بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#SeriPuasaRamadan
#SifatSholatNabi

RINGKASAN PEMBAHASAN SHALAT TARAWIH

Pertama: Makna Shalat Tarawih

Shalat Tarawih adalah:

قيام الليل جماعة في رمضان

“Qiyaamullail (shalat malam) secara berjamaah pada waktu Ramadan. [Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/210]

Dinamakan shalat Tarawih yang bermakna ‘Mengistirahatkan’, karena para sahabat radhiyallahu’anhum melakukan shalat tersebut dengan memanjangkan berdiri, rukuk dan sujud. Dan apabila mereka telah shalat empat rakaat, maka mereka akan beristirahat, sebelum melanjutkan ke rakaat berikutnya. [Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 4/10]

Adapun dilakukan secara berjamaah di masjid, maka itu lebih afdhal. Dan boleh dikerjakan di rumah, namun kurang pahalanya. Kecuali bagi wanita, lebih afdhal di rumah. Dan apabila di satu masjid tidak dikerjakan sesuai Sunnah, maka hendaklah mencari masjid lain yang sesuai Sunnah. Jika tidak mendapatkan masjid lain yang sesuai Sunnah, maka lebih afdhal shalat sendiri di rumah. [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 7/199 no. 6914]

Adapun berpindah-pindah dari satu masjid ke masjid lain (Tarawih keliling) bukan untuk tujuan mencari masjid yang sesuai Sunnah, maka termasuk kesia-siaan. [Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/211]

Kedua: Hukum Shalat Tarawih

Shalat Tarawih Sunnah Mu’akkadah (sangat ditekankan), berdasarkan kesepakatan (Ijma’) ulama, tidak ada perbedaan pendapat. [Lihat Syarhu Muslim lin Nawawi, 6/286 dan Al-Mughni, 2/601, sebagaimana dalam Ash-Shiyaamu fil Islam, hal. 316]

Ketiga: Keutamaan Shalat Tarawih

Keutamaannya sangat besar, di antaranya adalah menjadi sebab dosa-dosa diampuni. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa shalat malam pada waktu Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Syarat Mendapatkan Keutamaan Shalat Tarawih

Keutamaan shalat Tarawih hanya akan didapatkan dengan memenuhi empat syarat, dua syarat terdapat dalam hadis yang mulia ini, dan dua syarat terdapat dalam hadis yang lain:

  • 1) Berdasarkan iman, yaitu iman kepada Allah dan semua yang Allah wajibkan untuk diimani, termasuk mengimani, bahwa shalat Tarawih termasuk Sunnah Rasulullah ﷺ.
  • 2) Mengharapkan pahala, yaitu hanya mengharapkan balasan dari Allah semata-mata, inilah hakikat keikhlasan.
  • 3) Meneladani Rasulullah ﷺ dalam melakukannya. Berdasarkan sabda beliau ﷺ dalam hadis yang lain:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَد

“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada atasnya petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim dari AIsyah radhiyallahu’anha]

  • 4) Menjauhi dan tobat dari dosa besar, karena ini syarat mendapatkan ampunan dengan sebab amalan saleh. Rasulullah ﷺ bersabda:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ

“Shalat yang lima waktu, shalat Jumat sampai Jumat berikutnya, dan puasa Ramadan sampai Ramadan berikutnya, adalah penghapus-penghapus dosa di antara waktu-waktu tersebut, selama dosa besar tidak dilakukan.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

Keempat: Waktu Shalat Tarawih

Waktu shalat Tarawih dimulai ba’da Isya sampai terbit fajar (masuk waktu Subuh), dan hendaklah dilakukan setelah shalat Sunnah ba’da Isya, kemudian Tarawih, kemudian Witir. Adapun melakukannya sebelum shalat Isya, maka tidak sesuai petunjuk Rasulullah ﷺ. [Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 4/60]

Kelima: Hukum Shalat Malam Berjamaah di Selain Ramadan

DIsyariatkan shalat Tarawih secara berjamaah di masjid, dan tidak dIsyariatkan menyengaja shalat malam berjamaah di masjid selain pada waktu Ramadan, karena itu termasuk bid’ah. [Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 4/60]

Kecuali ketika kebetulan sekelompok orang sedang bermalam bersama di suatu rumah di luar bulan Ramadan, lalu mereka melakukan shalat malam bersama di rumah, serta tidak dilakukan terus menerus, maka boleh insya Allah ta’ala, karena Rasulullah ﷺ pernah melakukannya bersama Ibnu Abbas, di lain kesempatan bersama Ibnu Mas’ud, dan di lain kesempatan bersama Hudzaifah radhiyallahu’anhum, namun beliau tidak melakukannya secara berjamaah terus menerus dan tidak di masjid. [Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 4/60-61]

Adapun sebab Rasulullah ﷺ tidak shalat Tarawih secara berjamaah di masjid sepanjang Ramadan, karena beliau khawatir diwajibkan dalam syariat. Dan setelah kematian beliau ﷺ, maka kekhawatiran itu tidak ada lagi, karena syariat telah sempurna, sehingga disunnahkan shalat Tarawih secara berjamaah di masjid sebulan penuh pada waktu Ramadan, dan para sahabat pun mengerjakannya.

