بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
SABAR TERHADAP KEBIJAKAN PENGUASA
>> Bagaimana menyikapi penguasa Muslim yang zalim?
 
Para ulama Ahlus Sunnah dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, telah menggoreskan dalam tinta emas mereka di buku-buku akidah yang mereka tulis, tentang KEWAJIBAH TAAT terhadap penguasa Muslim, meskipun penguasa tersebut adalah penguasa yang zalim (jahat).
 
Berikut ini adalah di antara hadis-hadis Nabi ﷺ yang berkaitan dengan masalah ini. Semoga hal ini bisa menjadi bekal bagi kita dalam menghadapi situasi yang penuh dengan fitnah ini.
 
Kewajiban Taat terhadap Penguasa Muslim, Meskipun dalam Kondisi tidak Ideal
 
Pertama: Hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
 
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
 
اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ
 
“DENGARLAH DAN TAAT, meskipun penguasa (pemimpin) kalian adalah seorang budak Habsyi (budak dari Ethiopia), yang kepalanya seperti kismis (anggur kering) (karena secara fisik, mereka berambut keriting seperti anggur kering yang mengkerut, pen.).” [HR. Bukhari no. 693]
 
Mari kita perhatikan hadis di atas dengan seksama. Dalam kondisi ideal, seorang budak Habsyi tidak sah ditunjuk (dipilih) menjadi khalifah yang mengatur urusan seluruh negeri kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia. Akan tetapi jika realitanya demikian (misalnya ada seorang budak Habsyi yang berhasil memberontak dan diangkat sebagai penguasa atau khalifah yang sah atas seluruh negeri kaum Muslimin), apa perintah Nabi ﷺ kepada kita? TETAP MENDENGAR DAN TAAT.
 
Demikian pula dalam kondisi ideal, seorang wanita tidak boleh menjadi pemimpin. Akan tetapi jika realitanya ada seorang wanita berhasil menjadi penguasa, maka kewajiban kita TETAP MENDENGAR DAN TAAT.
 
Kedua: Hadis dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu
 
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, Nabi ﷺ bersabda:
 
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
 
“Barang siapa membenci tindakan (kebijakan) yang ada pada penguasanya, hendaklah dia BERSABAR. Karena siapa saja yang keluar dari (ketaatan) terhadap penguasa (seakan-akan) sejengkal saja, maka dia akan mati sebagaimana matinya orang-orang jahiliyyah.” [HR. Bukhari no. 7053 dan Muslim no. 1849. Lafal hadis ini milik Bukhari.)
 
Hadis ini sungguh sangat berat diterima oleh orang-orang yang bersemangat melakukan berbagai aksi menentang penguasa. Ketika dia melihat kezaliman penguasa Muslim, apakah yang Nabi ﷺ perintahkan? Apakah melakukan berbagai aksi demonstrasi? Tidak. Akan tetapi, Nabi ﷺ memerintahkan kita untuk BERSABAR.
 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu taala menjelaskan makna “Mati sebagaimana matinya orang-orang jahiliyyah” dalam hadis di atas dengan mengatakan:
 
فَقَدْ ذَكَرَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبُغَاةَ الْخَارِجِينَ عَنْ طَاعَةِ السُّلْطَانِ وَعَنْ جَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ وَذَكَرَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إذَا مَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً؛ فَإِنَّ أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ لَمْ يَكُونُوا يَجْعَلُونَ عَلَيْهِمْ أَئِمَّةً؛ بَلْ كُلُّ طَائِفَةٍ تُغَالِبُ الْأُخْرَى
 
“Nabi ﷺ menyebutkan pemberontak yang keluar dari ketaatan terhadap penguasa (pemerintah) yang sah, dan keluar dari jamaah kaum Muslimin (yaitu ikatan jamaah kaum Muslimin di bawah satu komando penguasa, pen.). Beliau ﷺ menyebutkan, jika mereka mati, mereka mati sebagaimana matinya orang-orang jahiliyyah. Karena orang-orang jahiliyyah tidaklah menjadikan satu orang pemimpin di tengah-tengah mereka yang mengatur kehidupan mereka. Akan tetapi, satu kabilah (suku) akan memerangi suku yang lainnya.” [Majmu Al-Fataawa, 28/487]
 
Berdasarkan penjelasan Ibnu Taimiyyah di atas, “Mati jahiliyyah” bukanlah mati di atas kekafiran sebagaimana anggapan sebagian kelompok yang menyimpang dalam masalah ini. Akan tetapi yang dimaksud adalah orang-orang jahiliyyah dulu (sebelum Islam) tidak mempunyai penguasa. Tidak ada satu penguasa sah (resmi) di Mekah pada masa jahiliyyah yang mengatur urusan-urusan mereka. Padahal kota Mekah itu terdiri atas berbagai suku (kabilah). Jadilah mereka hidup di atas fanatisme kesukuan. Mereka akan memerangi kabilah lain untuk bertahan hidup.
 
