بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

MENGENAL SEKTE MURJI’AH

Sebagai seorang Mukmin hendaknya kita juga harus mengetahui dan mengenali golongan-golongan yang menyimpang, di samping memelajari dan mengikuti golongan yang selamat. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu:

“Orang-orang selalu bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang kebaikan. Sedangkan aku selalu bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir (kejelekan tersebut) akan menimpa diriku.” [HR. Bukhari no. 3606].

Berikut ini kita akan coba sedikit mengenal salah satu dari kelompok-kelompok dalam Islam yang telah muncul saat ini, yaitu Murji’ah.

Secara istilah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ahmad, Murji’ah ialah: Orang-orang yang menganggap:

  1. Keimanan itu hanya sebatas pengucapan dengan lisan saja [Maksudnya: keimanan itu hanya sebatas ucapan Dua Kalimat Syahadat saja. Sehingga, seseorang sudah dianggap Mukmin, hanya dengan mengucapkan dua kalimat tersebut]. Dan seluruh manusia tidak saling mengungguli dalam keimanan. Sehingga, keimanan mereka dengan keimanan para malaikat dan para nabi itu satu (sama dan setara).
  2. Keimanan itu tidak bertambah dan tidak berkurang.
  3. Tidak ada Istitsna’ (Ucapan insya Allah) dalam hal keimanan [Maksudnya, seseorang mengatakan: “Saya Mukmin insya Allah”].
  4. Dan siapa saja yang beriman dengan lisannya namun belum beramal, maka ia seorang Mukmin yang hakiki [Mauqif ahlis Sunnah wal Jama’ah Min Ahlil Ahwaa’ Wal Bida’ 1/152]

Sedangkan Syekh Abdul Aziz Ar-Rojihi mengatakan: “Murji’ah ialah mereka yang mengeluarkan amal perbuatan dari cakupan keimanan.” [Al-Mukhtar Fi Ushulis Sunnah 1/265, Syamilah]

Sebab Mereka Dinamakan Murji’ah

Mereka disebut Murji’ah dikarenakan mereka mengeluarkan amal perbuatan dari cakupan keimanan. Mereka mengatakan bahwa kemaksiatan tidak memiliki pengaruh buruk pada keimanan seseorang, sebagaimana ketaatannya tidak bermanfaat dalam kekufuran. Kemudian, dengan dasar ini mereka senantiasa memberikan harapan kepada pelaku maksiat, berupa pahala dan ampunan Allah [Mauqif Ahlis Sunnah Wal Jama’ah Min Ahlil Ahwaa’ Wal Bida’ 1/152].

Ada juga yang mengatakan bahwa mereka disebut Murji’ah karena senantiasa memberikan harapan atas pahala dan ampunan kepada para pelaku maksiat.

Perbedaan Dasar Antara Murji’ah dan Ahlus Sunnah

Perbedaan yang paling mendasar antara Ahlus Sunnah dan kelompok Murji’ah adalah pada masalah defenisi keimanan. Murji’ah mengatakan, keimanan itu hanya dengan mengucapkan Dua Kalimat Syahadat, disertai pembenaran dalam hati. Dan mereka tidak memasukkan amal perbuatan sebagai bagian dari keimanan.

Sedangkan Ahlus Sunnah mengatakan bahwa keimanan itu adalah:

  1. Pengucapan dengan lisan, yaitu mengucapkan Dua Kalimat Syahadat.
  2. Meyakini dengan hati.
  3. Pengamalan dengan anggota badan.
  4. Dapat bertambah dan berkurang. Bertambah dengan melakukan ketaatan kepada Allah, serta berkurang dengan bermaksiat.

Murji`ah memiliki sekian banyak ciri, dan ada beberapa ciri yang paling menonjol, di antaranya sebagai berikut:

  1. Mereka berpendapat, iman hanya sebatas penetapan dengan lisan, atau sebatas pembenaran dengan hati, atau hanya penetapan dan pembenaran.
  2. Mereka berpendapat, iman tidak bertambah dan tidak berkurang, tidak terbagi-bagi, orang yang beriman tidak bertingkat-tingkat, dan iman semua orang adalah sama.
  3. Mereka mengharamkan Istitsn` (Mengucapkan ‘Saya beriman insya Allah’) di dalam iman.
  4. Mereka berpendapat, orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan perbuatan haram (dosa dan maksiat) tidak berkurang imannya dan tidak merubahnya.
  5. Mereka membatasi kekufuran hanya pada pendustaan dengan hati.
  6. Mereka menyifati amal-amal kekufuran yang tidak membawa melainkan kepada kekufuran, seperti menghina dan mencela (Allah, Rasul-Nya, maupun syariat Islam); bahwa hal itu bukanlah suatu kekufuran, tetapi hal itu menunjukkan pendustaan yang ada dalam hati [Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jama’ah, karya Imam al-Lalika-i].

