بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

NILAI KEAGUNGAN SESEORANG ITU ADA PADA SIKAP TAWADHU-NYA

Ibrahim bin Syaiban rahimahullah pernah berkata:

قَالَ إبْرَاهِيْمُ بْنُ شَيْبَانَ رحمه الله: الشَّرَفُ في التَّوَاضُعِ، والْعِزُّ فِي التَّقْوَى والْحُرِّيَّةُ فِي الْقَانَعَةِ

“Keagungan itu ada pada sikap Tawadhu, kemuliaan itu ada pada Ketakwaan, dan kebebasan/kemerdekaan itu ada pada sikap Qana’ah!” [Madarijus Salikin, 2/343]

Catatan:

1. Tahukah Anda, apa yang dimaksud dengan sikap tawadhu itu?

Para ulama kita telah banyak menjelaskan kepada kita tentang maknanya. Di antaranya:

Ar-Roghib Al-Ashfahani rahimahullah pernah menjelaskan:
“Tawadhu itu adalah rida jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. Tawadhu merupakan sikap pertengahan, antara sombong dan meremehkan/terlalu merendahkan diri.

Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi, hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan meremehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah, sehingga sampai pada pelecehan hak (dirinya sendiri).” [Lihat: Adz Dzari’ah ilaa Makarim Asy Syari’ah, (hal. 299), karya Ar-Roghib Al-Ashfahani rahimahullah]

Al-Hafidz bnu Hajar rahimahullah juga pernah berkata:
“Tawadhu adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu itu adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” [Fathul Bari, 11/341]

Atau ringkasnya, tawadhu yaitu perilaku seseorang yang mempunyai watak rendah hati, tidak sombong, tidak angkuh, tidak congkak, tidak besar kepala, dan lain-lain.
Lawan dari sikap tawadhu adalah Kibr (sombong) atau takabbur (merasa diri lebih besar daripada yang lainnya).

Apa keutamaan sikap tawadhu seperti itu?

Di antaranya dijelaskan dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

“Sedekah itu tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba yang mempunyai sifat pemaaf, melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu (rendah hati) karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan (derajatnya).” [HR. Muslim no. 2588]

Yakni: “Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di Akhirat.

Di dunia orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin tinggi lagi mulia.
Sedangkan di Akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhunya di dunia.” [Lihat: Al-Minhaj Syarh Shohih Muslim (16/142), karya Al-Imam An-Nawawi rahimahullah]

Dalam hadis yang lainnya, Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda:

وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku agar bersikap tawadhu, sehingga tidak ada seorang pun yang menyombongkan diri (berbangga diri) dan bersikap melampaui batas kepada yang lainnya.” [HR. Muslim no. 2865]

Demikian itulah sikap tawadhu, yang apabila sifat/ sikap seperti ini ada pada seseorang, justru akan semakin meninggikan dan mengagungkan derajat seseorang di sisi Allah ﷻ, dan juga di hadapan orang-orang yang beriman.

2. Kemudian ketahuilah pula, bahwa nilai kemuliaan seseorang itu hanya ada pada ketakwaannya kepada Allah ﷻ! Bukan karena pangkat, jabatan, kedudukan, atau banyaknya pengikut atau banyaknya harta benda di dunia ini!

Tapi tahukah Anda, apa sebenarnya takwa itu?

Tentang masalah inipun, telah banyak dijelaskan oleh para ulama kita.

Al-Imam Ar-Roghib Al-Asfahani rahimahullah pernah menjelaskan:
“Takwa itu adalah menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa. Bentuknya adalah dengan meninggalkan apa yang dilarang, dan menjadi sempurna dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan (karena Allah).” [Al-Mufrodat Fi Ghoribil Qur’an, hal 531]

Sedangkan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan makna takwa itu adalah:
“Menaati perintah dan larangan-Nya.”

Maksudnya, menjaga diri dari kemurkaan dan azab Allah ﷻ (dengan cara seperti itu, yakni menaati perintah-Nya dengan cara melaksanakannya, dan menaati larangan dengan cara menjauhinya, pent.). [Tahriru Al-Fazhil Tanbih, hal. 322]

Al-Imam Al-Jurjani rahimahullah juga menjelaskan:
“Takwa itu adalah menjaga diri dari siksa Allah dengan menaati-Nya. Yakni menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya.” [Kitabut Ta’rifat, hal.68]

Ringkasnya, takwa itu artinya: “Menjaga atau membentengi diri dari siksa Allah ﷻ dengan cara menaati apa yang diperintahkan oleh Allah semampu kita, dan menjauhi apa saja yang dilarang-Nya.”

