بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
MOTIVATOR CINTA KEPADA ALLAH
 
Allah ﷻ, Dialah satu-satunya Zat yang pantas untuk dicintai dari semua pertimbangan dan sudut pandang [Lihat kitab “al-Jawaabul kaafi.” (hal. 276)]. Karena semua sebab yang menjadikan seorang manusia mencintai sesuatu/orang lain, maka semua itu secara sempurna ada pada Allah ﷻ.
 
Di antara kandungan makna nama Allah ﷻ al-Waduud (Maha Mencintai dan Dicintai hamba-hamba-Nya yang saleh) adalah, bahwa Dialah yang memberi taufik kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, kepada sebab-sebab yang memudahkan mereka untuk mencintai-Nya, bahkan menjadikan-Nya lebih mereka cintai dari segala sesuatu yang ada di dunia ini.
 
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di rahimahullah berkata:
“Karunia/ kebaikan semua kembali kepada Allah, karena Dialah yang memudahkan segala sebab untuk menjadikan hamba-hamba-Nya cinta kepada-Nya. Dialah yang mengajak dan menarik hati mereka untuk mencintai-Nya. Dialah yang mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan menyebutkan (dalam Alquran) sifat-sifat-Nya yang Maha Luas, Agung dan Indah, yang ini semua akan menarik hati-hati yang suci dan jiwa-jiwa yang lurus. Karena sesungguhnya hati dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai (sifat-sifat) kesempurnaan.” [Kitab “Fathur Rahiimil Malikil ‘Allaam.” (hal. 56)]
 
Secara umum, faktor dan sebab utama yang menjadikan manusia mencintai sesuatu/orang lain kembali kepada dua hal, yaitu:
 
• Keindahan dan kesempurnaan yang ada sesuatu/orang itu
• Kebaikan dan kasih sayang yang bersumber dari sesuatu/orang itu.
 
Telah kami nukil di atas penjelasan Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di bahwa “Sesungguhnya hati dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai kesempurnaan,” dan “Sesungguhnya hati manusia secara fitrah akan mencintai pihak yang (selalu) berbuat baik kepadanya.” [Hal 3-4 dalam makalah ini]
 
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Rasa cinta ditinjau dari faktor yang membangkitkannya terbagi menjadi dua:
 
a) Cinta yang timbul dari faktor kebaikan, menyaksikan banyaknya nikmat dan anugerah (yang dilimpahkan). Karena sesungguhnya hati manusia secara tabiat mencintai pihak yang (selalu) berbuat kebaikan padanya, dan membenci pihak yang (selalu) berlaku buruk padanya.
 
b) Cinta yang timbul dari faktor kesempurnaan dan keindahan. Jika terkumpul faktor kebaikan dan (banyaknya) limpahan nikmat dengan faktor kesempurnaan dan keindahan, maka tidak akan berpaling dari mencintai zat yang demikian keadaannya (terkumpul padanya dua faktor tersebut), kecuali hati yang paling buruk, rendah dan hina, serta paling jauh dari semua kebaikan. Karena sesungguhnya Allah ﷻ menjadikan fitrah pada hati manusia untuk mencintai pihak yang berbuat kebaikan (padanya), dan sempurna dalam sifat-sifat dan tingkah lakunya.” [Kitab “Thariiqul Hijratain.” (hal. 349 dan 352)]
 
Berikut ini penjelasan tentang kedua faktor tersebut dalam menumbuhkan kecintaan kepada Allah ﷻ:
 
1. Faktor kebaikan, kasih sayang dan banyaknya limpahan nikmat
 
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Tidak ada satu pun yang kebaikannya lebih besar dibandingkan Allah ﷻ, karena sungguh kebaikan-Nya kepada hamba-Nya (tercurah) di setiap waktu dan (tarikan) nafas (hamba tersebut). Hamba itu selalu mendapatkan limpahan kebaikan-Nya dalam semua keadaannya, sehingga tidak ada cara (tidak mungkin) baginya untuk menghitung (secara persis) jenis-jenis kebaikan Allah ﷻ tersebut, apalagi macam-macam dan satuan-satuannya.” [Kitab “Thariiqul Hijratain.” (hal. 349)]
 
Allah ﷻ berfirman:
 
{وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ}
 
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan bila kamu ditimpa bencana, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” [QS an-Nahl: 53]
 
Artinya, hanya kepada-Nyalah kamu berdoa dan menundukkan diri memohon pertolongan, karena kamu mengetahui, bahwa tidak ada yang mampu menghilangkan bahaya dan bencana kecuali Dia ﷻ semata-mata. Maka Zat Yang Maha Tunggal dalam memberikan apa yang kamu minta, dan mencegah apa yang kamu tidak sukai, Dialah satu-satunya yang pantas untuk dicintai dan diibadahi tanpa disekutukan [Lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan.” (hal. 442)].
 
