Ngalap Berkah Dari Kain Kiswah Kakbah

Ada satu kasus yang membuat geger di Masjidil Haram, yaitu pengguntingan kain kiswah oleh salah seorang ibu, jamaah Indonesia. Tujuannya sih kata dia, diambil untuk menyembuhkan anaknya. Semoga Allah cepat sembuhkan putranya tersebut. Namun cara yang dilakukan seperti ini keliru karena kain kiswah Kakbah bukanlah tujuannya untuk dipotong dan dicari berkah seperti itu. Ingatlah bahwa ngalap berkah mesti dengan dalil. Tidak boleh sekedar sangkaan, lantas melakukan seperti itu.

Pahamilah, Keberkahan Hanya dari Allah!

Mencari berkah atau Tabarruk adalah meminta kebaikan yang banyak dan meminta tetapnya kebaikan tersebut. Dalam Al Qur’an dan hadis menunjukkan bahwasanya keberkahan hanya berasal dari Allah semata dan tidak ada seorang makhluk pun yang dapat memberikan keberkahan.

Allah Ta’ala berfirman:

تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا

“Allah yang memberikan berkah, telah menurunkan Al Furqaan (yaitu Al Qur’an) kepada hamba-Nya” (QS. Al Furqon: 1), yaitu menunjukkan banyaknya dan tetapnya kebaikan yang Allah berikan kepada hamba-Nya berupa Al Qur’an.

Allah juga berfirman:

وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ

“Kami limpahkan keberkahan atasnya dan atas Ishaq” (QS. Ash Shofaat: 113).

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ

“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada” (QS. Maryam: 31).

Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwasanya yang memberikan berkah hanyalah Allah. Maka tidak boleh seseorang mengatakan,’Saya memberikan berkah pada perbuatan kalian, sehingga perbuatan tersebut lancar’. Karena berkah, banyaknya kebaikan, dan kelanggengan kebaikan hanya Allah  yang mampu memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

Adakah Berkah dari Kain Kiswah Kakbah?

Al Qur’an dan hadis menunjukkan bahwa sesuatu yang Allah halalkan sebagai berkah ada dua macam yaitu:

(1) Berkah dari tempat dan waktu, dan

(2) Berkah dari zat manusia.

Berkah yang pertama ini seperti yang Allah berikan pada Baitul Haram (Kakbah) dan sekeliling Baitul Maqdis.

Allah Ta’ala berfirman:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا

“Maha Suci Allah, yang telah memerjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami” (QS. Al Isra’: 1).

Maksud dari memberkahi tempat tersebut adalah memberikan kebaikan yang banyak dan terus menerus di tempat tersebut, sehingga para hamba-Nya senantiasa ingin dan senang berdoa di tempat tersebut, untuk memeroleh berkah di dalamnya. Ini bukan berarti -seperti anggapan sebagian kaum Muslimin- bahwa seseorang boleh mengusap-ngusap bagian masjid tersebut (seperti dinding) atau kain kiswah Kakbah untuk mendapatkan berkah yang banyak. Karena berkah dari masjid tersebut bukanlah berkah secara dzatnya, tetapi keberkahannya adalah secara maknawi saja, yaitu keberkahan yang Allah himpun pada bangunan ini, yaitu dengan mendatanginya, Thowaf di sekeliling Kakbah, dan beribadah di dalamnya, yang pahalanya lebih banyak daripada beribadah di masjid lainnya.

Begitu juga Hajar Aswad, keberkahannya adalah dengan maksud ibadah, yaitu seseorang menciumnya atau melambaikan tangan kepadanya karena menaati dan mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berkah yang dia peroleh adalah berkah karena mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

عَنْ عَابِسِ بْنِ رَبِيعَةَ قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ يُقَبِّلُ الْحَجَرَ وَيَقُولُ إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُقَبِّلُكَ لَمْ أُقَبِّلْكَ

“Dari ‘Abis bin Robi’ah, ia berkata: “Aku pernah melihat ‘Umar (bin Al Khottob) mencium Hajar Aswad. Lantas ‘Umar berkata: “Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau hanyalah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari no. 1597, 1605 dan Muslim no. 1270).

Maksudnya, Hajar Aswad tidak dapat memberikan manfaat dan tidak pula memberikan bahaya kepada seseorang sedikit pun. Sesungguhnya hal ini dilakukan dalam rangka melakukan ketaatan kepada Allah dan mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, beliau radhiyallahu ‘anhu mengatakan,”Dan aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku juga menciummu.”

Adapun mendapatkan berkah dari waktu adalah seperti pada bulan Ramadhan. Bulan tersebut disebut dengan bulan yang penuh berkah (banyak kebaikan). Seperti di dalamnya terdapat malam Lailatul Qodar yaitu barang siapa yang beribadah pada malam tersebut maka dia seperti beribadah seribu bulan lamanya.

Bagaimana Syirik dalam Ngalap Berkah?

Ngalap berkah kepada makhluk yang terlarang ada dua macam:

Macam pertama: Termasuk Syirik Akbar

Tabarruk pada makhluk seperti pada kubur, pohon, batu, manusia yang masih hidup atau telah mati, di mana orang yang berTabarruk ingin mendapatkan barokah dari makhluk tersebut (bukan dari Allah). Atau jika berTabarruk dengan makhluk tersebut dapat mendekatkan dirinya pada Allah Ta’ala, atau ingin mendapatkan syafa’at dari makhluk tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu, maka seperti ini termasuk Syirik Akbar (Syirik Besar). Karena kelakukan semacam ini adalah sejenis dengan perbuatan orang musyrik pada berhala atau sesembahan mereka.

Macam kedua: Termasuk Bid’ah

Tabarruk kepada makhluk dengan keyakinan bahwa Tabarruk pada makhluk tersebut akan berbuahkan pahala karena telah mendekatkan pada Allah, namun keyakinannya bukanlah makhluk tersebut yang mendatangkan manfaat atau bahaya. Hal ini seperti Tabarruk yang dilakukan orang jahil dengan mengusap-usap kain Kakbah, dengan menyentuh dinding Kakbah, dengan menyentuh Maqom Ibrahim dan Hujroh Nabawiyah, atau dengan menyentuh tiang Masjidi Harom dan Masjid Nabawi; ini semua dilakukan dalam rangka meraih berkah dari Allah. Tabarruk semacam ini adalah Tabarruk yang bid’ah (tidak ada tuntunannya dalam ajaran Islam) dan termasuk wasilah (perantara) pada syirik akba,r kecuali jika ada dalil khusus akan hal itu.

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal