بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#UtangRiba
#FikihJualBeli

MOTOR KEMBALI, BENSIN ISI PENUH, APAKAH INI RIBA?

Ada ilustrasi berikut:

Contoh riba yang ‘kadang’ tidak kita sadari:
 
“Om, pinjem motornya ya…” tanya Pardi
“Ya, itu ambil aja sendiri di garasi, kuncinya ini. Tapi nanti bensinnya diisi penuh ya,” jawab Om Hadi.
Ribanya adalah tambahan pengembalian pinjaman berupa bensin.
Apa ini benar?

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Mengambil keuntungan sekecil apapun dari transaksi utang piutang, dilarang dalam Islam. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Fudhalah bin Ubaid radhiyallahu ‘anhu:

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا

“Semua utang yang menghasilkan manfaat, STATUSNYA RIBA” (HR. al-Baihaqi dengan sanadnya dalam al-Kubro)

Termasuk di antarannya tambahan yang dipersyaratkan ketika pelunasan utang.

Sahabat Abdullah bin Sallam radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan nasihat kepada Abu Burdah, yang ketika itu baru tiba di Iraq. Dan di sana ada tradisi, siapa yang berutang maka ketika melunasi, dia harus membawa sekeranjang hadiah.

إِنَّكَ فِى أَرْضٍ الرِّبَا فِيهَا فَاشٍ وَإِنَّ مِنْ أَبْوَابِ الرِّبَا أَنَّ أَحَدَكُمْ يَقْرِضُ الْقَرْضَ إِلَى أَجْلٍ فَإِذَا بَلَغَ أَتَاهُ بِهِ وَبِسَلَّةٍ فِيهَا هَدِيَّةٌ فَاتَّقِ تِلْكَ السَّلَّةَ وَمَا فِيهَا

“Saat ini kamu berada di daerah, yang riba di sana tersebar luas. Di antara pintu riba adalah, jika kita memberikan utang kepada orang lain sampai waktu tertentu, jika jatuh tempo tiba, orang yang berutang membayarkan cicilan, dan membawa sekeranjang berisi buah-buahan sebagai hadiah. Hati-hatilah dengan keranjang tersebut dan isinya.” [HR. Baihaqi dalam Sunan Kubro]

Namun larangan hadiah ketika pelunasan ini berlaku, apabila transaksinya utang-piutang. Dan di antara konsekuensi dalam transaksi utang piutang (al-Qardh) adalah terjadinya perpindahan hak milik terhadap objek utang, dari pemberi utang ke penerima utang.

Berbeda dengan akad pinjam-meminjam (al-Ariyah), objek yang dipinjamkan tidak mengalami perpindahan kepemilikan. Sehingga peminjam tidak memiliki hak apapun terhadap barang itu, selain hak guna sementara, selama izin yang diberikan pihak yang meminjamkan.

Jika kita utang motor, maka kita berhak memiliki motor itu. Selanjutnya bisa kita jual, kita sewakan atau digadaikan untuk utang.

Lain halnya jika kita pinjam motor, lalu kita jual, atau kita sewakan atau digadaikan untuk utang, kita akan disebut orang yang tidak amanah. Karena motor ini bukan motor kita, tapi motor kawan kita. Kita hanya punya hak guna pakai selama masih diizinkan.

Karena itulah, benda habis pakai, hanya mungkin dilakukan akad utang. Meskipun ketika akad menyebutnya pinjam, namun hukumnya utang. Misalnya, makanan, uang, atau benda habis pakai lainnya.

As-Samarqandi dalam Tuhfatul Fuqaha’ mengatakan:

كل ما لا يمكن الانتفاع به إلا باستهلاكه، فهو قرض حقيقة، ولكن يسمى عارية مجازا، لانه لما رضي بالانتفاع به باستهلاكه ببدل، كان تمليكا له ببدل

Semua benda yang tidak mungkin bisa dimanfaatkan kecuali dengan menghabiskannya, maka hakikatnya hanya bisa diutangkan. Namun bisa disebut pinjam sebagai penggunaan majaz. Karena ketika pemilik merelakan untuk menggunakan barang itu melalui cara dihabiskan dengan mengganti, berarti terjadi perpindahan hak milik dengan mengganti. [Tuhfatul Fuqaha’, 3/178]

Al-Kasani menjelasakan dengan menyebutkan beberapa contoh:

وعلى هذا تخرج إعارة الدراهم والدنانير أنها تكون قرضا لا إعارة ; لأن الإعارة لما كانت تمليك المنفعة أو إباحة المنفعة على اختلاف الأصلين , ولا يمكن الانتفاع إلا باستهلاكها , ولا سبيل إلى ذلك إلا بالتصرف في العين لا في المنفعة

Berdasarkan penjelasan ini dipahami, bahwa meminjamkan Dinar atau Dirham, statusnya adalah utang dan bukan pinjam meminjam. Karena pinjam-meminjam hanya untuk benda yang bisa diberikan dalam bentuk perpindahan manfaat (hak pakai). Sementara Dinar Dirham tidak mungkin dimanfaatkan, kecuali dengan dihabiskan. Tidak ada cara lain untuk itu, selain menghabiskan bendanya, bukan mengambil hak gunanya.

Lebih lanjut, beliau menjelaskan:

لو استعار حليا ليتجمل به صح ; لأنه يمكن الانتفاع به من غير استهلاك بالتجمل… وكذا إعارة كل ما لا يمكن الانتفاع به إلا باستهلاكه كالمكيلات والموزونات , يكون قرضا لا إعارة لما ذكرنا أن محل حكم الإعارة المنفعة لا بالعين

Jika ada yang meminjam perhiasan untuk dandan, statusnya sah sebagai pinjaman. Karena perhiasan mungkin dimanfaatkan tanpa harus dihabiskan ketika dandan… sementara meminjamkan benda yang tidak mungkin bisa dimanfaatkan kecuali dengan dihabiskan, seperti bahan makanan yang ditakar atau ditimbang, statusnya utang, bukan pinjam meminjam, sesuai apa yang kami sebutkan sebelumnya, bahwa posisi pinjam meminjam hanya hak guna, bukan menghabiskan bendanya. (Bada’I as-Shana’I, 8/374)

Pinjam Motor, Bukan Utang Motor

Karena itulah, ketika akadnya pinjam motor, lalu dikembalikan dalam waktu yang ditentukan dengan kondisi barang yang sama, TIDAK bisa disebut utang motor.

Sehingga ketika pengembalian dipenuhi bensinnya, bukan termasuk tambahan atas utang, sehingga TIDAK ada kaitannya dengan riba.

Allahu a’lam.

 

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Sumber: https://konsultasisyariah.com/29437-motor-kembali-bensin-isi-penuh-ini-riba.html