Kenapa orang-orang Non-Muslim dan orang-orang yang lalai dalam salatnya kebanyakan mendapatkan harta yang melimpah?
Kenapa minta kekayaan kepada ALLAH tidak langsung didapat, sedangkan minta kekayaan kepada suatu tempat Pesugihan bisa langsung didapat?
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Kaidah Penting dalam Memahami Takdir
Sebelumnya perlu ditegaskan, kita perlu persiapan mental dan akal untuk memahami kaidah ini. Dalam banyak kesempatan kajian, ketika kaidah ini disampaikan, banyak di antara peserta yang bingung, mumet, rdb (ra dong blas), atau bahkan nesu …. Lumrah, memang memahami kaidah ini seolah memaksakan hati kita untuk mengimani dua hal yang kelihatannya bertentangan.
Sebelum mencoba memahami kaidah ini kita perlu mendoktrin diri untuk berkeyakinan bahwa:
1. Keadilan Allah itu mutlak sempurna, sehingga tidak ada perbuatan-Nya yang zalim.
2. Kekuasaan Allah mutlak sempurna, sehingga tidak ada peristiwa yang terjadi di luar kehendak dan takdir-Nya.
3. Ilmu atau pengetahuan Allah mutlak sempurna, sehingga tidak ada yang tidak Dia ketahui.
Kaidah yang dimaksud adalah:
“Semua yang Allah kehendaki pasti Allah ciptakan, dan tidak semua yang Allah cintai Allah kehendaki.”
Tenang, jangan bingung dahulu. Untuk memahami kaidah di atas dengan baik, kita perlu membedakan antara iradah dengan mahabbah, atau antara Iradah Kauniyah dengan Iradah Diniyah.
>> Pertama: Iradah Kauniyah, atau yang sering diistilahkan dengan “Iradah,“adalah kehendak Allah untuk menciptakan dan mewujudkan sesuatu. Semua yang dikehendaki oleh Allah, pasti Dia ciptakan dan Dia wujudkan. Baik sesuatu yang Dia ciptakan itu Dia cintai atau tidak Dia cintai. Dengan kata lain, semua yang terjadi di alam raya ini, merupakan bagian dari Iradah Kauniyah Allah taala.
Contohnya:
• Allah menciptakan malaikat dan semua orang saleh. Allah mencintai mereka, karena mereka adalah makhluk yang taat.
• Allah juga menciptakan iblis dan semua orang kafir. Allah membenci mereka, karena mereka adalah makhluk pembangkang, dan seterusnya.
Berikut ini adalah di antara contoh ayat yang menunjukkan Iradah Kauniyah Allah ﷻ:
a. Firman Allah ﷻ tentang perkataan Nabi Nuh ‘alaihis salam:
“Nasihatku tidak bermanfaat bagi kalian, jika aku ingin menasihati kalian. Sekiranya Allah hendak menyesatkan kalian, Dia adalah Tuhan kalian ….” [QS.. Hud: 34)
Seorang ahli tafsir, Abdurrahman As-Sa’di mengatakan:
“Kehendak itu yang dominan. Jika Dia berkehendak untuk menyesatkan kalian, disebabkan kalian menolak kebenaran, maka nasihatku sama sekali tidak bermanfaat. Meskipun aku telah berusaha sekuat tenaga untuk menasehati kalian.” [Taisir Karimir Rahman, hlm. 381]
Sesuatu yang Allah kehendaki ini terjadi: kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam tidak mau mengikuti dakwah beliau.
“Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya. Dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” [QS. Ar-Ra’d:11]
Terjadilah perkara yang Allah kehendaki, meskipun Allah sangat membenci sikap mereka yang menolak kebenaran.
Kita tidak perlu bertanya, mengapa Allah menciptakan sesuatu, padahal sesuatu itu Dia benci. Tentang latar belakang mengapa Allah menciptakan makhluk demikian, itu bukan urusan kita.
Yang jelas, semua yang Allah ciptakan memiliki hikmah dan tidak sia-sia. Hanya saja, terkadang hikmah itu kita ketahui dan terkadang tidak kita ketahui. Karena itu, bagi kita yang tidak mengetahui hikmah, jangan berusaha untuk menolak atau memertanyakannya dengan nada menolak. Tunjukkanlah sikap yang pasrah kepada Allah ﷻ.
Singkat kata, kesimpulan dari penjelasan tentang Iradah Kauniyah adalah:
“Kita dipaksa untuk meyakini, bahwa segala sesuatu dan peristiwa yang terjadi di alam ini, baik itu sesuatu yang baik atau sesuatu yang tidak baik, semua terjadi sesuai dengan kehendak Allah.“ Tidak ada satu pun yang terjadi di luar kehendak Allah.
