بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
KUTUNGGU ENGKAU DI TELAGAKU
 
Di antara pokok keimanan seorang Muslim adalah beriman kepada “al-Haudh” (الحوض). Dari sisi Bahasa Arab, “al-Haudh” adalah tempat berkumpulnya air [Tahdziib Al-Lughah, 1/258 karya Al-Azhari], sehingga dalam bahasa kita (Bahasa Indonesia), bisa dimaknai dengan danau, telaga, atau yang sejenis dengan itu.
 
Al-Haudh adalah telaga yang Allah taala siapkan untuk Nabi-Nya Muhammad ﷺ pada Hari Kiamat, sehingga umatnya dapat mendatangi dan meminum air telaga tersebut. Pada Hari Kiamat yang amat mengerikan kelak, manusia dibangkitkan dalam keadaan susah payah, matahari didekatkan dalam jarak satu mil, kondisi sangat terik, sehingga kita berada dalam kondisi kehausan dan sangat butuh air untuk minum.
 
Dan di antara rahmat dan kasih sayang Nabi ﷺ adalah beliau telah menunggu umatnya di telaga beliau pada hari yang sangat mengerikan tersebut. Sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
 
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الحَوْضِ
 
“Aku menunggu kalian di telaga.” [HR. Bukhari no. 6576]
 
Semoga Allah taala memudahkan jalan kita untuk bertemu dengan Nabi ﷺ di telaga beliau, dan minum dari telaga tersebut. Sehingga dalam tulisan ini, akan dipaparkan beberapa pembahasan penting terkait keimanan terhadap al-Haudh. Judul tulisan ini mengutip judul ceramah Ustadz DR. Firanda Andirja, MA hafidzahullahu taala di salah salah satu majelis beliau, yang terinspirasi dari hadis Nabi ﷺ di atas. Dan kami pun banyak mengambil faidah dari ceramah beliau dalam menyusun tulisan ini.
 
Beriman kepada Al-Haudh termasuk dalam Pokok Keimanan
 
Beriman kepada telaga Nabi ﷺ termasuk dalam pembahasan keimanan terhadap Hari Akhir, yang mencakup keimanan terhadap hal-hal yang terjadi setelah kematian, sebagaimana yang telah diberitakan oleh Allah taala dan Rasul-Nya ﷺ.
 
Hadis-hadis tentang telaga Nabi mencapai derajat Mutawatir, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh puluhan sahabat Nabi ﷺ, sehingga tidak mungkin mereka semua bersepakat untuk berdusta. Hal ini berarti bahwa kita yakin dengan penuh keyakinan, bahwa telaga Nabi ﷺ itu benar adanya.
 
Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafidzahullah berkata:
“Beriman kepada telaga Nabi termasuk dalam akidah yang wajib diyakini oleh seorang hamba. Terdapat hadis-hadis tentang telaga Nabi ﷺ yang mencapai derajat Mutawatir.” [Syarh Ushuul As-Sunnah lil Imam Ahmad, hal. 56]
 
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
 
مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الجَنَّةِ، وَمِنْبَرِي عَلَى حَوْضِي
 
“Di antara rumahku dan mimbarku terdapat Raudhah (taman) di antara taman-taman Surga. Dan mimbarku berada di telagaku.” [HR. Bukhari no. 1196]
 
Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
 
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَأَذُودَنَّ رِجَالًا عَنْ حَوْضِي، كَمَا تُذَادُ الغَرِيبَةُ مِنَ الإِبِلِ عَنِ الحَوْضِ
 
“Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh akan banyak laki-laki yang ditolak (diusir) dari telagaku, sebagaimana diusirnya unta asing dari telaga (pemilik unta)” [HR. Bukhari no. 2367]
 
Beriman kepada Al-Haudh adalah Ijmak (Konsensus) Ahlus Sunnah
 
Oleh karena itu, beriman kepada Haudh termasuk di antara Ijmak (konsensus) Ahlus Sunnah. Tidaklah seseorang mengingkari atau mendustakan al-Haudh, kecuali dia telah menyimpang dari akidah yang lurus.
 