Kebaikan, nikmat, dan kasih sayang yang Allah ﷻ limpahkan kepada manusia, terlebih lagi kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, sungguh tiada terhitung dan tiada terkira, melebihi semua kebaikan yang diberikan oleh siapa pun di kalangan makhluk. Karena kebaikan dan nikmat-Nya untuk lahir dan batin manusia. Bahkan nikmat dan taufik-Nya bagi manusia untuk mengenal dan mengikuti jalan Islam dan Sunnah Rasulullah ﷺ adalah anugerah terbesar dan sempurna bagi manusia. Karena inilah sebab kebahagiaan mereka di dunia dan Akhirat, dan tidak ada yang mampu memberikan semua ini kecuali hanya Dia ﷻ semata-mata.
 
Allah ﷻ berfirman tentang ucapan penghuni Surga:
 
{وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ}
 
Mereka (penghuni Surga) berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada kami kepada (jalan menuju Surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak tidak akan mendapat petunjuk, kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Rabb kami membawa kebenaran.” Dan diserukan kepada mereka: “Itulah Surga yang telah diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” [QS al-A’raaf: 43]
 
Termasuk kebaikan dan kasih sayang yang sempurna menurut pandangan manusia adalah kebaikan dan kasih sayang orang tuanya kepadanya, terutama ibunya. Akan tetapi, betapapun besarnya kebaikan dan kasih sayang tersebut, tetap saja hanya pada batasan yang mampu dilakukan manusia. Karena tentu orang tuanya tidak mampu memberikan rezeki, mencegah penyakit atau bencana dari diri anaknya. Belum lagi kebaikan berupa taufik untuk menempuh jalan Islam yang lurus.
 
Oleh karena itu wajar jika Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sungguh Allah lebih penyayang kepada hamba-hamba-Nya daripada seorang ibu kepada anaknya.” [HS Al-Bukhari (no. 5653) dan Muslim (no. 2754)]
 
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Seandainya tidak ada kebaikan dan limpahan nikmat (dari) Allah yang (seharusnya) menjadi sebab hamba-hamba-Nya mencintai-Nya kecuali (dengan) Dia menciptakan langit-langit dan bumi, serta (semua) yang ada di dunia dan Akhirat, (semua) untuk mereka, kemudian Dia memuliakan mereka (dengan) mengutus kepada mereka para Rasul-Nya, menurunkan Kitab-kitab-Nya, mensyariatkan agama-Nya, dan mengizinkan bagi mereka untuk bermunajat (berkomunikasi) dengan-Nya di setiap waktu yang mereka inginkan.
 
(Bahkan) dengan satu kebaikan yang mereka kerjakan Dia menuliskan (pahala) bagi mereka sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, (bahkan) sampai berlipat-lipat kali yang banyak. (Sementara) untuk satu keburukan (yang mereka kerjakan) Dia menuliskan bagi mereka (hanya) satu dosa. Lalu jika mereka bertobat maka Dia menghapuskan dosa tersebut dan menggantikannya dengan satu kebaikan.
 
Seandainya dosa salah seorang di antara hamba-hamba-Nya mencapai (sepenuh) awan di langit, kemudian dia memohon ampun kepada-Nya, maka Dia akan mengampuninya. Seandainya hamba tersebut berjumpa Allah (meninggal dunia) dengan (membawa) dosa-dosa sepenuh bumi, tapi dia membawa tauhid (mengesakan-Nya dalam beribadah) dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka Dia kan memberikan pengampunan sepenuh bumi (pula) bagi hamba tersebut.
 
Dia yang mensyariatkan bagi mereka tobat yang menggugurkan dosa-dosa, lalu Dia (juga) yang memberi taufik kepada mereka untuk melakukannya, kemudian Dia menerima tobat dari mereka. Dan Dia mensyariatkan (ibadah) haji yang menggugurkan dosa-dosa yang terdahulu, Dialah yang memberi taufik kepada mereka untuk mengerjakannya, dan dengan itu Dia menggugurkan dosa-dosa mereka.
 
Demikian pula semua amal ibadah dan ketaatan (lainnya), Dialah yang memerintahkan mereka untuk mengerjakannya. Dia menciptakan mereka untuk beribadah kepada-Nya, mensyariatkan ibadah itu untuk mereka, dan memberikan balasan pahala penegakkan ibadah itu.
 
Maka dari Dialah sebab, dari-Nya balasan (pahala), dan dari-Nyalah taufik (kemudahan dan pertolongan untuk bisa mengerjakan segala kebaikan). Dari-Nya (segala) nikmat di awal dan akhir. Mereka yang selalu mendapat kebaikan dari-Nya seluruhnya, dari awal sampai akhir. Dia yang menganugerahkan kepada hamba-Nya harta (rezeki), dan Dia menyeru (hamba-Nya):
“Beribadahlah kepada-Ku, (bersedekahlah) dengan harta ini, maka Aku akan menerimanya darimu. Maka hamba tersebut adalah milik-Nya, harta itu juga milik-Nya, dan dari-Nya pahala (untuk sedekah tersebut), sehingga Dialah Yang Maha Pemberi (anugerah kebaikan) dari awal sampai akhir.
 