Dalil yang menunjukkan bahwa nilai kemuliaan seseorang itu ada pada ketakwaannya adalah firman Allah ﷻ:

يَٰأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS Al-Hujurat: 13]

Dalil yang menunjukkan keutamaan orang-orang yang bertakwa itu sangatlah banyak, di antaranya adalah firman Allah ﷻ:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا ﴿٢﴾وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” [QS At-Thalaq: 2-3]

Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan:
“Maknanya, barang siapa yang bertakwa kepada Allah dengan melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya, niscaya Allah akan memberinya jalan keluar (dari berbagai permasalahannya), serta memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya.” [Tafsir Ibnu Katsir, 4/400]

Alangkah agung dan besarnya buah ketakwaan itu!

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:

“Sesungguhnya ayat terbesar dalam hal pemberian jalan keluar (dari berbagai masalah) adalah:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا “

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya.” [Tafsir Ibnu Katsir, (4/400) dan Tafsir Ibnu Mas’ud, (2/651)]

Demikianlah selintas pengertian tentang takwa dan sebagian dari keutamaannya!

3. Kemudian tentang qana’ah. Bila hal ini ada pada diri seseorang, hal itu adalah tanda kemerdekaan seseorang dari ketergantungan terhadap pemberian atau bantuan dari orang lain!

Mengapa demikian?

Untuk mengetahuinya, kita perlu tahu lebih dulu apa pengertian dari qana’ah itu!

Ketahuilah, qana’ah itu adalah:

“Sikap rela menerima atau merasa cukup dengan apa yang didapat, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kekurangan yang berlebih-lebihan.”

Jadi qana’ah itu muncul dalam kehidupan seseorang berupa: “Sikap rela menerima terhadap keputusan Allah ﷻ yang berlaku pada dirinya.”

Disebutkan dalam hadis dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rezeki yang cukup, dan Allah mengaruniakan kepadanya sifat qana’ah (merasa puas) dengan apa yang diberikan kepadanya.” [HR. Muslim, no. 1054]

Dalam hadis yang lainnya, dari Ubaidillah bin Mihshan Al-Anshory radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Barang siapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” [HR. At-Tirmidzi no. 2346, dan Ibnu Majah no 4142]

Dan ketahuilah, bahwa orang yang mempunyai sifat qana’ah itu, dia akan selalu bersyukur dengan apapun yang Allah berikan kepadanya berupa rezeki, sedikit maupun banyak.

Ya, mereka itu adalah orang-orang yang selalu mensyukuri, apapun pemberian dari Allah yang diberikan untuknya.

Jika dia diberi banyak dalam masalah rezeki, dia bersyukur, dan semakin menambah ketaatan dan ibadahnya kepada Allah.

Jika rezekinya terbatas dan sedikit, dia pun bersabar dan tetap bersyukur, karena Allah masih memberikan kepadanya yang lebih besar daripada itu, yaitu rezeki yang berupa KESABARAN.

Dan dalam masalah harta seperti itu, dia selalu memandang kepada orang-orang yang berada di bawah dirinya, dari kalangan orang-orang yang lebih miskin atau yang tidak mampu.

Dengan begitu dia akan selalu bersyukur dengan apapun pemberian dan pembagian rezeki yang Allah berikan kepadanya.

Hal ini sebagai realisasi dari apa yang Rasulullah ﷺ sabdakan dalam hadis yang Sahih:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

“Pandanglah terhadap orang yang berada di bawah kalian (dalam masalah harta dan dunia), dan janganlah kalian memandang terhadap orang yang berada di atas kalian.

Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah yang telah Allah berikan kepada kalian.” [HR. Muslim, no. 2963]

Demikianlah keadaan orang-orang yang qana’ah itu.
Inilah kemerdekaan dan kebebasan yang sebenarnya!
Hatinya hanya bergantung kepada pertolongan Allah ﷻ saja, dan tidak butuh pemberian atau belas kasihan dari siapa pun!

Wallohu a’lamu bis showab.
Semoga kita termasuk orang-orang yang mempunyai sifat-sifat seperti tersebut di atas: tawadhu, takwa dan juga qana’ah.

Allohu yubaarik fiikum.

Oleh: Abu Abdirrohman Yoyok WN Sby

 

══════

 

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat