بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#KisahMuslim
#DakwahTauhid
SECERCAH HIDAYAH
Dari Abdul Wahid bin Zaid berkata:
“Ketika itu kami naik perahu, angin kencang berhembus menerpa perahu kami, sehingga kami terdampar di suatu pulau. Kami turun ke pulau itu, dan mendapati seorang laki-laki sedang  menyembah patung.
”Kami mendatanginya berkata kepadanya:
“Wahai seorang lelaki, siapa yang engkau sembah?
Maka ia menunjuk ke sebuah patung.
Maka kami berkata: ‘Di antara kami, para penumpang perahu ini tidak ada yang melakukan seperti yang kamu perbuat. Patung ini bukanlah Ilaah yang berhak untuk diibadahi.
Dia bertanya: ‘(Kalau demikian, pent), apa yang kalian sembah?
’Kami menjawab: ‘Kami menyembah Allah.’
Dia bertanya: ‘Siapakah Allah?’
Kami menjawab: ‘Dzat yang memiliki ‘Arsy di langit dan kekuasaan di muka bumi.’
Dia bertanya: ‘Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?’
Kami jawab: “Telah mengutus kepada kami (Allah) Raja yang Maha Agung, Maha Pencipta Lagi Maha Mulia, seorang Rosul yang mulia. Maka rasul itulah yang menerangkan kepada kami tentang hal itu.’
Dia bertanya: ‘Apa yang dilakukan rasul itu?’
Kami menjawab:  ‘Beliau telah  menyampaikan risalah-Nya, kemudian Allah mencabut ruhnya.‘
Dia bertanya: ‘Apakah dia tidak meninggalkan sesuatu tanda kepada kalian?’
Kami menjawab: ‘Tentu’
Ia berkata: ‘Apa yang ia tinggalkan?’
Kami menjawab: ‘Dia meninggalkan Kitabullah untuk kami.
Dia berkata: ‘Coba kalian perlihatkan kitab Al Malik  (Kitabullah, pent) itu kepadaku! Maka seyogyanya kitab para raja itu adalah kitab yang sangat baik.
Kemudian kami memberikan mushaf kepadanya.
Dia berkata: ‘Alangkah bagusnya (mushaf) ini.’ Lalu kami membacakan sebuah surat dari Alquran  untuknya. Dan kami senantiasa membaca. Tiba-tiba ia menangis,dan kami membaca lagi, dan ia terus menangis, hingga kami selesai membaca surat itu.
Dan ia berkata: ‘Tidak pantas Dzat yang memiliki firman ini didurhakai.’
Kemudian ia masuk Islam dan kami ajari dia syariat-syariat Islam dan beberapa surat dari Alquran. Selanjutnya kami mengajaknya ikut serta dalam perahu.
Ketika kami berlayar dan malam mulai gelap, sementara kami semua beranjak menuju tempat tidur kami, tiba-tiba dia bertanya: ’Wahai kalian, apakah Dzat yang kalian beritahukan kepadaku itu  juga tidur apabila malam telah gelap?’
Kami menjawab: ‘Tidak wahai hamba Allah. Dia Hidup terus, Maha Agung tidak tidur’.
Dia berkata: ‘Seburuk buruk hamba adalah kalian. Kalian tidur, sementara Maula kalian tidak tidur,
Kemudian ia beranjak untuk mengerjakan ibadah dan meninggalkan kami.
Ketika kami sampai di negeri kami, aku berkata kepada teman-temanku: ‘Laki-laki ini baru saja memeluk Islam dan ia adalah orang asing di negeri ini ( sangat cepat jika kita membantunya -pent)
Lalu kami pun mengumpulkan beberapa Dirham dan kami berikan kepadanya.
Ia bertanya: ‘Apakah ini?’
Kami menjawab: ‘Belanjakanlah untuk kebutuhan kebutuhanmu’.
Dia berkata: ”Laa ilaaha illallah. Selama ini aku hidup di suatu pulau yang dikelilingi lautan, aku menyembah patung selain-Nya. Sekalipun demikian, Dia tidak pernah menyia-nyiakan aku …. Maka bagaimana mungkin  Dia (Allah) akan menelantarkanku, sementara aku mengenal-Nya?! ‘ Setelah itu dia pergi meninggalkan kami dan berusaha sendiri untuk (mencukupi ) dirinya.
Dan jadilah ia setelahnya termasuk Kibarush Sholihin sampai meninggalnya.
 
Sumber: At Tawwaabiin, Milik Ibnu Qudamah, 179.
Alih bahasa : Abul Fida Abdulloh As Silasafy