Petunjuk Nabi Ketika Makan Kurma

Sesungguhnya dalam diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat teladan dalam berbagai perkara, termasuk di dalamnya ketika makan kurma.

  1. Disunnahkan Makan Kurma Sebelum Berangkat Sholat ‘Iedul Fitri

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berangkat sholat pada hari raya Iedul Fitri, sehingga beliau makan beberapa buah kurma”.

Murajja bin Raja mengatakan: “Ubaidillah pernah memberitahukan kepadaku, di mana ia menceritakan, Anas bin Malik pernah memberitahukan kepadaku, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau makan kurma itu dalam jumlah yang ganjil” [HR Al-Bukhari (no. 953) dan Ibnu Majah (no. 1754) dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu]

Dari hadis tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa mengonsumsi kurma sebelum menuju tempat sholat Iedul Fitri adalah sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sangat dianjurkan untuk makan lebih dari satu kurma dengan jumlah ganjil. Hal ini berdasarkan lafadz hadis di atas yang dilafadzkan ‘Tamarat’ (kurma dalam bentuk jamak, bukan satu atau dua tapi lebih dari dua). Maka satu kurma belum cukup untuk menyempurnakan Ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu dianjurkan untuk makan kurma sebanyak tiga, lima, tujuh, sembilan ataupun sebelas. Yang penting adalah berjumlah ganjil dan lebih dari dua.

Sedangkan hikmah dari mendahulukan makan sebelum sholat Iedul Fitri adalah sebagai simbol bahwa pada hari itu telah dihalalkan untuk berbuka atau makan dan minum di pagi hari. Hal ini juga karena hari sebelumnya adalah hari diwajibkannya puasa, sedangkan hari ketika Iedul Fitri adalah hari diwajibkannya berbuka atau makan dan minum. Bersegera untuk merealisasikan konsekuensi dari wajibnya berbuka pada hari Iedul Fitri adalah sangat utama. Oleh karena itu dengan mengonsumsi beberapa butir kurma sebelum berangkat ke tempat sholat Iedul Fitri telah mecakup keutamaan yang dianjurkan tersebut [Diringkas dari Asy-Syarhul Mumti fii Zaadil ‘ala Zaadil Mustaqni (III/93-94) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, tahqiq Khalid Ammar, cet. Maktabah Islamiyah Mesir, th. 2002M].

Jadi yang dianjurkan adalah makan beberapa kurma sebelum berangkat menuju tempat sholat Iedul Fitri, BUKAN Iedul Adha. Hal ini sebagaimana hadis Buraidah:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah keluar (menuju tempat sholat ‘Ied) pada hari Iedul Fitri sampai beliau makan terlebih dahulu. Begitu juga tidak pernah makan ketika hari Iedul Adha sampai beliau selesai melaksanakan sholat Iedul Adha terlebih dahulu” [HR Ahmad (V/352), At-Tirmidzi (no. 542), Ibnu Majah (no. 1756), Al-Hakim (I/294), dan lafazh ini milik At-Tirmidzi. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’ish Shaghiir (no. 4845)].

  1. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Makan Kurma Dengan Keju

Sebagaimana yang diriwayatkan dari kedua anak Busyr As-Sulamiyyain, mereka berdua berkata:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengunjungi kami. Maka kami hidangkan kepada beliau, keju dan kurma kering, sedangkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai keju dan tamr (kurma kering)” [HR Abu Dawud (no. 3837) dan Ibnu Majah (no. 3343) dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah (no. 2694)].

Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah memberikan komentarnya terhadap hadis tersebut dalam Ath-Thibb An-Nabawy: ‘Zubdah (keju) dapat berfungsi melunakkan tinja, melemaskan syaraf dan bengkak yang terjadi pada kandung empedu dan juga kerongkongan. Berkhasiat juga mengatasi kekeringan yang terjadi. Bila dioleskan pada gusi bayi, berkhasiat sekali memercepat pertumbuhan gigi. Berguna untuk mengatasi batuk yang timbul karena hawa panas atau hawa dingin, menghilangkan kudis dan kulit kasar. Rasa mual yang terkandung dapat menghilangkan selera makan namun dapat diatasi dengan makanan yang manis-manis, seperti madu dan kurma. Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengombinasikan antara kurma dan keju, terdapat hikmah agar kedua jenis makan tersebut saling melengkapi” [Ath-Thibb An-Nabawy (hal. 313) oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, cet. Maktabah Nizaar Musthafa Al-Baaz, th 1418H]

Keju dengan kandungan lemak dan protein yang tinggi dapat menambah kekurangan kandungan lemak yang terkandung dalam kurma.

  1. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Makan Kurma Dengan Mentimun

Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Ja’far Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata.

“Aku melihat Rasulullah makan buah mentimun dengan ruthab (kurma basah)” [HR Al-Bukhari (no. 5440) dan Muslim (no. 2043) dari Abdullah bin Ja’far]

Hadis ini memunyai pelajaran yang sangat agung, yaitu menggambarkan tentang keahlian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal mengonsumsi makanan secara seimbang.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencampur buah kurma dan mentimun dengan tujuan agar rasa panas yang terkandung dalam kurma dapat menyeimbangkan rasa dingin dan basah yang ada di mentimun. Hal ini karena mentimun agak sulit untuk dicerna di lambung, dingin dan terkadang berbahaya [Ath-Thibb An-Nabawy (hal. 339-340) oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, cet. Maktabah Nizaar Musthafa Al-Baaz, th. 1418H]

  1. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Pernah Makan Kurma Dengan Semangka

Sebagaimana hadis: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa makan semangka dengan kurma basah”. [HR Al-Humaidhi dalam Musnad (I/42), Abu Dawud (no. 2826) dari Aisyah. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahaadits Ash-Shahihah (no. 57)].

  1. Kurma Dapat Dijadikan Arak Di mana Hal Itu Telah Diharamkan Dalam Islam

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya sebagian dari anggur itu (dapat dijadikan) khamr (arak), dan sebagian dari kurma itu (dapat dijadikan) khamr (arak), dan sebagian dari madu itu (dapat dijadikan) khamr (arak) dan sebagian dari biji gandum itu berupa khamr (arak), sebagian dari gandum gerst/sejenis tepung sereal (dapat dijadikan) khamr (arak)” [HR Abu Dawud (no. 3676) dan Ahmad (IV/267). Dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 1593)].

[Disalin dengan sedikit penyesuaian dari buku Kupas Tuntas Khasiat Kurma Berdasarkan Al-Qur’an Al-Karim, As-Sunnah Ash-Shahihah dan Tinjauan Medis Modern, Penulis Zaki Rahmawan, Pengantar Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Media Tarbiyah – Bogor, Cetakan Pertama, Dzul Hijjah 1426H]

 

Penulis: Oleh: Zaki Rakhmawan