Ibnu Abi Zamanin rahimahullahu taala berkata:
 
وأهل السنة يؤمنون بأن للنبي محمدا حوضا أعطاه الله إياه، من شرب منه شربة لم يظمأ بعدها أبدا
 
“Ahlus Sunnah beriman, bahwa Nabi ﷺ memiliki al-Haudh yang telah Allah taala siapkan untuk beliau. Barang siapa yang minum dari telaga tersebut meskipun seteguk air, dia tidak akan haus selama-lamanya.” [Ushuul As-Sunnah, hal. 158]
 
Imam Ahmad rahimahullahu taala berkata:
 
والإيمان بالحوض، وأن لرسول الله حوضا يوم القيامة ترد عليه أمته
 
“(Wajibnya) beriman kepada al-Haudh. Sesungguhnya Rasulullah ﷺ memiliki al-Haudh pada Hari Kiamat, yang akan didatangi oleh umatnya.” [Syarh Ushuul As-Sunnah lil Imam Ahmad, hal. 56]
 
Al-Barbahari rahimahullahu taala berkata:
 
والإيمان بحوض رسول الله صلى الله عليه و سلم
 
“(Wajibnya) beriman kepada telaga Rasulullah ﷺ.” [Syarh As-Sunnah, hal. 65]
 
Ibnu Abi ‘Ashim rahimahullahu taala berkata:
 
وَالْأَخْبَارُ الَّتِي ذَكَرْنَاهَا فِي حَوْضِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تُوجِبُ الْعِلْمَ، أَنْ يَعْلَمَ كُنْهَ حَقِيقَتِهِ، أَنَّهَا كَذَلِكَ وَعَلَى مَا وَصَفَ بِهِ نَبِيُّنَا عَلَيْهِ السَّلَامُ حَوْضَهُ، فَنَحْنُ بِهِ مُصَدِّقُونَ غَيْرُ مُرْتَابِينَ وَلَا جَاحِدِينَ، وَنَرْغَبُ إِلَى الَّذِي وَفَقَنَا لِلتَّصْدِيقِ بِهِ – وَخَذَلَ الْمُنْكِرِينَ لَهُ وَالْمُكَذِّبِينَ بِهِ عَنِ الْإِقْرَارِ بِهِ وَالتَّصْدِيقِ بِهِ، لِيَحْرِمَهُمْ لَذَّةَ شُرْبِهِ – أَنْ يُورِدَنَا فَيَسْقِينَا مِنْهُ شَرْبَةً نَعْدَمَ لَهَا ظَمَأَ الْأَبَدِ بِطُولِهِ، وَنَسْأَلُهُ ذَلِكَ بِتَفَضُّلِهِ
 
“Dan riwayat-riwayat (berita) yang telah kami sebutkan tentang telaga Nabi ﷺ berkonsekuensi ilmu (yang wajib diyakini), sehingga kita mengetahui hakikat sebenarnya berdasarkan gambaran yang telah dijelaskan oleh Nabi ﷺ. Maka kami membenarkan hal itu, tidak meragukan, dan tidak mengingkarinya.
 
Kami memohon agar orang-orang yang sama keyakinannya dengan kami, agar bisa mendatanginya. Dan agar kami bisa minum dari telaga tersebut, sehingga menjadi hilanglah rasa haus selamanya. Kami memohon hal itu dengan keutamaan (yang dimiliki) telaga tersebut. Dan semoga Allah taala telantarkan orang-orang yang mengingkari dan mendustakannya, serta menghalangi mereka dari kelezatan meminumnya.“ [As-Sunnah, 1/521]
 
Pembahasan tentang telaga Nabi ﷺ termasuk dalam ilmu gaib. Sehingga ketika membahas karakteristik atau gambaran telaga Nabi ﷺ, hanya boleh didasarkan atas riwayat yang sahih dari beliau ﷺ. Tidak boleh memakai dasar pendapat atau logika manusia semata. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini kami menyebutkan beberapa hadis yang sahih dari Nabi ﷺ tentang gambaran telaga beliau.
 
Luas Telaga Nabi ﷺ
 
Rasulullah ﷺ bersabda:
 
حَوْضِي مَسِيرَةُ شَهْرٍ
 
“(Ukuran) telagaku (sama dengan) perjalanan selama sebulan.” [HR. Bukhari no. 6579]
 
Dalam hadis di atas Rasulullah ﷺ menggambarkan, bahwa telaga beliau sangat luas, yang harus ditempuh dengan perjalanan selama sebulan. Di sini beliau tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan perjalanan sebulan itu. Apakah perjalanan dengan kuda tercepat di dunia, atau perjalanan sebulan penduduk Akhirat di Surga kelak. Wallahu taala a’alam. Akan tetapi maksud beliau ﷺ adalah menggambarkan betapa luasnya telaga tersebut.
 
