بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#SifatSholatNabi
KEUTAMAAN SHALAT SUNNAH SEBELUM SUBUH (QOBLIYAH)
Shalat sunnah Qobliyah Subuh atau shalat sunnah Fajar yaitu dua rakaat sebelum pelaksanaan shalat Subuh, adalah di antara shalat Rawatib. Yang dimaksud shalat Rawatib adalah shalat sunnah yang dirutinkan sebelum atau sesudah shalat wajib. Shalat yang satu ini punya keutamaan yang besar, sampai-sampai ketika safar pun, Nabi ﷺ terus menerus menjaganya. Bahkan ada keutamaan besar lainnya yang akan kita temukan.
Dalam Shahih Muslim telah disebutkan mengenai keutamaan shalat ini dalam beberapa hadis. Juga dijelaskan anjuran menjaganya. Begitu pula diterangkan mengenai ringkasnya Nabi ﷺ dalam melakukan shalat tersebut.
Shalat Sunnah Fajar dengan Dua Rakaat Ringan
Dalil yang menunjukkan, bahwa shalat sunnah Qobliyah Subuh atau shalat Sunnah Fajar dilakukan dengan rakaat yang ringan, adalah hadis dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar yang berkata bahwa Ummul Mukminin Hafshoh pernah mengabarkan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنَ الأَذَانِ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ وَبَدَا الصُّبْحُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تُقَامَ الصَّلاَةُ

“Rasulullah ﷺ dahulu diam antara azannya muadzin hingga shalat Subuh. Sebelum shalat Subuh dimulai, beliau dahului dengan dua rakaat ringan.” (HR. Bukhari no. 618 dan Muslim no. 723).
Dalam lafal lain juga menunjukkan, bahwa Nabi ﷺ melaksanakan shalat Sunnah Fajar dengan rakaat yang ringan. Dari Ibnu ‘Umar, dari Hafshoh, ia mengatakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ لاَ يُصَلِّى إِلاَّ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ

“Ketika terbit fajar Subuh, Rasulullah ﷺ tidaklah shalat, kecuali dengan dua rakaat yang ringan” (HR. Muslim no. 723).
‘Aisyah juga mengatakan hal yang sama:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ إِذَا سَمِعَ الأَذَانَ وَيُخَفِّفُهُمَا

“Rasulullah ﷺ setelah mendengar azan, beliau melaksanakan shalat sunnah dua rakaat ringan” (HR. Muslim no. 724).
Dalam lafal lainnya disebutkan, bahwa ‘Aisyah berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ فَيُخَفِّفُ حَتَّى إِنِّى أَقُولُ هَلْ قَرَأَ فِيهِمَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ

“Rasulullah ﷺ dahulu shalat sunnah Fajar (Qobliyah Subuh) dengan diperingan. Sampai aku mengatakan, apakah beliau di dua rakaat tersebut membaca Al Fatihah?” (HR. Muslim no. 724).
Imam Nawawi menerangkan, bahwa hadis di atas hanya kalimat hiperbolis, yaitu cuma menunjukkan ringannya shalat Nabi ﷺ, dibanding dengan kebiasaan beliau yang biasa memanjangkan shalat malam dan shalat sunnah lainnya. [Lihat Syarh Shahih Muslim, 6: 4].
Dan sekali lagi, namanya ringan, juga bukan berarti tidak membaca surat sama sekali. Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Sebagian ulama Salaf mengatakan, tidak mengapa jika shalat sunnah Fajar tersebut dipanjangkan dan menunjukkan tidak haramnya, serta jika diperlama tidak menyelisihi anjuran memeringan shalat sunnah Fajar. Namun sebagian orang mengatakan, bahwa itu berarti Nabi ﷺ tidak membaca surat apa pun ketika itu, sebagaimana diceritakan dari Ath Thohawi dan Al Qodhi ‘Iyadh. Ini jelas keliru. Karena dalam hadis Shahih telah disebutkan, bahwa ketika shalat sunnah Qobliyah Subuh, Rasulullah ﷺ membaca surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas, setelah membaca Al Fatihah. Begitu pula hadis Shahih menyebutkan, bahwa tidak ada shalat bagi yang tidak membaca surat atau tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Alquran, yaitu yang dimaksud adalah tidak sahnya.” [Syarh Shahih Muslim, 6: 3].
Rajin Menjaga Shalat Sunnah Qobliyah Subuh
Dan shalat sunnah Fajar inilah yang paling Nabi ﷺ jaga, dikatakan pula oleh ‘Aisyah:

