بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ 
#SifatSholatNabi
MAKMUM MASBUK
 
Pertanyaan:
• Jika telah tertinggal satu rakaat atau lebih, pada saat imam Tahiyat Akhir, kita kan juga ikut baca Tahiyat. Duduknya itu mesti ikut imam (Tawarruk) atau duduk Iftirasy?
• Kapan harus bangun untuk menyempurnakan rakaat yang tertinggal? Apakah begitu imam selesai salam yang pertama, atau haruskah menunggu imam menyelesaikan salamnya yang kedua?
• Kita masuk jamaah sedang mendapati imam sedang berdiri (pada saat imam membaca sirr). Apakah masih disunnahkan kita baca doa Iftitah dan ta’awudz, atau sebaiknya langsung baca Al Fatihah?
 
Jawaban Ustadz:
 
Dilihat dari jumlah rakaatnya, maka bisa dibagi dua:
 
1. Jumlah rakaat yang shalatnya adalah dua rakaat, seperti shalat Subuh, Jumat dll, maka cara duduk Tasyahud dalam shalat seperti ini adalah Iftirasy. Ada dua hadis yang dijadikan dalil dalam hal ini, yaitu hadis dari Abdullah bin Zubair yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dengan sanad yang Hasan dan hadis dari Wail bin Hukr yang diriwayatkan oleh Nasai no. 1158 dengan sanad yang Shahih.
 
2. Shalat yang jumlah rakaatnya lebih dari dua rakaat. Maka untuk shalat jenis ini pada Tasyahud awal duduk Iftirasy dan pada Tasyahud akhir dengan Tawarruk. Dalilnya adalah hadis dari Abu Humaid As-Sa’idi, beliau menceritakan tata cara yang Nabi ﷺ lakukan di hadapan sepuluh sahabat, dan mereka semua membenarkannya. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari no. 794. Rincian seperti di atas merupakan pendapat Imam Ahmad.
 
Adapun Untuk makmum yang masbuk maka dirinci sebagai berikut:
 
1. Masbuk pada shalat dua rakaat, maka duduknya hanya Iftirasy.
2. Masbuk dalam shalat yang lebih dari dua rakaat dan imam sudah duduk Tasyahud akhir, maka ada dua kemungkinan:
• Makmum tertinggal dua rakaat atau lebih. Maka dalam kondisi ini, makmum Iftirasy dan tidak mengikuti imam, mengingat bahwa Nabi ﷺ saat shalat dua rakaat duduk dengan Iftirasy.
• Makmum tertinggal satu rakaat, maka posisi duduknya adalah Tawarruk sama dengan imamnya, sebagaimana cara Nabi ﷺ dalam shalat yang lebih dari dua rakaat.
 
Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahullah mengatakan: “Ada sebagian orang berpendapat, kalau seorang masbuk dua rakaat dan mendapati imam duduk terakhir, maka makmum duduk Tawarruk seperti posisi duduk imam dengan dalil hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: “Imam itu diangkat hanya untuk diikuti”, tapi yang tampak bagiku, masbuk tersebut tetap duduk Iftirasy.” (Diringkas dari Majalah An-Nashihah vol. 01 th I/1422 H hal 2-5).
 
Dalam Syarah Al Mumthi’ 2/312-313, Syaikh Al Utsaimin menyatakan, bahwa tidak ada kewajiban mengikuti dalam gerakan shalat ,yang tidak menyebabkan makmum mendahului atau terlambat dari imam.
 
***
 
Hal ini terkait dengan hukum salam kedua, wajib ataukah mustahab. Tentang hadis yang menunjukkan, bahwa Nabi ﷺ pernah hanya mengucapkan sekali salam dalam shalat beliau, Syaikh Albani mengatakan: “Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Adh Dhiya dalam Al-Mukhtarat dan Abdul Ghani Al-Maqdisi dalam As-Sunan 1/243 dengan sanad yang Shahih.” (Sifat Shalat Nabi ﷺ hal. 188), Jika demikian, hukum salam kedua adalah mustahab. Jadi makmum masbuk bisa berdiri untuk menyempurnakan shalat sesudah salam pertama imam, meski tak diragukan lagi, bahwa berdiri sesudah salam imam yang kedua, merupakan tindakan mengikuti imam yang lebih sempurna.
 
***
Di antara kesalahan dalam shalat yang disebutkan oleh Syaikh Masyur As-Salman adalah “Menyibukkan diri untuk membaca doa Iftitah dengan perlahan, membaca ta’awudz dan Basmalah, yang mana hal tersebut baru selesai setelah imam ruku’ atau hampir ruku.”
 
Ibnul Jauzi mengatakan: “Di antara orang yang terkena penyakit was-was ada yang baru bisa bertakbir dengan benar sesudah imam hampir ruku, orang tersebut lantas membaca doa Iftitah dan ta’awudz dan sesudah imam ruku’. Hal ini merupakan tipuan iblis. Ta’awudz dan doa Iftitah yang dilakukannya hukumnya adalah sunnah, sedangkan bacaan Al Fatihah yang ditinggalkannya adalah wajib. Makmum pun wajib membacanya menurut sebagian ulama. Karena itu tidak sepantasnya dikalahkan dengan hal yang hukumnya sunnah. Dulu ketika aku masih kecil, aku shalat bermakmum di belakang guru kami seorang pakar ilmu fikih, Abu Bakar Ad-Dainuri. Beliau mengetahui aku berbuat seperti itu, beliau lantas mengatakan: “Wahai anakku, sesungguhnya para ulama telah berselisih pendapat tentang makmum, apakah wajib membaca Al Fatihah ataukah tidak. Akan tetapi mereka tidak berselisih pendapat kalau doa Iftitah itu sunnah. Oleh karena itu sibukkanlah dirimu dengan yang wajib dan tinggalkanlah yang sunnah.” [Talbis Iblis hal. 139. Lihat Al-Qoulul Mubin fi Akhtai’ Al-Mushallin hal. 267].
 
***
 
Penanya: Zaini
Dijawab Oleh: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar
Sumber: muslim.or.id