Rasulullah ﷺ juga menggambarkan luasnya telaga beliau dalam beberapa hadis yang lain. Di antaranya sabda beliau:
 
إِنَّ قَدْرَ حَوْضِي كَمَا بَيْنَ أَيْلَةَ وَصَنْعَاءَ مِنَ اليَمَنِ، وَإِنَّ فِيهِ مِنَ الأَبَارِيقِ كَعَدَدِ نُجُومِ السَّمَاءِ
 
“Sesungguhnya ukuran telagaku bagaikan (jarak) antara kota Eiliya (di negeri Syam, pen.) dan Shan’a di negeri Yaman, dan terdapat gelas-gelas yang jumlahnya bagaikan bintang di langit.” [HR. Bukhari no. 6580]
 
Dalam hadis yang lain, Rasulullah ﷺ sebutkan:
 
كَمَا بَيْنَ المَدِينَةِ وَصَنْعَاءَ
 
“(Lebarnya) bagaikan jarak antara kota Madinah dan Shan’a.” [HR. Bukhari no. 6581]
 
مَا بَيْنَ عَمَّانَ إِلَى أَيْلَةَ
 
“(Lebarnya) bagaikan jarak antara kota ‘Amman dan Eiliya (keduanya di negeri Syam, pen.).” [HR. Muslim no. 2300]
 
Sebagian orang menganggap hadis-hadis di atas bertentangan (kontradiktif), karena jarak antara Eiliya ke Shan’a tidak sama dengan jarak antara Madinah ke Shan’a. Akan tetapi para ulama, di antaranya Al-Qurthubi rahimahullah membantah anggapan ini, karena dalam hadis-hadis tersebut, Rasulullah ﷺ sedang berbicara sesuai dengan kadar pengetahuan orang yang diajak bicara. Ketika yang mereka kenal adalah kota yang ada di negeri Syam, maka beliau ﷺ sebutkan kota Eiliya dan ‘Amman yang ada di negeri Syam. Ketika yang mereka kenal adalah kota yang ada di negeri Yaman, maka beliau ﷺ sebutkan kota Shan’a yang ada di negeri Yaman. Yang jelas, Nabi ﷺ mendeskripsikan luas telaga beliau sesuai dengan kadar pengetahuan sahabat yang sedang beliau ajak bicara [Faidah ini kami dapatkan dari penjelasan Ustadz D. Firanda Andirja, MA dalam salah satu majelis beliau: https://www.youtube.com/watch?v=g603s6BUrag&t=1203s].
Wallahu taala a’lam.
 
Bentuk Telaga Nabi ﷺ
 
Rasulullah ﷺ juga menggambarkan bagaimanakah bentuk telaga beliau. Rasulullah ﷺ bersabda:
 
عَرْضُهُ مِثْلُ طُولِهِ
 
“Lebarnya sama dengan panjangnya.” [HR. Muslim no. 2300]
 
Dalam hadis yang lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
 
حَوْضِي مَسِيرَةُ شَهْرٍ، وَزَوَايَاهُ سَوَاءٌ
 
“(Panjang) telagaku (sama dengan) perjalanan selama sebulan, dan sisi-sisinya (pojok-pojoknya) sama.” [HR. Muslim no. 2292]
 
Berdasarkan hadis di atas, para ulama rahimahullahu taala berbeda pendapat tentang bentuk telaga Nabi ﷺ. Sebagian ulama berpendapat, bahwa bentuk telaga Nabi itu persegi (bujur sangkar), karena panjang dan lebarnya sama. Sedangkan sebagian ulama yang lain (di antaranya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah) memahami, bahwa bentuk telaga Nabi adalah lingkaran, karena memiliki ruas dan pojok yang sama dari berbagai sisi. Wallahu taala a’lam tentang bagaimana hakikatnya. [Faidah ini kami dapatkan dari penjelasan Ustadz DR. Firanda Andirja, MA dalam salah satu majelis beliau: https://www.youtube.com/watch?v=g603s6BUrag&t=1203s]
 
Gambaran Air Minum dan Cangkir (Gelas) di Telaga Nabi
 
Rasulullah ﷺ juga telah menjelaskan kepada kita, bagaimanakah gambaran air minum yang ada di telaga beliau. Rasulullah ﷺ bersabda:
 
