بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

?? PENJELASAN KAIDAH-KAIDAH USHUL DALAM MENGENAL BID’AH

Imam Asy-Syatibi dalam kitabnya, Al-I’tisham, memberikan definisi bid’ah, sebagai berikut:

طريقة فيالدين مخترعة تضاهي الشرعية يقصد بالسلوك عليها المبالغة في التعبد لله

“Jalan dalam meniti kehidupan beragama, yang jalan itu merupakan sesuatu yang dibuat-buat dan menyerupai syariat, dan dia dilaksanakan dengan tujuan memerbanyak ibadah kepada Allah.”

✅ Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama kami ini, apa yang tidak berasal darinya, maka ia tertolak.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]

 

✅ Juga sabda Nabi ﷺ:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَد

“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]

Berikut ini adalah penjelasan Kaidah-Kaidah Ushul dalam mengenal bid’ah dari kitab Qawa’id Ma’rifatil Bida’, karya Syaikh Muhammad bin Husain Al-Jizani hafizhahullah, yang beliau kumpulkan dari penjelasan ulama Ushuliyun:

? Kaidah Mengenal Bid’ah Pertama:

أن كل عمل – ولو كان مشروعًا – يُفضي إلى الإحداث في الدين فهو ملحق بالبدعة إن لم يكن بدعة

“Bahwa setiap amalan –meskipun disyari’atkan- yang bisa mengantarkan kepada bid’ah dalam agama, maka dihukumi bid’ah, walaupun asalnya bukan bid’ah (dalam agama).” [Qowa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 51, cetakan Dar Ibnul Jauzi 1430 H].

Al-Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:

فإن ابُتدع شيء لا يخالف الشريعة ، ولا يوجب التعاطي عليها ؛ فقد كان جمهور السلف يكرونه ، وكانوا ينفرون من كل مبتدَع وإن كان جائزًا ؛ حفظًا للأصل ، وهو الإتباع

“Apabila muncul suatu bid’ah yang tidak menyelisihi syariah (yakni bukan bid’ah dalam agama, pen), tidak pula pasti menyebabkan penyelisihan terhadap syariah, maka mayoritas ulama Salaf membencinya. Mereka juga memeringatkan dari setiap bid’ah (baik dalam agama ataupun pengantar kepada bid’ah, pen), meskipun hal itu boleh (karena bukan bid’ah dalam agama, baru berupa pengantar ke sana, pen). Salaf tetap melarang sebagai penjagaan terhadap prinsip agama yaitu Ittiba’ (meneladani Rasulullah ﷺ).” [Lihat Talbis Iblis, hal. 16, sebagaimana dalam Qowa’id Ma’rifatil Bida’, hal. 51].

? Kaidah Mengenal Bid’ah Kedua:

إلزام الناس بفعل شيء من العادات والمعاملات ، وجعْل ذلك كالشرع الذي لا يُخالف ، والدين الذي لا يُعارض بدعة

“Mewajibkan manusia melakukan suatu kebiasaan dan mu’amalah (perkara duniawi seperti perdagangan dan lain-lain, pen), dengan menjadikan hal itu seperti syariah yang tidak bisa diselisihi, dan bagaikan ajaran agama yang tidak bisa dilanggar, adalah bid’ah.” [Lihat Al-I’tisham, 2/80-82, ibid, hal. 147].