Keenam: Berapa Jumlah Rakaat Shalat Tarawih?

Jumlah rakaatnya yang disunnahkan adalah sebelas rakaat, melakukan salam setiap dua rakaat. [Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/210]. Berdasarkan hadis AIsyah radhiyallahu’anha,

مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

“Rasulullah ﷺ tidak menambah shalat malam pada waktu Ramadan, dan tidak pula di bulan lainnya, lebih dari sebelas rakaat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Adapun mengerjakannya sekaligus empat rakaat sekali salam adalah kurang tepat (dalam memahami dalil yang menyebutkan shalat beliau empat rakaat, empat rakaat) karena Rasulullah ﷺ menegaskan, bahwa shalat malam dua rakaat salam, dua rakaat salam (sebagaimana dalam hadis Ibnu Umar yang disebutkan pada poin ketujuh). [Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 11/321]

Dan di antara bentuk shalatnya adalah dua rakaat, dua rakaat sampai sepuluh rakaat dan ditutup dengan Witir satu rakaat terakhir. [Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 11/321.] Berdasarkan hadis AIsyah radhiyallahu’anha:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ عَشْرَ رَكَعَاتٍ، وَيُوتِرُ بِسَجْدَةٍ، وَيَسْجُدُ سَجْدَتَيِ الْفَجْرِ، فَذَلِكَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً

“Rasulullah ﷺ shalat malam sepuluh rakaat dan shalat Witir satu rakaat, dan shalat Sunnah sebelum Subuh dua rakaat, maka semuanya menjadi tiga belas rakaat.” [HR. Abu Daud, Shahih Abi Daud: 1205]

Ketujuh: Hukum Shalat Tarawih Lebih dari Sebelas Rakaat

Menambah lebih dari sebelas rakaat dibolehkan, berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ:

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

“Shalat malam itu dua rakaat, dua rakaat. Maka apabila seorang dari kalian khawatir masuknya waktu Subuh, hendaklah shalat satu rakaat sebagai Witir, untuk menutup shalat yang telah ia kerjakan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma]

Dan telah Shahih riwayat-riwayat dari para sahabat, ada yang melakukan sebelas rakaat dan ada pula yang lebih dari itu. Akan tetapi yang afdhal adalah mengikuti jumlah yang tertera dalam As-Sunnah, yaitu sebelas rakaat, dengan melakukannya perlahan-lahan dan memanjangkan, tanpa memberatkan makmum. [Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 11/322]

Adapun melakukannya dengan cepat sehingga melalaikan kewajiban dan rukun shalat, seperti tidak thuma’ninah, maka shalatnya tidak sah. [Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/211]

Dan dibolehkan membaca mushaf bagi imam, terutama demi memanjangkan shalat Tarawih. [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 7/203-204, no. 2238]

Hukum Shalat Tarawih Dua Sesi

Hadis yang mulia ini menunjukkan bolehnya shalat malam tanpa batasan jumlah rakaat dan dikerjakan setiap dua rakaat salam, sampai apabila mendekati waktu Subuh, hendaklah ditutup dengan Witir satu rakaat, karena tiga rakaat atau lebih, waktunya tidak mencukupi.

Oleh karena itu dibolehkan insya Allah, melakukan shalat malam dua sesi atau lebih, karena batasan jumlah rakaat shalat malam atau shalat Tarawih tidak terbatas.

Namun dengan syarat: Apabila telah melakukan shalat Witir di sesi pertama, maka tidak boleh melakukan shalat Witir lagi di sesi yang kedua. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ

“Tidak boleh melakukan dua kali shalat Witir dalam satu malam.” [HR. Abu Daud dari Thalq bin Ali radhiyalahu’anhu, Shahih Abi Daud: 1293]

Perhatian: Apabila imam telah salam setelah Witir di sesi kedua, hendaklah jamaah yang telah shalat Witir di sesi pertama jangan ikut salam, melainkan menambah satu rakaat lagi kemudian salam, agar tidak menjadi Witir.

Bagaimana dengan Hadis yang Memerintahkan Shalat Witir Sebagai Akhir Shalat Malam?