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- لَمْ يَكُنْ عَلَى شَىْءٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مُعَاهَدَةً مِنْهُ عَلَى رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الصُّبْحِ

“Nabi ﷺ tidaklah menjaga shalat sunnah, yang lebih daripada menjaga shalat sunnah dua rakaat sebelum Subuh”  (HR. Muslim no. 724).
Dalam lafal lain disebutkan bahwa ‘Aisyah berkata:

مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى شَىْءٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَسْرَعَ مِنْهُ إِلَى الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ

“Aku tidaklah pernah mendengar Rasulullah ﷺ mengerjakan shalat sunnah yang lebih semangat, dibanding dengan shalat sunnah dua rakaat sebelum Fajar” (HR. Muslim no. 724).
Dalil anjuran bacaan ketika shalat sunnah Qobliyah Subuh dijelaskan dalam hadis berikut:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَرَأَ فِى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)

“Sesungguhnya Rasulullah ﷺ membaca ketika shalat sunnah Qobliyah Subuh, surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas” [HR. Muslim no. 726].
Keutamaannya: Lebih dari Dunia Seluruhnya
Adapun dalil yang menunjukkan keutamaan shalat sunnah Qobliyah Subuh adalah hadis dari ‘Aisyah, di mana Nabi ﷺ bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

“Dua rakaat fajar (shalat sunnah Qobliyah Subuh), lebih baik daripada dunia dan seisinya.” [HR. Muslim no. 725]. Jika keutamaan shalat sunnah Fajar saja demikian adanya, bagaimana lagi dengan keutamaan shalat Subuh itu sendiri.
Dalam lafal lain: ‘Aisyah berkata, bahwa Nabi ﷺ berbicara mengenai dua rakaat ketika telah terbih fajar Subuh:

لَهُمَا أَحَبُّ إِلَىَّ مِنَ الدُّنْيَا جَمِيعًا

“Dua rakaat shalat sunnah Fajar lebih kucintai daripada dunia seluruhnya” [HR. Muslim no. 725].
Hadis terakhir di atas juga menunjukkan, bahwa shalat sunnah Fajar yang dimaksud adalah ketika telah terbit fajar Subuh. Karena sebagian orang keliru memahami shalat sunnah Fajar, dengan mereka maksudkan untuk dua rakaat ringan sebelum masuk fajar. Atau ada yang membedakan antara shalat sunnah Fajar dan shalat sunnah Qobliyah Subuh. Ini jelas KELIRU. Imam Nawawi mengatakan:

أَنَّ سُنَّة الصُّبْح لَا يَدْخُل وَقْتهَا إِلَّا بِطُلُوعِ الْفَجْر ، وَاسْتِحْبَاب تَقْدِيمهَا فِي أَوَّل طُلُوع الْفَجْر وَتَخْفِيفهَا ، وَهُوَ مَذْهَب مَالِك وَالشَّافِعِيّ وَالْجُمْهُور

“Shalat sunnah Subuh tidaklah dilakukan melainkan setelah terbit fajar Subuh. Dan dianjurkan shalat tersebut dilakukan di awal waktunya, dan dilakukan dengan diperingan. Demikian pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i  dan jumhur (baca: mayoritas) ulama.” [Syarh Shahih Muslim, 6: 3].
Hanya Allah-lah yang memberi taufik.
 
Sumber: https://rumaysho.com/3301-keutamaan-shalat-sunnah-sebelum-Subuh.html