مَاؤُهُ أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ، وَرِيحُهُ أَطْيَبُ مِنَ المِسْكِ، وَكِيزَانُهُ كَنُجُومِ السَّمَاءِ، مَنْ شَرِبَ مِنْهَا فَلاَ يَظْمَأُ أَبَدًا
 
“Airnya lebih putih daripada susu. Baunya lebih harum dari minyak misk, dan cangkir-cangkirnya (sebanyak) bintang di langit. Barang siapa yang minum dari telaga tersebut, dia tidak akan haus selamanya.” [HR. Bukhari no. 6579]
 
Dalam riwayat yang lain, beliau ﷺ menjelaskan:
 
أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، يَغُتُّ فِيهِ مِيزَابَانِ يَمُدَّانِهِ مِنَ الْجَنَّةِ، أَحَدُهُمَا مِنْ ذَهَبٍ، وَالْآخَرُ مِنْ وَرِقٍ
 
“Airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu. Di dalamnya ada dua saluran yang memancarkan air dari Surga. Satu saluran terbuat dari emas, dan yang satu lagi terbuat dari perak.” [HR. Muslim no. 2301]
 
تُرَى فِيهِ أَبَارِيقُ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ كَعَدَدِ نُجُومِ السَّمَاءِ
 
“Di dalamnya (telaga) diperlihatkan gelas-gelas yang terbuat dari emas dan perak, yang jumlahnya bagaikan jumlah bintang di langit.” [HR. Muslim no. 2303]
 
Dari hadis-hadis di atas kita mengetahui, bahwa air di telaga Nabi ﷺ sangatlah lezat dan nikmat, sehingga digambarkan lebih putih dari susu, dan lebih manis dari madu. Juga bau air tersebut lebih wangi dari minyak misk. Ketika umat beliau ﷺ mendatangi telaga tersebut, tidak perlu antri dan berebut untuk minum air, karena sangat luasnya telaga tersebut. Dan telah disediakan gelas-gelas yang terbuat dari emas dan perak, yang jumlahnya bagaikan jumlah bintang di langit. Setelah meminumnya, manusia tidak akan pernah meraskaan haus selama-lamanya.
 
Orang-Orang yang Diusir dari Telaga Nabi
 
Dalam situasi yang sangat kehausan, umat Rasulullah ﷺ mendatangi telaga beliau untuk minum. Sebagian di antara mereka justru diusir dari telaga beliau. Tidak boleh minum dari air telaga beliau, sebagaimana sabda Nabi ﷺ yang telah disebutkan di atas:
 
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَأَذُودَنَّ رِجَالًا عَنْ حَوْضِي، كَمَا تُذَادُ الغَرِيبَةُ مِنَ الإِبِلِ عَنِ الحَوْضِ
 
“Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh akan banyak laki-laki yang ditolak (diusir) dari telagaku, sebagaimana diusirnya unta asing dari telaga (pemilik unta).” [HR. Bukhari no. 2367]
 
Lalu siapakah orang-orang yang diusir dari telaga Nabi ﷺ tersebut, sehingga tidak bisa minum dari telaga beliau?
 
Pertama: Orang-orang yang murtad (keluar dari Islam)
 
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
 
يَرِدُ عَلَيَّ يَوْمَ القِيَامَةِ رَهْطٌ مِنْ أَصْحَابِي، فَيُحَلَّئُونَ عَنِ الحَوْضِ، فَأَقُولُ: يَا رَبِّ أَصْحَابِي، فَيَقُولُ: إِنَّكَ لاَ عِلْمَ لَكَ بِمَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ، إِنَّهُمُ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِمْ القَهْقَرَى
 
“Pada Hari Kiamat, beberapa orang sahabatku mendatangiku, kemudian mereka diusir dari telaga. Aku pun berkata: ‘Wahai Rabb-ku, (mereka adalah) sahabatku.’ Allah taala menjawab: ‘Sesungguhnya kamu tidak memiliki pengetahuan tentang apa yang mereka kerjakan sepeninggalmu. Mereka berbalik ke belakang dengan melakukan murtad (keluar dari agama Islam, pen.) (dosa besar).” [HR. Bukhari no. 6585]
 
Al-Qurthubi rahimahullahu taala berkata:
 
قال علماؤنا رحمة الله عليهم أجمعين: فكل من ارتد عن دين الله أو أحدث فيه ما لا يرضاه الله ولم يأذن به الله، فهو من المطرودين عن الحوض المبعدين عنه
 
“Ulama-ulama kami rahimahullah berkata: ‘Semua orang yang murtad dari agama Allah, atau membuat-buat perkara baru dalam agama yang tidak diridai dan diijinkan oleh Allah, maka mereka termasuk orang-orang yang diusir dan dijauhkan dari telaga.” [At-Tadzkirah, 1/710]
 
Kedua: Orang-orang yang berbuat bidah dalam agama
 
Rasulullah ﷺ bersabda:
 
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الحَوْضِ، وَلَيُرْفَعَنَّ مَعِي رِجَالٌ مِنْكُمْ ثُمَّ لَيُخْتَلَجُنَّ دُونِي، فَأَقُولُ: يَا رَبِّ أَصْحَابِي، فَيُقَالُ: إِنَّكَ لاَ تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
 
“Aku menunggu kalian di telaga. Diperlihatkan bersamaku beberapa orang di antara kalian, kemudian dicabut dari pandanganku. Aku pun berteriak: ‘Wahai Rabb-ku, (mereka) sahabatku.’ Maka ada suara: ‘Engkau tidak mengetahui apa yang mereka lakukan sepeninggalmu.’” [HR. Bukhari no. 6576]
 
Dalam riwayat yang lain, Nabi ﷺ bersabda:
 
إِنَّهُمْ مِنِّي، فَيُقَالُ: إِنَّكَ لاَ تَدْرِي مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ، فَأَقُولُ: سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِي
 
“Sesungguhnya mereka itu umatku. Lalu disampaikan kepadaku: ‘Engkau tidak mengetahui, bahwa mereka telah mengubah (agamanya), setelah engkau meninggal.’ Aku pun berkomentar: ‘Celaka, celaka, bagi orang yang mengganti agamanya setelah aku meninggal.” [HR. Bukhari 7050]
 
Lalu siapakah orang yang mengganti agama beliau itu?
 
Ibnu ‘Abdil Barr Al-Maliki rahimahullahu taala menjelaskan siapakah orang-orang yang “mengganti” agama itu. Beliau berkata:
 
وَكُلُّ مَنْ أَحْدَثَ فِي الدِّينِ مَا لَا يَرْضَاهُ اللَّهُ وَلَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ فَهُوَ مِنَ الْمَطْرُودِينَ عَنِ الْحَوْضِ الْمُبْعَدِينَ عَنْهُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ
 
“Setiap orang yang membuat-buat perkara baru dalam agama yang tidak Allah ridai dan tidak diijinkan oleh Allah taala, maka mereka termasuk orang-orang yang diusir dari telaga, dan dijauhkan dari telaga. Wallahu a’lam.
 
وَأَشَدُّهُمْ طَرْدًا مَنْ خَالَفَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَفَارَقَ سَبِيلَهُمْ مِثْلُ الْخَوَارِجِ عَلَى اخْتِلَافِ فِرَقِهَا وَالرَّوَافِضِ عَلَى تَبَايُنِ ضَلَالِهَا وَالْمُعْتَزِلَةِ عَلَى أَصْنَافِ أَهْوَائِهَا فَهَؤُلَاءِ كُلُّهُمْ يُبَدِّلُونَ
 
Dan orang yang paling parah terusirnya dari telaga Nabi ﷺ adalah orang-orang yang menyelisihi jamaah kaum Muslimin, semacam:
• Orang-orang Khawarij dengan berbagai macam sektenya,
• Orang-orang Syiah yang sangat jelas kesesatannya, dan
• Orang-orang Muktazilah dengan berbagai macam kelompoknya.
Mereka semua adalah orang-orang yang mengganti (mengubah) agamanya.
 
وَكَذَلِكَ الظَّلَمَةُ الْمُسْرِفُونَ فِي الْجَوْرِ وَالظُّلْمِ وَتَطْمِيسِ الْحَقِّ وَقَتْلِ أَهْلِهِ وَإِذْلَالِهِمْ وَالْمُعْلِنُونَ بِالْكَبَائِرِ الْمُسْتَخِفُّونَ بِالْمَعَاصِي وَجَمِيعُ أَهْلِ الزَّيْغِ وَالْأَهْوَاءِ وَالْبِدَعِ كُلُّ هَؤُلَاءِ يُخَافُ عَلَيْهِمْ أَنْ يَكُونُوا عُنُوا بِهَذَا الْخَبَرِ
 
