بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
KISAH ITSAR PARA SALAF, SUDAHLAH BIARKAN DIA DULUAN!
 
Itsar itu apa? Itsar adalah mendahulukan orang lain dalam urusan dunia, walau kita pun sebenarnya butuh.
 
Secara bahasa Itsar bermakna mendahulukan, mengutamakan. Sedangkan secara istilah, yang dimaksud Itsar adalah mendahulukan yang lain dari diri sendiri dalam urusan duniawiyah, berharap pahala Akhirat. Itsar ini dilakukan atas dasar yakin, kuatnya mahabbah (cinta) dan sabar dalam kesulitan.
 
Contohnya dapat dilihat pada orang Muhajirin dan Anshar dalam ayat:
 
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
 
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” [QS. Al-Hasyr: 9]
 
Yang dimaksudkan ayat ini adalah ia mendahulukan mereka yang butuh dari kebutuhannya sendiri, padahal dirinya juga sebenarnya butuh. [Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:229]
 
Dalam masalah dunia kita bisa mendahulukan orang lain. Itu memang yang lebih baik. Karena dalam masalah dunia kita harus memperhatikan orang di bawah kita, agar kita bisa mensyukuri nikmat Allah.
 
إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِى الْمَالِ وَالْخَلْقِ ، فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ
 
“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan penampilan, maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” [HR. Bukhari, no. 6490 dan Muslim, no. 2963]
 
Dari Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin Hubsyi Al-Khats’ami, bahwa Nabi ﷺ pernah ditanya sedekah mana yang paling afdal. Jawab beliau ﷺ:
 
جَهْدُ الْمُقِلِّ
 
“Sedekah dari orang yang serba kekurangan.” [HR. An-Nasa’i, no. 2526. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini Shahih]
 
Kisah Itsar #01: Menyambut Tamu, Padahal Hanya Punya Makanan untuk Bayi
 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan:
 
أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَبَعَثَ إِلَى نِسَائِهِ فَقُلْنَ مَا مَعَنَا إِلَّا الْمَاءُ
 
Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah ﷺ (dalam keadaan lapar), lalu beliau ﷺ mengirim utusan ke para istri beliau ﷺ. Para istri Rasulullah ﷺ menjawab: “Kami tidak memiliki apa pun kecuali air.”
 
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ يَضُمُّ أَوْ يُضِيفُ هَذَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَا
 
Rasulullah ﷺ bersabda: “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshar berseru, “Saya.”
 
فَانْطَلَقَ بِهِ إِلَى امْرَأَتِهِ فَقَالَ أَكْرِمِي ضَيْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَتْ مَا عِنْدَنَا إِلَّا قُوتُ صِبْيَانِي
 
Lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu Rasulullah ﷺ!” Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apa pun kecuali jatah makanan untuk anak-anak.”
 
فَقَالَ هَيِّئِي طَعَامَكِ وَأَصْبِحِي سِرَاجَكِ وَنَوِّمِي صِبْيَانَكِ إِذَا أَرَادُوا عَشَاءً فَهَيَّأَتْ طَعَامَهَا وَأَصْبَحَتْ سِرَاجَهَا وَنَوَّمَتْ صِبْيَانَهَا
 
Orang Anshar itu berkata: “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya.
 
ثُمَّ قَامَتْ كَأَنَّهَا تُصْلِحُ سِرَاجَهَا فَأَطْفَأَتْهُ فَجَعَلَا يُرِيَانِهِ أَنَّهُمَا يَأْكُلَانِ فَبَاتَا طَاوِيَيْنِ
 
Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar.
 
فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَ ضَحِكَ اللَّهُ اللَّيْلَةَ أَوْ عَجِبَ مِنْ فَعَالِكُمَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ
 
Keesokan harinya sang suami datang menghadap Rasulullah ﷺ, beliau ﷺ bersabda: “Malam ini Allah tertawa atau takjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah menurunkan ayat (yang artinya):
“Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [QS. Al-Hasyr: 9]. [HR Bukhari, no. 3798].
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan nama orang Anshar yang melayani tamu tersebut adalah Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu. Istri Abu Thalhah adalah Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha (Rumaysho atau Rumaisha).
 
Kisah Itsar #02: Abu Bakar Bersedekah dengan Seluruh Harta
 
Sifat ini juga dimiliki oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Ia pernah bersedekah dengan seluruh hartanya. Rasulullah ﷺ lantas bertanya kepadanya:
 
« مَا أَبْقَيْتَ لأَهْلِكَ ». قَالَ أَبْقَيْتُ لَهُمُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ. قُلْتُ لاَ أُسَابِقُكَ إِلَى شَىْءٍ أَبَدًا
 
“Apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?” Abu Bakar menjawab: “Aku titipkan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.” Umar bin Khattab lantas mengatakan, “Itulah mengapa aku tidak bisa mengalahkanmu selamanya.” Sebelumnya Umar bersedekah dengan separuh hartanya dan menyisakan separuhnya untuk keluarganya. [HR. Abu Daud, no. 1678 dan Tirmidzi, no. 3675. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadis ini Hasan]
 
Kisah Itsar #03: Abu Thalhah Bersedekah dengan Kebun Kurma Terbaik
 
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu adalah orang Anshar yang memiliki banyak harta di kota Madinah berupa kebun kurma. Ada kebun kurma yang paling ia sukai yang bernama Bairaha’. Kebun tersebut berada di depan masjid. Rasulullah ﷺ pernah memasukinya dan minum dari air yang begitu enak di dalamnya.”
 
