بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
#NasihatUlama
#DoaZikir
RINGKASAN TABLIGH AKBAR “PILAR-PILAR STABILITAS KEAMANAN NEGARA”
Asy-Syaikh Prof. DR. Abdur Rozzaq bin Abdul Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr hafizhahumallah
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala, dan shalawat serta salam kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, keluarga dan sahabat beliau, serta untaian doa dan ucapan terima kasih kepada panitia dan pengurus masjid, seluruh hadirin, terutama yang datang dari jauh, jazaahumullaahu khayron.
Marilah kita hadirkan dalam diri kita sabda Rasulullah ﷺ:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَه
“Dan tidaklah ada satu kaum yang berkumpul di rumah Allah, membaca kitab Allah, dan saling mengajarkannya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, dicurahkan kepada mereka rahmat, malaikat meliputi mereka, dan Allah menyebut mereka di hadapan malaikat yang ada di sisi-Nya.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Urgensi Keamanan Negara
Betapa urgennya keamanan suatu negeri. Karena tidaklah mungkin kehidupan akan nyaman tanpa keamanan. Maka ini menekankan kepada kita, bahwa keamanan adalah tanggung jawab bersama. Karena urusan agama maupun dunia tidak akan berjalan dengan baik tanpa keamanan. Maka wajib bagi kaum Muslimin untuk saling membantu dalam menjaga keamanan, dan menjauh dari berbagai fitnah dan kekacauan.
Menjaga Keamanan Adalah Konsekuensi Keimanan
Keamanan tanggung jawab setiap diri, karena menjaga keamanan adalah konsekuensi keimanan. Barang siapa yang tidak menjaga keamanan, atau menyebabkan kekacauan, maka dia telah menghilangkan bagian keimanan dari dirinya. Rasulullah ﷺ bersabda:
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِالْمُؤْمِنِ ؟ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ، وَالْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ النَّاسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ الْخَطَايَا وَالذَّنُوبَ
Maukah kalian aku kabarkan siapakah seorang Mukmin?
- Mukmin (orang yang beriman) adalah seorang yang manusia merasa aman kepadanya atas harta dan jiwa mereka,
- Muslim (orang yang beragama Islam) adalah seorang yang manusia selamat dari lisan dan tangannya,
- Mujahid (orang yang berjihad) adalah seorang yang memerangi nafsunya, agar taat kepada Allah,
- Muhajir (orang yang berhijrah) adalah seorang yang berhijrah meninggalkan kesalahan dan dosa.
[HR. Ahmad dari Fudhalah bin Ubaid radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 549]
Rasulullah ﷺ juga bersabda dalam haji Wada’:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ، وَأَمْوَالَكُمْ، وَأَعْرَاضَكُمْ، بَيْنَكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا
“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan-kehormatan kalian adalah haram (wajib dimuliakan) atas kalian, seperti mulianya hari kalian ini, di bulan kalian ini dan di negeri kalian ini.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah radhiyallahu’anhu]
Maka setiap Muslim hendaklah mengingat, bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap kewajiban menjaga keamanan. Rasulullah ﷺ bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma]
Urgensi Berdoa Memohon Keamanan Kepada Allah ‘Azza Wa Jalla
Setiap waktu dan bulan berlalu kita mendambakan keamanan. Maka hendaklah kita selalu berdoa kepada Allah untuk memohon keamanan, dan hendaklah kita selalu membaca doa yang sering dibaca Nabi ﷺ setiap pagi dan petang. Sebuah doa yang kita butuhkan dan untuk meneladani Rasulullah ﷺ, serta agar tidak terganggu dari segala sisi, apakah untuk diri kita, keluarga maupun masyarakat.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah ﷺ tidak pernah meninggal doa-doa ini setiap pagi dan petang:
اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي، وَآمِنْ رَوْعَاتِي، اللهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي، وَعَنْ شِمَالِي، وَمِنْ فَوْقِي، وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي
Allaahumma innii as-alukal ‘aafiyah fid dunyaa wal aakhiroh. Allahumma innii as-alukal ‘afwa wal ‘aafiyah fii diinii wa dun-yaya wa ahlii wa maalii. Allahumas-tur ‘awrootii wa aamin row’aatii. Allahummahfazh-nii mim bayni yadayya wa min kholfii wa ‘an yamiinii wa ‘an syimaalii wa min fawqii wa a’udzu bi ‘azhomatika an ughtaala min tahtii.
Artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon keselamatan di dunia dan Akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pemaafan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tenteramkanlah aku dari rasa takut. Ya Allah, peliharalah aku dari depan, belakang, kanan, kiri dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, agar aku tidak disambar dari bawahku.” [HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, At-Ta’liqootul Hisan: 957]
Juga doa yang dibaca oleh Rasulullah ﷺ setiap masuk awal bulan:
اللهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالْإِيمَانِ، وَالسَّلامَةِ وَالْإِسْلامِ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللهُ
Allaahumma ahillahu ‘alayna bil-yumni wal iman, was-salaamati wal Islaam. Rabbi wa Robbukallaah.
Artinya:
“Ya Allah anugerahkanlah kepada kami di bulan baru ini keberkahan dan keimanan, keselamatan dan keislaman. Rabbku dan Rabbmu adalah Allah.” [HR. Ahmad dari Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 1816]
Hendaklah Berusaha Menjaga Nikmat Keamanan
Setelah berdoa, hendaklah kita berusaha menjaga sebab-sebab keamanan, dan berhati-hati jangan merusak keamanan. Rasulullah ﷺ pernah berdoa agar tidak menjadi sebab orang lain terganggu:
اللَّهُمَّ أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ، أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ، أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ، أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ، أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ
Allaahumma a’udzu bika an adhilla au udholla, au azilla au uzalla, au azhlima au uzhlama, au ajhala au yujhala ‘alayya.
Artinya:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari aku tersesat atau aku menyesatkan. Atau aku tergelincir atau aku digelincirkan. Atau aku menzalimi atau aku dizalimi. Atau aku berbuat bodoh atau dibodohi.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Ummu Salamah radhyallahu’anha, Al-Misykah: 2442]
Keamanan Adalah Anugerah Dari Allah
Keamanan adalah nikmat dan anugerah dari Allah ta’ala terhadap siapa yang Dia kehendaki. Allah ta’ala berfirman:
أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آمِنًا يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِنْ لَدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah Haram (Tanah Suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [Al-Qoshosh: 57]
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا آمِنًا وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَكْفُرُونَ
“Apakah mereka tidak memerhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) Tanah Suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran), mereka masih percaya kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah?” [Al-‘Ankabut: 67]
Maka hendaklah kita mengharap, bergantung dan memohon keamanan hanya kepada Allah ‘azza wa jalla.
Keimanan Adalah Kunci Utama Meraih Nikmat Keamanan
Keamanan dan keimanan sangat berhubungan. Apabila keimanan menguat, maka nikmat keamanan akan semakin besar kita rasakan:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan hidayah.” [Al-An’am: 82]
Allah ta’ala juga berfirman:
فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati.” [Al-An’am: 48]
Perhatikanlah juga firman Allah ta’ala:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu, dan mengerjakan amal-amal saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka, agama yang telah diridai-Nya untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada memersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [An-Nur: 55]
Maka hendaklah saling menolong dan menasihati untuk beriman kepada Allah, dan beramal saleh, agar menggapai nikmat keamanan, sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَالْعَصْرِ, إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ, إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi massa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran, dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” [Al-‘Ashr: 1-3]
Mengapa Nikmat Keamanan Negeri Bisa Hilang?
Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan bahaya hilangnya keimanan dan ketakwaan, akan menghilangkan nikmat keamanan, sebagaimana firman-Nya:
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah. Karena itu Allah menimpakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat.” [An-Nahl: 112]
Apabila Diuji Dengan Terjadinya Fitnah ‘Kekacauan’
- Jangan Ikut Mengobarkan Fitnah
Sahabat yang Mulia Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu berkata:
لَا تَكُونُوا عُجُلًا مَذَايِيعَ بُذُرًا، فَإِنْ مِنْ وَرَائِكُمْ بَلَاءً مُبَرِّحًا مُمْلِحًا، وَأُمُورًا مُتَمَاحِلَةً رُدُحًا
“Janganlah kalian tergesa-gesa, yang suka menyiarkan kejelekan, yang menjadi sumber kekacauan, karena sesungguhnya akan datang ujian yang memberatkan lagi menyulitkan, dan munculnya perkara-perkara fitnah yang panjang lagi besar.” [Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod: 327]
Maka beliau memeringatkan tiga perkara ketika muncul fitnah:
Pertama: Jangan Tergesa-Gesa
Sahabat yang Mulia Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu juga berkata:
إِنَّهَا سَتَكُونُ أُمُورٌ مُشْتَبِهَاتٌ، فَعَلَيْكُمْ بِالتُؤَدَةِ، فَإِنَّكَ أَنْ تَكُونَ تَابِعًا فِي الْخَيْرِ، خَيْرًا مِنْ أَنْ تَكُونَ رَأْسًا فِي الشَّرِّ
“Sesungguhnya akan muncul perkara-perkara yang samar. Maka hendaklah kalian pelan-pelan jangan tergesa-gesa. Karena sungguh, engkau menjadi pengikut dalam kebaikan, lebih baik daripada pemimpin dalam kejelekan.” [Al-Ibanah Al-Kubro: 176]
Kedua: Jangan Jadi Tukang Sebar Berita, Karena Itu Akan Membesarkan Fitnah
Ketiga: Jangan Menjadi Sumber dan Bibit Kekacauan
- Merujuk Kepada Ulama Besar Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Jangan terlibat dalam fitnah, baik dengan memberi masukan, pendapat atau tindakan, akan tetapi hendaklah merujuk kepada ulama dan serahkan urusan ini kepada para ulama. Allah ta’ala berfirman:
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Andaikan mereka menyerahkan urusannya kepada Rasul dan Ulil Amri (pemegang urusan dari kalangan umaro dan ulama) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).” [An-Nisa’: 83]
[Faidah Tambahan]
Al-‘Allamah Al-Mufassir Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:
هذا تأديب من الله لعباده عن فعلهم هذا غير اللائق. وأنه ينبغي لهم إذا جاءهم أمر من الأمور المهمة والمصالح العامة ما يتعلق بالأمن وسرور المؤمنين، أو بالخوف الذي فيه مصيبة عليهم أن يتثبتوا ولا يستعجلوا بإشاعة ذلك الخبر، بل يردونه إلى الرسول وإلى أولي الأمر منهم، أهلِ الرأي والعلم والنصح والعقل والرزانة، الذين يعرفون الأمور ويعرفون المصالح وضدها. فإن رأوا في إذاعته مصلحة ونشاطا للمؤمنين وسرورا لهم وتحرزا من أعدائهم فعلوا ذلك. وإن رأوا أنه ليس فيه مصلحة أو فيه مصلحة ولكن مضرته تزيد على مصلحته، لم يذيعوه، ولهذا قال: { لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ } أي: يستخرجونه بفكرهم وآرائهم السديدة وعلومهم الرشيدة.
“Ini adalah pengajaran adab dari Allah ta’ala bagi hamba-hamba-Nya atas perbuatan mereka (tergesa-gesa menyebarkan berita-berita dan mengambil sikap, pen) yang tidak layak. Padahal yang seharusnya mereka lakukan, apabila datang kepada mereka berita tentang urusan besar dan berhubungan dengan kemaslahatan umum, yaitu yang berkaitan dengan keamanan dan perkara yang menyenangkan kaum Mukminin, atau ketakutan yang di dalamnya terkandung musibah atas mereka, maka hendaklah mereka melakukan tatsabbut (memastikan beritanya) dan tidak tergesa-gesa menyiarkan berita tersebut.
Akan tetapi hendaklah mereka kembalikan urusan itu kepada Rasul dan Ulil Amri (pemegang urusan dari kalangan umaro dan orang-orang berilmu) di antara mereka, yaitu orang-orang yang memiliki pandangan, memiliki ilmu, memiliki nasihat (yakni yang pantas menasihati dalam masalah umum, pen), memiliki akal dan memiliki ketenangan (tidak tergesa-gesa dalam memutuskan). Merekalah yang mengetahui kemaslahatan dan kemudaratan.