Ketiga: Hadis dari ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu
 
Junadah bin Abi Umayyah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami menemui ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu ketika beliau sedang dalam kondisi sakit. Kami mengatakan: “Semoga Allah taala memerbaiki keadaanmu (menyembuhkanmu, pen.). Sampaikanlah kepada kami suatu hadis yang engkau dengar dari Nabi ﷺ. Semoga Allah memberikan manfaat (pahala) kepadamu dengan sebab hadis yang engkau sampaikan (kepada kami).”
 
Sahabat ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu mengatakan:
 
دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ، فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا: أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا، وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا، وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ، إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا، عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
 
“Nabi ﷺ berdakwah kepada kami, dan kami pun berbaiat kepada beliau. Maka Nabi ﷺ mengatakan di antara poin baiat yang beliau ambil dari kami, Nabi ﷺ meminta kepada kami untuk mendengar dan taat kepada penguasa, baik (perintah penguasa tersebut) kami bersemangat untuk mengerjakannya, atau kami tidak suka mengerjakannya, baik (perintah penguasa tersebut) diberikan kepada kami dalam kondisi sulit (repot), atau dalam kondisi mudah (lapang). Juga meskipun penguasa tersebut mementingkan diri sendiri (yaitu, dia mengambil hak rakyat untuk kepentingan dirinya sendiri dan kroni-kroninya, pen.), dan supaya kami tidak merebut kekuasaan dari pemegangnya (maksudnya, jangan memberontak, pen.). Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata (tampak terang-terangan atas semua orang, pen.), dan kalian memiliki bukti di hadapan Allah taala bahwa itu adalah kekafiran.” [HR. Bukhari no. 7056 dan Muslim no. 1709]
 
Dalam hadis di atas Nabi ﷺ memerintahkan kita untuk tetap MENDENGAR DAN TAAT kepada penguasa Muslim yang zalim. Yaitu meskipun perintahnya tidak kita sukai (kita benci), dan meskipun penguasa tersebut menzalimi hak-hak rakyat demi kepentingan dirinya sendiri.
 
Keempat: Hadis dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu
 
Dari Nafi’, dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
 
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى المَرْءِ المُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
 
 
“MENDENGAR DAN TAAT adalah kewajiban setiap Muslim, (baik perintah yang diberikan oleh penguasa) adalah hal-hal yang dia sukai atau dia benci, selama penguasa tersebut tidak memerintahkan maksiat. Jika penguasa tersebut memerintahkan maksiat, maka tidak ada (kewajiban) mendengar dan taat (dalam perintah maksiat tersebut, pen.).” [HR. Bukhari no. 7144 dan Muslim no. 1839]
 
Nabi ﷺ memerintahkan kepada kita, jika penguasa memerintahkan kita berbuat maksiat dalam satu perkara, maka tidak boleh taat dalam satu perintah tersebut. Akan tetapi kita wajib taat dalam (seluruh) perintah lain yang bukan maksiat.
 
Perhatikanlah baik-baik maksud hadis ini, supaya kita tidak salah paham. Karena sebagian orang menyangka, bahwa jika penguasa memerintahkan satu perintah maksiat, itu artinya boleh tidak menaatinya dalam semua perintah lainnya yang bukan maksiat. Ini adalah kekeliruan dan salah paham yang sangat fatal akibatnya. [Kami banyak mengambil faidah dari kitab: Khaqiqatul Khawarij fi Asy-Syar’i wa ‘Abra At-Taarikh, karya Syaikh Faishal Qazaar Al-Jaasim, hal. 20-21 (penerbit Al-Mabarrah Al-Khairiyyah li ‘Uluumi Al-Qur’an wa As-Sunnah, cetakan pertama tahun 1428)]
 
 
Penulis: M. Saifudin Hakim
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
SABAR TERHADAP KEBIJAKAN PENGUASA
SABAR TERHADAP KEBIJAKAN PENGUASA