Anas berkata: “Ketika turun ayat:
 
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
 
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.” [QS. Ali Imran: 92]
 
Lalu Abu Thalhah berdiri menghadap Rasulullah ﷺ, ia menyatakan: “Wahai, Rasulullah, Allah subhanahu wa taala berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.” [QS. Ali Imran: 92]
 
Sungguh harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaha’. Sungguh aku wakafkan kebun tersebut karena mengharap pahala dari Allah dan mengharap simpanan di Akhirat. Aturlah tanah ini sebagaimana Allah subhanahu wa taala telah memberi petunjuk kepadamu. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: “Bakh! Itulah harta yang benar-benar beruntung. Itulah harta yang benar-benar beruntung. Aku memang telah mendengar perkataanmu ini. Aku berpendapat hendaknya engkau sedekahkan tanahmu ini untuk kerabat. Lalu Abu Thalhah membaginya untuk kerabatnya dan anak pamannya.” [HR. Bukhari, no. 1461 dan Muslim, no. 998]. Bakh maknanya untuk menyatakan besarnya suatu perkara.
 
Pelajaran dari Hadis:
 
• Keutamaan menafkahi dan memberi sedekah kepada kerabat, istri, anak, dan orang tua walau mereka musyrik. Sebagaimana Imam Nawawi membuat judul bab untuk hadis di atas dalam Syarh Shahih Muslim.
• Kerabat harusnya lebih diperhatikan dalam silaturahim. Abu Thalhah akhirnya memberikan kebunnya kepada Ubay bin Ka’ab dan Hassan bin Tsabit.
• Bersedekah kepada kerabat punya dua pahala, yaitu pahala menjalin hubungan kerabat, dan pahala sedekah.
 
Kisah Itsar #04: Sa’ad bin Ar-Rabi’ Al-Anshari Membagi Harta dan Istrinya pada Abdurrahman bin Auf
 
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia menyatakan, bahwa Abdurrahman bin Auf pernah dipersaudarakan oleh Nabi ﷺ dengan Sa’ad bin Ar-Rabi’ Al-Anshari. Ketika itu Sa’ad Al-Anshari memiliki dua orang istri dan memang ia terkenal sangat kaya. Lantas ia menawarkan kepada Abdurrahman bin Auf untuk berbagi dalam istri dan harta. Artinya, istri Sa’ad yang disukai oleh Abdurrahman akan diceraikan, lalu diserahkan kepada Abdurrahman setelah ‘iddahnya. Abdurrahman ketika itu menjawab:
 
بَارَكَ اللَّهُ لَكَ فِى أَهْلِكَ وَمَالِكَ ، دُلُّونِى عَلَى السُّوقِ
 
“Semoga Allah memberkahimu dalam keluarga dan hartamu. Cukuplah tunjukkan kepadaku di manakah pasar.”
 
Lantas ditunjukkanlah kepada Abdurrahman pasar, lalu ia berdagang hingga ia mendapat untung yang banyak karena berdagang keju dan samin. Suatu hari Nabi ﷺ melihat pada Abdurrahman ada bekas warna kuning pada pakaiannya (bekas wewangian dari wanita yang biasa dipakai ketika pernikahan, pen.). Nabi ﷺ lantas mengatakan: “Apa yang terjadi padamu wahai Abdurrahman?” Ia menjawab: “Wahai Rasulullah, saya telah menikahi seorang wanita Anshar.” Rasul ﷺ kembali bertanya, “Berapa mahar yang engkau berikan kepadanya?” Abdurrahman menjawab: “Aku memberinya mahar emas sebesar sebuah kurma (sekitar lima Dirham).” Kemudian Nabi ﷺ berkata ketika itu:
 
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
 
“Lakukanlah walimah walaupun dengan seekor kambing.” [HR. Bukhari, no. 2049, 3937 dan Muslim, no. 1427. Lihat Syarh Shahih Muslim, 7:193]
 
Pelajaran dari Hadis:
 
• Boleh seorang imam bertanya tentang keadaan jamaahnya yang sudah lama tak terlihat.
• Boleh seorang wanita memakai wewangian untuk suaminya. Bahkan dianjurkan untuk tampil wangi di hadapan suami, lebih-lebih lagi di malam pertamanya.
• Tidak masalah jika ada bekas wewangian istri ada pada baju suami kalau memang tidak disengaja, walau yang terkena sebenarnya adalah syiar khas para wanita. Namun asalnya tetap tidak boleh laki-laki tasyabbuh (menyerupai) wanita.
• Disunnahkan mendoakan berkah. Contoh, doa kepada pengantin.
 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia menyatakan, bahwa jika Nabi ﷺ ingin memberikan ucapan selamat pada seseorang yang telah menikah, beliau ﷺmendoakan:
 