Rasulullah ﷺ bersabda:

 اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

“Jadikanlah Witir sebagai shalat terakhir kalian di waktu malam.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma]

Jawabannya: Perintah menjadikan Witir sebagai akhir shalat malam tidak wajib, karena Rasulullah ﷺ sendiri pernah shalat lagi setelah Witir, sebagaimana dalam hadis AIsyah radhiyallahu’anha:

 كَانَ يُصَلِّي ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي ثَمَانَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ يُوتِرُ، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَرَكَعَ، ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالْإِقَامَةِ مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ

“Rasulullah ﷺ melakukan shalat tiga belas rakaat, dengan cara beliau shalat delapan rakaat, kemudian beliau shalat Witir (tiga rakaat). Kemudian beliau shalat dua rakaat dalam keadaan duduk. Maka ketika beliau hendak rukuk, beliau berdiri terlebih dahulu, kemudian rukuk. Kemudian beliau shalat dua rakaat di antara azan dan iqomah shalat Subuh.” [HR. Muslim]

Nabi ﷺ juga menganjurkan Witir sebelum tidur bagi yang khawatir tidak bisa bangun malam, dan tidak ada larangan baginya untuk shalat malam, apabila ia bisa bangun. Rasulullah ﷺ bersabda:

 مَنْ خَافَ أَنْ لَا يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ، وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ، فَإِنَّ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ، وَذَلِكَ أَفْضَلُ

“Barang siapa khawatir tidak dapat bangun malam, maka hendaklah ia shalat Witir di awal malam. Dan barang siapa optimis dapat bangun malam, maka hendaklah ia shalat Witir di akhir malam, karena sesungguhnya shalat di akhir malam itu disaksikan (oleh para malaikat rahmat). Maka itu lebih afdhal.” [HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu’anhu]

Kedelapan: Jangan Tinggalkan Imam Sebelum Selesai Tarawih dan Witir

Hendaklah melakukan shalat Tarawih dan Witir bersama imam sampai selesai, baik imam shalat sebelas rakaat maupun lebih. Ikuti terus shalat imam dari awal sampai selesai. Jangan meninggalkan imam sebelum selesai. [Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/211]. Rasulullah ﷺ bersabda:

 إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

“Sesungguhnya, barang siapa yang shalat (Tarawih) bersama imam sampai imam selesai shalat, maka dituliskan baginya pahala shalat semalam penuh.” [HR. At-Tirmidzi dari Abu Dzar radhiyallaahu’anhu, Al-Irwa’: 447]

Kesembilan: Hukum Shalat Tarawih Wanita di Masjid

Dibolehkan bagi wanita ikut shalat Tarawih di masjid dengan syarat aman dari ‘fitnah’ antara lawan jenis. Dan hendaklah seorang wanita menghiasi diri dengan adab-adab syariat. Dan sangat disayangkan, syarat penting ini tidak dipenuhi oleh banyak wanita Muslimah. Oleh karena itu, shalat wanita di rumah lebih baik bagi wanita, baik untuk shalat wajib maupun shalat sunnah, selain shalat hari raya. [Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin, 14/211]

Kesepuluh: Adakah Doa dan Zikir Shalat Tarawih?

Tidak ada iqomah untuk shalat Tarawih, tidak ada pula zikir-zikir khusus atau bacaan-bacaan khusus sebelum Tarawih dan di antara dua rakaat shalat Tarawih.

Mengkhususkan zikir-zikir tertentu yang tidak berdasarkan dalil termasuk bid’ah. Dan mengeraskan zikir tersebut dengan cara dibaca oleh imam, kemudian dijawab oleh makmum, serta doa dan zikir secara berjamaah setelah Tarawih, juga termasuk bid’ah dan menyelisihi adab berzikir. Yaitu tidak mengeraskan suara, kecuali apabila terdapat dalil untuk mengeraskannya bagi laki-laki seperti takbir Idul Fitri dan Idul Adha. [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 2/528-529 no. 6260 dan 7/209-218 no. 7572]

Surat dan zikir yang dIsyariatkan dalam shalat malam secara khusus -sependek yang kami ketahui- hanyalah dalam shalat Witir dan zikir setelahnya, yang terdapat dalam hadis Abdur Rahman bin Abza radhiyallahu’anhu berikut ini,

 أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوتِرُ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، وَكَانَ إِذَا سَلَّمَ قَالَ: سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ، ثَلَاثًا يَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالْآخِرَةِ

“Bahwa Nabi ﷺ shalat Witir (tiga rakaat) dengan membaca ‘Sabbihisma Robbikal A’la’(pada rakaat pertama), ‘Qul yaa ayyuhal kaafiruun’ (pada rakaat kedua) dan ‘Qul Huwallaahu Ahad’ (pada rakaat ketiga), dan setelah salam beliau membaca:

 سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ

‘Subhaanal Maalikil Qudduus’ (Maha suci Allah Raja yang Maha Suci dari segala kekurangan).

Beliau membacanya tiga kali dan memanjangkannya pada bacaan yang ketiga.” [HR. Ahmad dan Abu Daud, dan redaksi ini milik Ahmad, lihat Shahih Abi Daud: 1284]

Namun sangat dianjurkan untuk memerbanyak doa dan istighfar di akhir malam, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

 يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

“Rabb kita tabaaraka wa ta’ala turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir seraya berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku jawab doanya. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan permintaannya. Dan siapa yang memohon ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni dia.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]

 

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

 

Penulis: Al-Ustadz Sofyan Chalid Ruray hafizhahullah

 

Sumber:

https://www.facebook.com/sofyanruray.info/posts/801982466617904:0

http://sofyanruray.info/ringkasan-pembahasan-shalat-Tarawih/