Maka jika mereka memandang dalam penyiaran berita tersebut terdapat kemaslahatan, kemajuan dan kegembiraan terhadap kaum Muslimin dan penjagaan dari musuh-musuh mereka, baru kemudian boleh disebarkan. Namun jika mereka memandang dalam penyiarannya tidak mengandung maslahat sama sekali, atau terdapat maslahat akan tetapi kemudaratannya lebih besar, maka mereka tidak menyiarkan berita tersebut. Oleh karena itu Allah ta’ala mengatakan: “Tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri),” yakni, orang-orang yang mau mencari kebenaran dapat mengambilnya dari pemikiran dan pandangan mereka yang benar serta ilmu-ilmu mereka yang terbimbing.”
Beliau rahimahullah juga berkata:
وفي هذا دليل لقاعدة أدبية وهي أنه إذا حصل بحث في أمر من الأمور ينبغي أن يولَّى مَنْ هو أهل لذلك ويجعل إلى أهله، ولا يتقدم بين أيديهم، فإنه أقرب إلى الصواب وأحرى للسلامة من الخطأ. وفيه النهي عن العجلة والتسرع لنشر الأمور من حين سماعها، والأمر بالتأمل قبل الكلام والنظر فيه، هل هو مصلحة، فيُقْدِم عليه الإنسان؟ أم لافيحجم عنه؟
Dan dalam ayat ini terdapat dalil bagi kaidah adab, yaitu apabila terjadi pembahasan suatu permasalahan, maka hendaklah diserahkan kepada ahlinya. Hendaklah diserahkan kepada orang yang berhak membahasnya, dan janganlah (orang yang jahil atau tidak mengerti urusan, pen) mendahului mereka. Karena sikap seperti ini lebih dekat kepada kebenaran, dan lebih dapat menyelamatkan dari kesalahan.
Dalam ayat ini juga terdapat larangan tergesa-gesa dan terburu-buru untuk menyebarkan suatu berita, setelah mendengarkan berita tersebut. Dan (dalam ayat ini) terdapat perintah untuk meneliti dan memelajari dengan baik sebelum berbicara: Apakah pembicaraannya itu adalah kemaslahatan sehingga boleh dia lakukan? Ataukah mengandung kemudaratan sehingga patut dijauhi?”
[Taysirul Kariimir Rahman fi Tafsiri Kalaamil Mannan, hal, 184, Maktabah Al-Ma’arif Riyadh]
- Meningkatkan Ibadah
Rasulullah ﷺ bersabda:
الْعِبَادَةُ فِي الْهَرْجِ كَهِجْرَةٍ إِلَيَّ
“Beribadah di masa fitnah seperti berhijrah kepadaku.” [HR. Muslim dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu’anhu]
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الفِتْنَةِ، مَاذَا أُنْزِلَ مِنَ الخَزَائِنِ، مَنْ يُوقِظُ صَوَاحِبَ الحُجُرَاتِ؟ يَا رُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ فِي الآخِرَةِ
“Subhaanallah, fitnah apakah yang turun semalam. Perbendaharaan apakah yang telah turun. Siapakah yang mau membangunkan istri-istriku untuk beribadah? Bisa jadi orang yang berpakaian di dunia, telanjang di Akhirat.” [HR. Al-Bukhari dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha]
- Banyak Berdoa Terutama Di Sepertiga Malam Yang Terakhir
Rasulullah ﷺ bersabda:
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kita tabaaraka wa ta’ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir, seraya berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku jawab doanya. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan permintaannya. Dan siapa yang memohon ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni dia.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
(Insya Allah bersambung di sini…)
Ringkasan Tabligh Akbar PILAR-PILAR STABILITAS KEAMANAN NEGARA di Masjid Istiqlal, Jakarta Indonesia, 29 Jumadil Awwal 1438 / 26 Feb 2017.
Sumber: https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/754675854681899:0
Ringkasan Tabligh Akbar Sebelumnya: “Mencintai Wali-wali Allah” di Masjid Istiqlal, Jakarta Indonesia, 25 Jumadal Akhirah 1437 / 3 April 2016.
Link: https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/592089984273821:0
Peringkas: Sofyan Chalid bin Idham Ruray -ghafarallaahu lahu wa ‘afaa ‘anhu (semoga Allah mengampuni dan memaafkannya)-.
Leave A Comment