“Demikian pula orang-orang yang melampaui batas dalam kezaliman dan kejahatan, membantai kebenaran, membunuh dan menghinakan pengikut kebenaran. Demikian pula orang-orang yang terang-terangan dalam berbuat dosa besar, meremehkan maksiat, dan seluruh kelompok yang menyimpang, pengikut hawa nafsu dan Ahli Bidah. Mereka semua dikhawatirkan termasuk orang-orang yang dimaksud dalam hadis ini.” [At-Tamhiid limaa fil Muwaththa’ fil Ma’aani wal Asaanid, 20/263]
 
Dari penjelasan beliau di atas jelaslah, bahwa Ahlu Bidah, terutama bidah dalam masalah akidah semacam Khawarij, Syiah, dan Muktazilah, mereka adalah orang-orang yang akan terusir dari telaga Nabi ﷺ. Oleh karena itu, di antara usaha agar kita termasuk dalam umat yang bisa minum dari telaga Nabi ﷺ, adalah senantiasa berpegang teguh dengan Sunnah Nabi ﷺ, dan tidak berbuat bidah dalam agama, baik bidah dalam amal perbuatan (ibadah), apalagi bidah dalam akidah (keyakinan).
 
Letak Telaga Nabi ﷺ
 
Berkaitan dengan di manakah letak telaga Nabi ﷺ, para ulama berbeda menjadi dua pendapat:
 
Pendapat Pertama: Letak telaga Nabi ﷺ adalah setelah Shirath (jembatan di atas Neraka Jahannam). Pendapat ini adalah zahir dari pendapat Imam Bukhari rahimahullahu taala, karena di dalam kitab Sahihnya beliau meletakkan bab al-Haudh setelah Bab Shirath.
 
Ibnu Hajar rahimahullahu taala berkata:
“Penyebutan hadis-hadis al-Haudh oleh Imam Bukhari setelah menyebutkan hadis-hadis tentang syafaat dan setelah Shirath, adalah isyarat dari beliau, bahwa letak telaga Nabi ﷺ adalah setelah melewati Shirath.” [Fathul Baari, 11/466]
 
Pendapat Kedua: Telaga Nabi ﷺ terletak sebelum Shirath, yaitu ketika di Padang Mahsyar. Inilah yang dipilih oleh Al-Qurthubi, Ibnu Katsir rahimahumullah, dan dikuatkan oleh banyak ulama lainnya.
 
Alasannya adalah terdapat hadis-hadis yang menyebutkan, bahwa sebagian umat Nabi ﷺ diusir dari telaga. Mereka ini adalah orang-orang yang murtad, pelaku dosa besar yang jatuh ke Neraka ketika tidak berhasil melewati Shirath. Sehingga orang-orang yang melewati Shirath adalah yang selamat dari Neraka. Jika telaga itu terletak setelah Shirath, bagaimana mungkin orang-orang yang sudah jatuh ke dalam Neraka tersebut, mereka masih bisa mendatangi Shirath, meskipun kemudian diusir?
 
Hal ini pun sesuai dengan kondisi ketika itu, yaitu manusia sangat butuh air minum ketika dibangkitkan dan dikumpulkan di Mahsyar. Ketika itu mereka menunggu dalam waktu yang sangat lama, sehingga mereka pun akhirnya kehausan. Sehingga tepatlah ketika itu Rasulullah ﷺ menunggu umatnya di telaga, sehingga meskipun masa penantian di Mahsyar sangat lama, mereka tidak pernah kehausan.
 
Berapakah Jumlah Telaga Nabi ﷺ?
 
Pembahasan yang terkait dengan letak telaga Nabi ﷺ adalah tentang jumlah telaga yang dimiliki Nabi ﷺ. Banyak ulama menyebutkan, bahwa telaga Nabi ﷺ ada dua. Telaga pertama terletak sebelum Shirath (yaitu di Padang Mahsyar), sedangkan telaga ke dua terletak setelah Shirath, yang disebut dengan Telaga Al-Kautsar. Sehingga umat beliau minum dari telaga Nabi ﷺ sebelum melintasi Shirath. Dan juga minum di telaga Nabi ﷺ setelah melintasi Shirath, yaitu ketika sudah di dekat Surga atau ketika di Surga.
 
