بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#SifatSholatNabi

LARANGAN MENGIKAT RAMBUT DALAM SHOLAT

Oleh: Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma, bahwasanya ia melihat ‘Abdullah bin al-Harits sedang mengerjakan sholat, sementara rambutnya terikat ke belakang. Segera saja Ibnu ‘Abbas bangkit untuk mengurai ikatannya. Selesai sholat ia mendatangi Ibnu ‘Abbas dan berkata: “Ada apa gerangan dengan rambutku?” Ibnu ‘Abbas berkata: “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:

‘Sesungguhnya perumpamaannya adalah seperti orang yang sholat dengan tangan terikat’,” (HR Muslim [492]).

Diriwayatkan dari Abu Sa’ad –seorang lelaki penduduk Madinah- ia berkata: “Aku melihat Abu Rafi’, Maula Rasulullah ﷺ, menyaksikan al-Hasan sedang sholat dengan rambut terikat. Lalu ia melepaskan ikatannya atau ia melarangnya. Lalu ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah ﷺ melarang seseorang mengerjakan sholat dengan rambut terikat,” (Shahih lighairihi, HR Ibnu Majah [1042], Ahmad [VI/8 dan 391], ‘Abdurrazaq [2990])

Rasulullah ﷺ bersabda: “Itu (ikatan rambut) adalah tempat setan” (Hasan, HR Abu Dawud [646], at-Tirmidzi [384], Ibnu Khuzaimah [991], ‘Abdurrazaq [4991], al-Baihaqi [II/109] dan Ibnu Hibban [2779]).

Kandungan Bab:

Kaum lelaki dilarang mengerjakan sholat dengan rambut terikat. Imam Tirmidzi berkata (II/224): “Inilah yang berlaku di kalangan ahli ilmu. Mereka membenci kaum lelaki sholat dengan rambut terikat.”

Asy-Syaukani berkata dalam Nailul Authaar (II/287): “Zahir larangan yang tersebut dalam hadis di atas adalah haram, tidak boleh dipalingkan kepada hukum lain, kecuali bila ada indikasi yang mendukungnya”.

Siapa yang mengerjakan sholat dengan rambut terurai, rambutnya pasti tergerai ke lantai ketika sujud (bila rambutnya panjang). Ia akan mendapat pahala sujud dengan rambut tergerai ke lantai, karena hal itu menunjukkan, bahwa ia merendahkan kedudukan rambutnya dalam beribadah kepada Allah. Dasar-dasarnya adalah sebagai berikut:

Rambut yang terikat diserupakan oleh Rasulullah ﷺ dengan tangan yang terputus, karena kedua tangan yang terputus itu tidak sampai menyentuh lantai saat sujud. Demikian pula rambut yang terikat, ia tidak sujud bersama dengan rambutnya.

Sejumlah atsar yang diriwayatkan dari Salaf, di antaranya adalah, diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud rhodiyallohu ‘anhu, bahwa ia lewat di hadapan seorang lelaki yang sedang sujud dengan rambut terikat. Beliau mengurainya. Selesai sholat ‘Abdullah bin Mas’ud berkata kepadanya: “Janganlah engkau ikat rambutmu, karena rambutmu juga hendak sujud. Dan sesungguhnya setiap helai rambut yang sujud ada pahalanya.” Lelaki itu berkata: “Sesungguhnya aku mengikatnya agar tidak tergerai.” “Tergerai lebih baik bagimu!” sahut Ibnu Mas’ud, (Shahih, HR ‘Abdurrazaq dalam al-Mushannaf [II/185/4996] dan asy-Syaukani dalam Nailul Authaar [II/387]).

Dianjurkan agar tidak mengikat sorban lalu meletakkan ekor sorbannya di punggung. Akan tetapi hendaklah ia meletakkannya di atas dada (di depan). Cara seperti inilah yang dipilih oleh guru kami, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah. Wallaahu a’lam.

Larangan Dalam Hadis Diatas Khusus Bagi Kaum Pria, Bukan Untuk Wanita

Al-Imam Al-Muhaddits Al-Albani rahimahullahu berkata:

“Tampaknya hukum ini KHUSUS BAGI LAKI-LAKI, TIDAK BERLAKU BAGI WANITA , sebagaimana dinukilkan oleh Asy-Syaukani rahimahullahu dari Al-’Iraqi rahimahullahu.” (Ashlu Shifati Sholatin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, 2/743).

Al-’Iraqi rahimahullahu berkata: “Hukum ini khusus bagi laki-laki, tidak bagi wanita. Karena rambut mereka (para wanita) adalah aurat, wajib ditutup di dalam sholat. Bila ia melepaskan ikatan rambutnya, bisa jadi rambutnya tergerai dan sulit untuk menutupinya, hingga membatalkan sholatnya. Dan juga, akan menyulitkannya bila harus melepaskan rambutnya tatkala hendak sholat. Nabi ﷺ sendiri telah memberikan keringanan kepada kaum WANITA untuk TIDAK MELEPASKAN ikatan rambut mereka ketika mandi wajib, padahal (hal ini) sangat perlu untuk membasahi seluruh rambut mereka di saat mandi tersebut.” (Nailul Authar 2/440)

Wallahu a’lam.

[Al-Manaahisy Syar’iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali]

Sumber:

http://qodarullahi.multiply.com/reviews/item/141

http://abuayaz.blogspot.co.id/2011/03/larangan-mengikat-rambut-dalam-shalat.html