Kelompok-Kelompok Murji’ah

Para ulama yang menulis kitab-kitab Firaq (Sekte-sekte dalam Islam) berbeda-beda dalam menglasifikasikan jenis-jenis Murji’ah. Berikut adalah pengklasifikasian Syaikhul islam ibnu Taimiyyah rahimahullah terhadap kelompok ini:

  1. Kelompok yang mengatakan, bahwa keimanan itu hanya sebatas apa yang ada dalam hati, berupa pengetahuan dan keyakinan. Di antara mereka ada yang memasukkan amalan hati ke dalam cakupan iman, dan ada juga yang tidak, seperti Jahm bin Shofwan dan para pengikutnya.
  2. Kelompok yang mengatakan bahwa iman itu hanya sebatas ucapan dengan lisan. Dan ini merupakan perkataan Karromiyyah.
  3. Kelompok yang mengatakan keimanan itu hanya pembenaran dengan hati dan ucapan (Dua Kalimat Syahadat) [Ushuluddin ‘inda Abi Hanifah 1/354, Syamilah]. Dan ini merupakan perkataan Murjiah Fuqaha [Majmu’ Fatawa 111/223, Syamilah].

Jenis yang ketiga ini merupakan yang paling dekat dengan Ahlus Sunnah, dan kelompok Murji’ah sering ditujukan untuk jenis yang ini.

Syaikh Abdul Aziz Ar-Rojihi juga menglasifikasikan Murji’ah menjadi empat kelompok:

  1. Jahmiyyah. Mereka mengatakan, keimanan itu adalah pengenalan terhadap Rabb dengan hati. Sedangkan kekufuran itu kejahilan terhadap Rabb dalam hati. Mereka adalah orang-orang ekstrim; dan ini merupakan defenisi yang paling rusak tentang iman.
  2. Karromiyah. Mereka mengatakan, bahwa keimanan itu hanya sebatas ucapan dengan lisan. Jika seseorang telah mengucapkan syahadat dengan lisannya, maka dia adalah seorang Mukmin walaupun dalam hatinya berbohong.
  3. Asy’ariyah dan Maturidiyah. Mereka mengatakan, bahwa keimanan itu hanya pembenaran hati.
  4. Murji’ah Fuqoha. Mereka mengatakan, bahwa keimanan itu perbuatan dan pembenaran hati serta pengucapan dengan lisan. Dan ini merupakan mazhab Imam Abu Hanifah dan para murid beliau [Al-Mukhtar Fi Ushulis Sunnah 1/265, Syamilah].

Dan penamaan Murji’ah Fuqoha dikarenakan mereka adalah dari kalangan para ahli fiqih dan ahli ibadah yang diakui oleh Ahlus Sunnah.

Di antara Buah Pemikiran Kelompok Murji’ah

Sebagaimana yang telah disebutkan, bahwa perbedaan dasar antara Murji’ah dan Ahlus Sunnah ialah dalam permasalahan iman. Dari sinilah muncul banyak pandangan mereka yang menyelisihi Ahlus Sunnnah. Di antaranya adalah:

  1. Keimanan itu tidak bertambah dan tidak juga berkurang [Ushuluddin ‘inda Abi Hanifah 1/389, Syamilah].
  2. Seseorang yang telah mengucapkan Dua Kalimat Syahadat dan telah meyakininya dengan hati disanggap sebagai seorang Mukmin yang sempurna imannya, serta termasuk penghuni Surga; walaupun ia meninggalkan salat, puasa, dan melakukan dosa-dosa besar lainnya.
  3. Keimanan seorang Mukmin sama seperti keimanan para malaikat dan juga para nabi. Karena keimanan itu tidak saling melebihi satu dengan yang lain.
  4. Seseorang tidak boleh ber–istitsna dalam keimanan, yaitu mengatakan “Saya Mukmin insya Allah”. Karena hal itu menunjukkan menandakan keraguan dalam keimanan. Yaitu Ashlul Iman (Pokok keimanan). Dan siapa yang ragu dalam keimanan, maka tidak bisa dikatakan sebagai seorang Mukmin [Ushuluddin ‘inda Abi Hanifah 1/415, Syamilah]. Kecuali berkata demikian dalam rangka khawatir terjerumus dalam men-tazkiyah diri sendiri, yaitu khawatir dianggap merasa imannya sudah sempurna, maka boleh berkata demikian. Namun bukan dalam rangka meragukan Ashlul Iman (pokok keimanan) [Simak penjelasan Syaikh Muhammad Ali Farkus di http://www.ferkous.com/site/rep/Ba12.php ].

Wallahu a’lam.

Sumber:

Tulisan berjudul: “Mengenal Sekte Murji’ah” oleh Al-Ustadz Muhammad Nurul Fahmi hafizhahullah

[https://muslim.or.id/22277-mengenal-sekte-murjiah.html]

Tulisan berjudul: “Hakikat Murjiah Menurut Ahlus-Sunnah, Hizbiyyun Dan Harakiyyun” oleh: Al-Ustadz

Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah  [https://almanhaj.or.id/2345-ciri-ciri-murjiah-yang-paling-menonjol-ciri-ciri-seorang-terlepas-dari-murjiah.html]