Sedangkan ulama yang lain berpendapat, bahwa telaga Nabi ﷺ hanya satu saja, yaitu yang ada sebelum Shirath. Adapun setelah Shirath, yaitu Al-Kautsar, adalah nama sungai yang terletak di Surga, yang Allah taala sebutkan dalam firman-Nya:
 
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
 
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu, dialah yang terputus.” [QS. Al-Kautsar (108): 1-3]
 
Al-Kautsar nama sungai di Surga adalah berdasarkan hadis riwayat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
 
بَيْنَمَا أَنَا أَسِيرُ فِي الجَنَّةِ، إِذَا أَنَا بِنَهَرٍ، حَافَتَاهُ قِبَابُ الدُّرِّ المُجَوَّفِ، قُلْتُ: مَا هَذَا يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَذَا الكَوْثَرُ، الَّذِي أَعْطَاكَ رَبُّكَ، فَإِذَا طِينُهُ – أَوْ طِيبُهُ – مِسْكٌ أَذْفَرُ
 
“Ketika kami berjalan di Surga, tiba-tiba ada sungai yang pinggirnya berupa kubah dari mutiara berongga. Aku bertanya: ‘Apa ini, wahai Jibril?’ Jibril menjawab: ‘Inilah al-Kautsar yang Allah taala berikan untukmu.’ Ternyata tanahnya atau bau wanginya terbuat dari minyak Misk Adzfar.” [HR. Bukhari no. 6581]
 
Wallahu taala a’lam, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang pertama, yang menyatakan bahwa telaga Nabi ada dua [2]. Hal ini karena dalam sebagian riwayat, Nabi ﷺ juga menyebut telaga beliau dengan sebutan al-Kautsar. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa setelah turun Surat Al-Kautsar, Nabi ﷺ bertanya kepada para sahabatnya:
 
أَتَدْرُونَ مَا الْكَوْثَرُ؟
 
“Apakah kalian tahu, apakah al-Kautsar itu?”
Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.”
 
Lalu Nabi ﷺ bersabda:
 
فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ، عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ، هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
 
“Sesungguhnya al-Kautsar adalah sungai yang dijanjikan oleh Rabb-ku kepadaku. Padanya terdapat kebaikan yang banyak. Al-Kautsar adalah telaga yang didatangi umatku pada Hari Kiamat.” [HR. Muslim no. 400]
 
Telaga Nabi ﷺ disebut juga dengan al-Kautsar berdasarkan tinjauan, bahwa kedua telaga tersebut saling bersambung, yaitu antara yang terletak setelah Shirath, dan telaga yang terletak di Mahsyar. Oleh karena itu, terdapat hadis-hadis Nabi ﷺ yang menjelaskan, bahwa terdapat dua saluran (pancuran) yang mensuplai air di telaga Nabi ﷺ yang terdapat di Mahsyar. Suplai air tersebut berasal dari telaga al-Kautsar yang ada di Surga. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ menjelaskan:
 
أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، يَغُتُّ فِيهِ مِيزَابَانِ يَمُدَّانِهِ مِنَ الْجَنَّةِ، أَحَدُهُمَا مِنْ ذَهَبٍ، وَالْآخَرُ مِنْ وَرِقٍ
 
“Airnya lebih putih daripada susu, dan lebih manis daripada madu. Di dalamnya ada dua saluran yang memancarkan air (dengan kencang) dari Surga. Satu saluran terbuat dari emas, dan yang satu lagi terbuat dari perak.” [HR. Muslim no. 2301]
 
Dikuatkan dengan hadis riwayat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
 
يَشْخَبُ فِيهِ مِيزَابَانِ مِنَ الْجَنَّةِ، مَنْ شَرِبَ مِنْهُ لَمْ يَظْمَأْ
 
“Di telaga tersebut terdapat dua saluran air yang tersambung ke Surga. Barang siapa meminum airnya, maka dia tidak akan merasa haus.” [HR. Muslim no. 2300]
 
Kesimpulan dalam masalah ini, telaga Nabi ﷺ ada dua:
• Satu terletak di Mahsyar (sebelum Shirath) dan
• Satu lagi terletak setelah Shirath, yaitu di Surga.
 
Air telaga Nabi ﷺ di Mahsyar disuplai dari telaga Nabi (al- Kautsar) yang ada di Surga. Sehingga jadilah air telaga Nabi ﷺ yang ada di Mahsyar itu lebih putih daripada susu, lebih manis daripada madu, dan lebih harum dari minyak misk [Faidah ini kami dapatkan dari penjelasan Ustadz DR. Firanda Andirja, MA dalam salah satu majelis beliau: https://www.youtube.com/watch?v=g603s6BUrag&t=1203s]
 
Keberadaan Telaga Nabi saat Ini
 
Di antara yang menjadi keyakinan (akidah) Ahlus Sunnah adalah bahwa telaga Nabi ﷺ itu sudah ada saat ini. Hal ini sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan dari ‘Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulullah ﷺ menyalati para korban Perang Uhud setelah delapan tahun, seolah-olah seperti perpisahan antara orang yang hidup dengan orang yang telah mati. Kemudian beliau ﷺ naik mimbar seraya berkata:
 
إِنِّي بَيْنَ أَيْدِيكُمْ فَرَطٌ، وَأَنَا عَلَيْكُمْ شَهِيدٌ، وَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الحَوْضُ، وَإِنِّي لَأَنْظُرُ إِلَيْهِ مِنْ مَقَامِي هَذَا، وَإِنِّي لَسْتُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُشْرِكُوا، وَلَكِنِّي أَخْشَى عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا أَنْ تَنَافَسُوهَا
 
“Sesungguhnya aku mendahului kalian. Dan aku adalah saksi atas kalian. Sungguh, yang dijanjikan atas kalian adalah telaga. Dan aku benar-benar telah melihatnya dari tempatku ini. Aku tidaklah lebih khawatir terhadap syirik yang kalian perbuat. Akan tetapi yang lebih aku khawatirkan atas kalian adalah dunia yang akan kalian perebutkan.” [HR. Bukhari no. 4042]
 
Apakah Nabi yang Lain juga Memiliki Telaga?
 
Terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama, apakah nabi-nabi yang lain juga memiliki telaga. Perbedaan ini dibangun di atas pembicaraan tentang status hadis yang diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri rahimahullah dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
 
إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوْضًا وَإِنَّهُمْ يَتَبَاهَوْنَ أَيُّهُمْ أَكْثَرُ وَارِدَةً، وَإِنِّي أَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ وَارِدَةً
 
“Sesungguhnya setiap nabi memiliki telaga. Dan mereka akan saling berlomba (berbangga), siapa di antara mereka yang telaganya paling banyak dikunjungi. Dan aku berharap, bahwa aku adalah orang yang telaganya paling banyak pengunjungnnya.” [HR. At-Tirmidzi no. 2443]
 
Hadis ini diperselisihkan status sahihnya. Dan di antara ulama yang menilai hadis ini Hasan adalah Syaikh Ibnu Baaz dan Syaikh Al-Albani rahimahumullah. Sehingga kita katakan, bahwa nabi-nabi yang lain juga memiliki telaga. Meskipun demikian, telaga yang paling istimewa adalah telaga Nabi ﷺ yang mendapatkan suplai air dari Surga.
 
Penutup
 
Demikianlah pembahasan yang dapat disampaikan terkait keimanan terhadap telaga Nabi ﷺ. Kita berdoa kepada Allah taala, semoga kita termasuk di antara umatnya Nabi ﷺ yang bisa minum dari telaga Nabi ﷺ, sehingga kita tidak merasakan haus ketika berada dalam masa penantian yang sangat lama di Padang Mahsyar. Dan di antara sebab yang bisa membuat kita datang ke telaga Nabi ﷺ, dan meminum air telaga Nabi ﷺ adalah berpegang teguh dengan ajaran (Sunnah) Nabi ﷺ, konsisten (istiqamah) di atasnya, dan menjauhkan diri dari bidah. Juga dengan menjauhi berbagai macam maksiat dan dosa besar.
 
Referensi:
 
• Al-Imaan bimaa Ba’dal Maut: Masaa’il wa Dalaa’il, karya Ahmad bin Muhammad bin Shadiq An-Najaar, cet. Daar An-Nashihah tahun 1434, hal. 214-230.
 
• Syarh Ushuul As-Sunnah lil Imam Ahmad, karya Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafidzahullahu taala, cet. Daar Al-Mirats An-Nabawi tahun 1436, hal. 56-58.
 
• Ceramah Ustadz DR. Firanda Andirja, MA hafidzahullahu Taala berjudul “Kutunggu Kau di Telagaku”, link: https://www.youtube.com/watch?v=g603s6BUrag&t=1208s.
 
 
Ditulis oleh: dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
Sumber:
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
KUTUNGGU ENGKAU DI TELAGAKU
KUTUNGGU ENGKAU DI TELAGAKU
KUTUNGGU ENGKAU DI TELAGAKU