka Nabi ﷺ berkata:
 
اهْتَزَّ العَرْشُ لِمَوْتِ سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ} صحيح البخاري (5/ 35{(
 
“‘Arsy bergetar sebab meninggalnya Sa’adz bin Mu’adz.” [HR. Bukhari 5/35 np. 3803]
 
Dalil-dalil ini membuktikan Sa’adz bin Mu’adz adalah orang yang sangat saleh. Akan tetapi tetap saja dia juga tidak lolos dari yang namanya penghimpitan di alam kubur. Dhagthah ini bukanlah siksa kubur, melainkan sesuatu yang memang dialami oleh seorang Mukmin di alam kubur, sebagaimana kelaziman hidup lainnya, seperti orang pasti akan merasakan sakratul maut ketika hendak meninggal dunia. Dan kelaziman-kelaziman seperti itu akan mengurangi dosa-dosa seseorang. Maka begitupula halnya dengan orang yang masuk ke dalam kubur, dia akan merasakan Dhagthah (penghimpitan), yang keadaan itu bisa menggugurkan dosa-dosanya. Ketika seseorang di alam kubur bisa menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir dengan benar, maka dia akan mendapatkan nikmat kubur, yang di antaranya adalah diluaskannya kuburnya, sehingga dia tidak lagi merasakan Dhaghthah. Akan tetapi jika seseroang tidak bisa menjawabnya, maka dia akan mendapatkan azab kubur.
 
9. Kondisi berat pada Hari Kimat bisa menggugurkan dosa-dosa
 
Seseorang ketika telah dibangkitkan pada Hari Kiamat, maka dia akan mengalami kondisi yang sangat berat. Nabi ﷺ bersabda:
 
يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ – أَوْ قَالَ: الْعِبَادُ – عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا ” قَالَ: قُلْنَا: وَمَا بُهْمًا؟ قَالَ: ” لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ} مسند أحمد بن حنبل (3/ 459{(
 
“Manusia akan dikumpulkan pada Hari Kiamat, atau bersabda dengan redaksi para hamba- dalam keadaan tidak berpakaian, tidak berkhitan, dan tidak buhman” Lalu kami bertanya, “Apakah buhman itu?” Beliau ﷺ bersabda: “Tidak ada sesuatu pun yang kalian bawa.” [HR. Ahmad 3/459 no. 16085]
 
تُدْنَى الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ الْخَلْقِ، حَتَّى تَكُونَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيلٍ، فَيَكُونُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ، فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى كَعْبَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى حَقْوَيْهِ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا} صحيح مسلم (4/ 2196{(
 
“Pada Hari Kiamat, matahari di dekatkan ke manusia hingga sebatas satu mil. Lalu mereka bercucuran keringat sesuai amal perbuatan mereka. Di antara mereka ada yang berkeringat hingga tumitnya, ada yang berkeringat hingga lututnya, ada yang berkeringat hingga pinggang, dan ada yang benar-benar tenggelam oleh keringat.” [HR. Muslim 4/2196 no. 2864]
 
Kemudian ketika tiba masa persidangan dan dihisab, tentunya seseorang mengalami perkara yang amat berat. Ketika itu seseorang akan dengan jelas melihat aib-aib dirinya yang selama di dunia disembunyikan. Kemudian seseorang juga akan mengalami hal-hal yang berat ketika hendak melewati Sirath. Dan Nabi ﷺ telah bersabda tentang sifat-sifatnya:
 
دَحْضٌ مَزِلَّةٌ فِيهِ خَطَاطِيفُ وَكَلَالِيبُ وَحَسَكٌ تَكُونُ بِنَجْدٍ فِيهَا شُوَيْكَةٌ يُقَالُ السَّعْدَانُ… أَنَّ الْجِسْرَ أَدَقُّ مِنْ الشَّعْرَةِ وَأَحَدُّ مِنْ السَّيْفِ.} صحيح مسلم (1/167{(
 
“Licin (lagi) mengelincirkan, di atasnya ada besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok. Ia bagaikan pohon berduri di Nejd, dikenal dengan pohon Sa’dan…Jembatannya lebih kecil dari rambut, dan lebih tajam dari pedang.” [HR. Muslim 1/167 no. 183]
 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, bahwa seluruh kondisi-kondisi ini akan mengurangi dosa-dosa seorang hamba. Oleh karenanya, tatkala melewati Sirath, ada sebagain dari kaum Muslimin yang tatkala melewatinya harus tercabik-cabik badannya, sampai-sampai dia tidak bisa berjalan kecuali dengan perutnya. Akan tetapi hal itu tidak membuat dia masuk ke dalam Neraka, melainkan dia akan tetap sampai ke Surga. Hanya saja apa yang dia alami ketika melintasi Sirath adalah sebagai penggugur dosa-dosanya.
 
10. Rahmat dan ampunan Allah tanpa sebab dari hamba, bisa menggugurkan dosa-dosa
 
Sangat mudah bagi Allah ﷻ untuk menggugurkan dosa seorang hamba secara tiba-tiba, karena kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Oleh karenanya Allah ﷻ berfirman:
 
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30)
 
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).”[QS. Asy-Syura : 30]
 
Ini menunjukkan, bahwa tidak ada sebab khusus untuk Allah mengampuni kesalahan seorang hamba. Akan tetapi rahmat dan ampunan tersebut diberikan karena kasih sayang Allah kepada seoorang hamba.
 
Demikianlah di antara sepuluh sebab-sebab yang dapat menggugurkan dosa-dosa. Dan semoga kita menjadi orang-orang yang digugurkaan dosa-dosanya oleh Allah ﷻ.
 
 
 
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA
SEPULUH SEBAB PENGGUGUR DOSA