Maka bagaimana mungkin tidak akan dicintai Zat yang demikian keadaan (sifat-sifat kebaikan)-Nya? Bagaimana mungkin seorang hamba tidak merasa malu untuk memalingkan rasa cintanya kepada selain-Nya? Siapakah yang lebih pantas untuk dipuji, disanjung, dan dicintai selain Allah? Dan siapakah yang lebih banyak kepemurahan, kedermawanan, dan kebaikannya dari pada Allah? Maka Maha Suci Allah, segala puji bagi-Nya. Tidak ada Sembahan yang benar kecuali Dia Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana.” [Kitab “Thariiqul Hijratain.” (hal. 350-351)]
 
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata:
“Allah mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan berbagai macam nikmat dan karunia-Nya yang agung, yang dengan itu Allah menciptakan, menghidupkan, memerbaiki keadaan, dan menyempurnakan semua urusan mereka. Bahkan dengan itu Allah menyempurnakan (pemenuhan) kebutuhan-kebutuhan pokok, memudahkan urusan-urusan, menghilangkan semua kesulitan dan kesusahan, menetapkan hukum-hukum syariat dan memudahkan mereka menjalankannya, serta menunjukkan jalan yang lurus kepada mereka.
 
Maka semua yang ada di dunia dari hal-hal yang dicintai oleh hati dan jiwa manusia, yang lahir maupun batin, adalah (bersumber) dari kebaikan dan kedermawanan-Nya, untuk mengajak hamba-hamba-Nya agar mencintai-Nya.
 
Sungguh, hati manusia secara fitrah akan mencintai pihak yang (selalu) berbuat baik kepadanya. Maka kebaikan apa yang lebih agung dari kebaikan (yang Allah ﷻ limpahkan kepada hamba-hamba-Nya)? Kebaikan ini tidak sanggup untuk dihitung jenis dan macamnya, apalagi satuan-satuannya. Padahal setiap nikmat (dari Allah ﷻ) mengharuskan bagi hamba untuk hati mereka dipenuhi dengan kecintaan, rasa syukur, pujian dan sanjungan kepada-Nya.” [Kitab “Fathur Rahiimil Malikil ‘Allaam.” (hal. 56)]
 
2. Faktor kesempurnaan dan keindahan
 
Semua manusia yang berakal sehat tentu mencintai keindahan dan kesempurnaan. Semakin indah dan sempurna sesuatu dalam penilaian manusia, maka sesuatu itu tentu semaikn dicintainya. Misalnya saja pemandangan yang indah, kendaraan mewah, atau barang elektronik yang canggih. Semakin indah dan sempurna benda-benda tersebut, maka akan semakin disukai manusia, dan berlomba-lomba dicarinya.
 
Kalau keindahan dan kesempurnaan yang ada pada makhluk saja bisa menjadikan manusia yang mengenalnya mencintainya, padahal bagaimanapun tingginya keindahan dan kesempurnaan yang ada pada makhluk, tetap saja semua itu terbatas, maka bagaimana pula dengan keindahan Yang Maha Sempurna, dan kesempurnaan yang tidak terbatas yang ada pada Allah ﷻ? Dialah yang Maha Indah dan Sempurna pada Zat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya. Maka tentu seorang hamba yang mengenal Kemahaindahan dan Kemahasempurnaan ini akan mencintai-Nya. Bahkan menjadikan-Nya paling dicintai-Nya, lebih dari segala sesuatu yang ada di dunia ini.
 
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Kecintaan itu memiliki dua (sebab) yang membangkitkannya, (yaitu) keindahan dan pengagungan. Dan Allah ﷻ memiliki kesempurnaan yang mutlak pada semua itu, karena Dia Maha Indah dan mencintai keindahan. Bahkan semua keindahan adalah milik-Nya, dan semua pengagungan (bersumber) dari-Nya. Sehingga tidak ada sesuatu pun yang berhak untuk dicintai dari semua segi karena zatnya, kecuali Allah ﷻ.” [Kitab “al-Jawabul Kaafi.” (hal. 164)]
 
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di rahimahullah berkata:
“Maka karunia/kebaikan semua kembali kepada-Nya, karena Dialah yang memudahkan segala sebab untuk menjadikan hamba-hamba-Nya cinta kepada-Nya. Dialah yang mengajak dan menarik hati mereka untuk mencintai-Nya. Dialah yang mengajak hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya dengan menyebutkan (dalam Alquran) sifat-sifat-Nya Yang Maha Luas, Agung dan Indah, yang ini semua akan menarik hati-hati yang suci dan jiwa-jiwa yang lurus. Karena sesungguhnya hati dan jiwa yang bersih secara fitrah akan mencintai (sifat-sifat) kesempurnaan.
 