بَارَكَ اللَّهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِى خَيْرٍ
 
“Semoga Allah memberkahimu ketika bahagia dan ketika susah dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” [HR. Abu Daud, no. 2130; Tirmidzi, no. 1091. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadis ini shahih]
 
• Yang dimaksud walimah adalah makanan yang disajikan ketika resepsi nikah. Walimah itu berarti berkumpul karena ketika itu kedua pasangan telah menyatu menjadi suami-istri.
• Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum walimah. Ada yang mengatakan wajib dan ada yang sunnah. Menurut ulama Syafi’iyah sebagaimana dinyatakan oleh Imam Nawawi rahimahullah, hukum walimah adalah Sunnah Mustahab. Kata perintah dalam hadis ini dipahami sunnah (anjuran).
• Sebagian ulama menyatakan, bahwa walimah itu diadakan sesudah dukhul (jima’ atau malam pertama) seperti pendapat Imam Malik dan selainnya. Sedangkan sekelompok ulama Malikiyah menyatakan, bahwa walimah diadakan ketika akad itu berlangsung.
• Bagi orang yang mudah mengadakan walimah, maka tetaplah mengadakan walimah jangan sampai kurang dari seekor kambing. Namun untuk acara walimah tadi tidak ada batasan tertentu, bentuk makanan apa pun yang dibuat untuk walimah tetap dibolehkan. Ketika Nabi ﷺ menikahi Shafiyyah, walimahnya tidak dengan daging. Ketika menikahi Zainab disediakan untuk walimah dengan roti dan daging. Yang tepat, semuanya disesuaikan dengan kemampuan pengantin.
• Pelajaran dari Abdurrahman bin Auf dan Sa’ad bin Ar-Rabi’ Al-Anshari adalah saling mendahulukan yang lain (Itsar). Lihatlah sikap Sa’ad yang sampai mendahulukan Abdurrahman dalam hal harta dan dua istrinya.
• Abdurrahman mengajarkan pada kita tidak bergantung pada pemberian orang lain yang didapat secara gratis. Mendapatkan hasil dari bekerja walau dengan berdagang itu lebih baik.
• Hendaknya mendoakan kebaikan kepada siapa saja yang ingin berbuat baik kepada kita.
 
Bagaimana kita bisa Itsar?
 
1. Memperhatikan kewajiban, anggap selalu kurang ketika melakukan yang wajib sehingga kehati-hatiannya ia mendahulukan orang lain walau ia pun butuh.
2. Meredam sifat pelit.
3. Semangat punya akhlak yang mulia karena Itsar adalah tingkatan akhlak yang paling mulia. Sampai-sampai Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum Ad-Diin menyatakan, bahwa Itsar adalah tingkatan dermawan (as-sakha’) yang paling tinggi. [Nudhrah An-Na’im fii Makarim Akhlaq Ar-Rasul Al-Karim, 3:630, 639]
 
Faidah dari Itsar:
 
1. Menunjukkan iman yang sempurna dan kebagusan Islam seseorang.
2. Ini adalah jalan mudah untuk menggapai rida dan cinta Allah.
3. Akan timbul rasa cinta dan sayang antar sesama manusia.
4. Menunjukkan begitu dermawannya seseorang karena sampai ia butuh pun dikorbankan.
5. Punya sifat husnuzhan yang tinggi kepada Allah.
6. Menunjukkan amalan yang baik di penghujungnya (husnul khatimah).
7. Menunjukkan seseorang memiliki semangat yang tinggi dan terjauhkan dari sifat tercela.
8. Itsar membuahkan keberkahan.
9. Itsar memudahkan seseorang masuk Surga dan terbebas dari Neraka.
10. Itsar mengantarkan kepada keberuntungan (falah) karena telah mengalahkan sifat pelit (syuhh).
 
 
 
Referensi:
 
• Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj. Cetakan Pertama, Tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
 
• Nudhrah An-Na’im fi Makarim Akhlaq Ar-Rasul Al-Karim. Dikumpulkan oleh para ahli dengan pembimbingan: Syaikh Shalih bin ‘Abdullah bin Humaid (Imam dan Khatib Al-Haram Al-Makki). Penerbit Dar Al-Wasilah. 3:629-640.
 
 
 
 
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
[Artikel Rumaysho.Com]
 
 
 
 
 

Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat

 

#mendahulukankepentinganoranglain #dahulukankepentinganoranglain #itsar #ahlulitsar #adabakhlak #akhlakmulia #walimahan #doanikah #doapernikahan #doakepadapengantin #hukumwalimah #pestapernikahan #kisahitsarparasalaf #sudahlahbiarkandiaduluan #apaituitsar #arti #makna #assakha #syuh #MuhajirindanAnshar