Al-Imam Asy-Syatibi rahimahullah menjelaskan contoh kaidah di atas:

وضْع المكوس في معاملات الناس ، كالدِّين الموضوع والأمر المحتوم عليهم ، دائمًا أو في أوقات محدودة ، على كيفيات مضروبة ، بحيث تضاهي المشروع الدائم الذي يحمل عليه العامة ، ويؤخذون به ، وتوجه على الممتنع منه العقوبة ، كما في أخذ زكاة المواشي والحرث ، وما أشبه ذلك

“Menetapkan cukai/pajak dalam perdagangan, bagaikan sebuah aturan agama yang harus dibayarkan, dan kewajiban yang harus ditunaikan (yakni menyerupai zakat, pen), karena dilakukan terus-menerus, atau pada waktu-waktu yang sudah ditentukan, dalam bentuk yang telah ditentukan, sehingga menyerupai ketentuan syariah yang ditetapkan dan diwajibkan atas manusia, dan dapat dikenakan sanksi bagi yang tidak mau melakukannya, seperti kewajiban zakat ternak, pertanian, dan yang semisalnya.” [Lihat Al-I’tisham, 2/80, 81, ibid, hal. 147].

? Kaidah Mengenal Bid’ah Ketiga:

مشابهة الكافرين فيما كان من خصائصهم من عبادة أو عادة أو كليهما بدعة

“Menyerupai orang-orang kafir dalam ciri khusus mereka, apakah itu ibadah, kebiasaan ataupun keduanya, adalah bid’ah.” [Ahkamul Janaiz, hal. 242, ibid, hal. 153].

Seorang ulama besar dari Mazhab Syafi’i, Al-Hafizh Adz-Dzahabi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

أما مشابهة الذمة في الميلاد والخميس والنيروز فبدعة وحشة

“Adapun menyerupai orang-orang Kafir Dzimmi dalam perayaan ulang tahun, Kamis Suci (sebelum Paskah dalam Nasrani, pen) dan perayaan Nairuz (hari besar Iran yang tidak diajarkan dalam Islam, pen) maka itu adalah bid’ah yang jelek.” [At-Tamassuk bi As-Sunan, hal. 130, ibid, hal. 153].

? Kaidah Mengenal Bid’ah Keempat:

مشابهة الكافرين فيما أحدثوه مما ليس في دينهم من العبادات أو العادات أو كليهما بدعة

“Menyerupai orang-orang kafir dalam bid’ah mereka yang tidak diajarkan dalam agama mereka, apakah itu ibadah, kebiasaan ataupun keduanya, adalah bid’ah.” [Al-Amru bil Ittiba’, hal. 242, ibid, hal. 156].

Ulama besar dari Mazhab Hanbali, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

فإنه لو أحدثه المسلمون لقد كان يكون قبيحًا فكيف إذا كان مما لم يشرعه نبي قط ، بل أحدثه الكافرون ، فالموافقة فيه ظاهرة القبح ، فهذا أصل

“Sesungguhnya bid’ah itu sudah jelek, apabila yang mengada-adakannya adalah kaum Muslimin. Maka bagaimana lagi jika bid’ah itu tidak pernah diajarkan oleh seorang nabi pun, melainkan bid’ah yang diada-adakan oleh orang kafir, maka menyerupai mereka dalam bid’ah itu jelas kejelekannya. Ini adalah prinsip.” [Iqthida Shirathil Mustaqim, 1/423, ibid, hal. 158].

Penjelasan para ulama di atas menunjukkan, bahwa perbuatan yang mubah atau urusan duniawi, seperti perayaan, seremonial dan muamalah, dapat menjadi bid’ah karena empat sebab:

⏩ Pertama: Jika perbuatan itu dapat mengantarkan kepada bid’ah maka dihukumi bid’ah, walaupun hanya berupa perkiraan, bukan sebuah kepastian.

⏩ Kedua: Urusan duniawi yang pengamalannya menyerupai amalan agama juga termasuk bid’ah.

⏩ Ketiga: Menyerupai ciri khusus orang-orang kafir.

⏩ Keempat: Menyerupai bid’ah orang-orang kafir.

 

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

 

✏ Al-Ustadz Sofyan Chalid Ruray hafizhahullah

 

Sumber:

https://nasihatonline.wordpress.com/2011/06/10/menghormati-pendapat-haram-hormat-bendera-upacara-bendera-dan-menyanyikan-lagu-kebangsaan/