Dan Allah ﷻ memiliki (sifat-sifat) kesempurnaan yang lengkap dan tidak terbatas. Masing-masing sifat tersebut memiliki keistimewaan dalam (menyempurnakan) penghambaan diri (seorang hamba), dan menarik hati (hamba-hamba-Nya) untuk (mencintai)-Nya.” [Kitab “Fathur Rahiimil Malikil ‘Allaam.” (hal. 55)]
 
Sebagai gambaran tentang sempurnanya Kemahaindahan Allah ﷻ yang pasti menjadikan orang yang mengenalnya akan mencintai-Nya dan menjadikan-Nya paling dicintai-Nya lebih dari segala sesuatu yang ada di dunia ini, cobalah kita cermati dan renungkan hadis berikut ini:
 
Dari Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jika penghuni Surga telah masuk Surga, Allah ﷻ berfirman: ‘Apakah kalian (wahai penghuni Surga) menginginkan sesuatu sebagai tambahan (dari kenikmatan Surga)?’ Maka mereka menjawab: ‘Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam Surga dan menyelamatkan kami dari (azab) Neraka?’ Maka (pada waktu itu) Allah membuka hijab (yang menutupi wajah-Nya Yang Maha Mulia), dan penghuni Surga tidak pernah mendapatkan suatu (kenikmatan) yang lebih mereka cintai dari pada melihat (wajah) Allah ﷻ.” Kemudian Rasulullah ﷺ membaca firman Allah ﷻ:
 
{لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}
 
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (Surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah ﷻ). Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni Surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS Yuunus:26) [HR Muslim dalam “Shahih Muslim.” (no. 181)]
 
Benarlah ucapan imam Ibnul Qayyim rahimahullah:
“Barang siapa yang mengenal Allah dengan nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya, maka dia pasti akan mencintai-Nya.” [Kitab “Madaarijus saalikin.” (3/17)]
 
Di tempat lain beliau rahimahullah berkata:
“Kalau kesempurnaan itu dicintai (manusia) karena zatnya, maka seharusnya Allah ﷻ, Dialah yang dicintai (manusia) karena (kemahasempurnaan pada) zat dan sifat-sifat-Nya. Hal ini disebabkan karena Allah tidak ada sesuatu pun yang lebih sempurna daripada Dia. Semua nama, sifat, dan perbuatan-Nya menunjukkan kesempurnaan. Maka Dialah yang dicintai dan dipuji dalam semua perbuatan-Nya, dan semua yang diperintahkan-Nya. Karena tidak ada kesia-siaan dalam semua perbuatan-Nya, dan tidak ada kesalahan dalam segala perintah-Nya. Semua perbuatan-Nya tidak lepas dari hikmah, kemaslahatan, keadilan, karunia dan rahmat (bagi hamba-hamba-Nya). Dan masing-masing dari semua hal itu mengharuskan (manusia untuk) memuji, menyanjung, dan mencintai-Nya. Semua firman-Nya benar dan adil. Semua balasan-Nya karunia dan keadilan. Kalau Dia memberi (kepada hamba-Nya), maka (semua itu) dengan karunia, rahmat, dan nikmat-Nya. Kalau Dia tidak memberi atau menghukum (hamba-Nya yang berhak mendapat hukuman), maka (semua itu) dengan keadilan dan hikmah-Nya.” [Kitab “Thariiqul Hijratain.” (hal. 352)]
 
Sebagai kesimpulan tentang dua sebab besar yang merupakan motivator cinta kepada Allah ﷻ, adalah sebagaimana ucapan imam Ibnul Qayyim rahimahullah:
“Jika terkumpul faktor kebaikan dan (banyaknya) limpahan nikmat dengan faktor kesempurnaan dan keindahan, maka tidak akan berpaling dari mencintai zat yang demikian keadaannya (terkumpul padanya dua faktor tersebut), kecuali hati yang paling buruk, rendah dan hina, serta paling jauh dari semua kebaikan. Karena sesungguhnya Allah menjadikan fitrah pada hati manusia untuk mencintai pihak yang berbuat kebaikan (padanya), dan sempurna dalam sifat-sifat dan tingkah lakunya.”[Kitab “Thariiqul Hijratain.” (hal. 352)]
 
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
 
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, Lc. MA.
Sumber:
 
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook:
https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
MOTIVATOR CINTA KEPADA ALLAH
MOTIVATOR CINTA KEPADA ALLAH
MOTIVATOR CINTA KEPADA ALLAH
MOTIVATOR CINTA KEPADA ALLAH