>> Kedua: Iradah Diniyah, bisa juga disebut “Iradah Syariyah,“ atau sering juga disebut “al-mahabbah“–adalah kecintaan Allah terhadap sesuatu, meskipun sesuatu yang Dia cintai tidak diwujudkan atau diciptakan. Ketika sesuatu itu dicintai, maka Allah memerintahkannya dan menjadikannya sebagai aturan syariat.
Misalnya Allah mencintai ketaatan dan semua bentuk peribadahan kepada-Nya. Karena itu Allah perintahkan hal ini, dan Allah jadikan sebagai bagian dari agama-Nya, meskipun Allah tidak menakdirkan semua makhluk-Nya melakukan hal ini. Terbukti dengan adanya banyak makhluk yang kafir, pembangkang, dan tidak menerima aturan Allah.
Contoh yang lain, Allah mencintai ketika semua umat manusia beriman. Karena itu Allah perintahkan semua umat manusia untuk beriman. Meskipun demikian, Allah tidak menakdirkan seluruh makhluk-Nya beriman, karena tidak semua yang Allah cintai, Allah ciptakan.
Di antara contoh ayat yang menunjukkan Iradah Diniyah adalah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan ….” [QS.. An-Nahl:90]
Allah perintahkan perkara-perkara di atas, karena Allah mencintainya. Namun tidak semua makhluk Allah takdirkan melaksanakan perintah tersebut.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” [QS. An-Nisa:58]
Sebagaimana perintah di atas, tidak semua orang melaksanakan perintah ini, meskipun Allah mencintainya dan bahkan memerintahkannya. Karena Allah tidak menakdirkan seluruh manusia melaksanakan perintah ini.
Demikian penjelasan singkat masalah takdir. Semoga penjelasan di atas tidak membuat kita terlalu pusing untuk memahami takdir Allah. Namun yang lebih penting di sini, kita mendapat sebuah kesimpulan, bahwa tidak semua yang terjadi di alam ini diridai dan dicintai oleh Allah ﷻ. Dengan bahasa yang lebih tegas, tidak semua yang Allah ciptakan berarti Allah setuju atau Allah mencintainya, meskipun segala sesuatu yang ada di alam ini terjadi karena kehendak Allah ﷻ.
Dengan demikian, harta melimpah yang Allah berikan kepada manusia yang tidak taat BUKANLAH tanda Allah mencintai mereka. Demikian pula ketika ada orang yang mencari harta dengan cara pesugihan, kemudian Allah kabulkan keinginannya, BUKANLAH tanda bahwa Allah mengizinkan perbuatannya mencari harta dengan cara kesyirikan.
Kesimpulan ini dapat kita analogikan untuk setiap kasus yang sama. Sebagian orang yang gandrung dengan ilmu “Kanuragan Islami” berdalih, bahwa di antara bukti kalau ilmu itu datang dari Allah, ilmu itu bisa dipraktikkan dan berhasil. Jika Allah tidak setuju, tentunya Allah tidak akan mewujudkan keberhasilan paktik ilmu tersebut.
Sungguh aneh alasan ini! Untuk membantahnya, kita bisa gunakan kesimpulan di atas.
Yang terakhir, berikut ini adalah FAQ penting (Frequently Asked Questions – Pertanyaan yang Sering Ditanyakan) terkait tulisan ini. Barangkali ada yang bertanya, apakah kaidah di atas termasuk prinsip Ahlus Sunnah dalam memahami takdir?
Jawabannya secara tegas: Ya! Itulah akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, akidah para sahabat dan para pengikutnya dalam memahami takdir dan ketatapan Allah ﷻ. Berikut ini pernyataan beberapa ulama Ahlus Sunnah, sebagai bukti untuk klaim di atas:
1. Imam Ibnu Abil Iz mengatakan:
والمحققون من أهل السنة يقولون : الإرادة في كتاب الله نوعان : إرادة قدرية كونية خلقية وإرادة دينية أمرية شرعية فالإرادة الشرعية هي المتضمنة للمحبة والرضى والكونية هي المشيئة الشاملة لجميع الموجودات
“Para ulama di kalangan Ahlus Sunnah mengatakan: ‘Iradah (kehendak Allah) dalam Alquran ada dua:
• Iradah Qadariyah Kauniyah Khalqiyah dan
• Iradah Diniyah Amriyah Syariyah.
Adapun Iradah Syariyah adalah kehendak yang mengandung cinta dan rida, sedangkan Iradah Kauniyah kehendak Allah yang meliputi semua makhluk yang ada.” [Syarh Aqidah Thahawiyah, 1:113]
2. Syekhul Islam Ibn Taimiyah mengatakan:
وقد ذكر الله في كتابه الفرق بين ” الإرادة ” و ” الأمر “…بين الكوني الذي خلقه وقدره وقضاه ؛ وإن كان لم يأمر به ولا يحبه …وبين الديني الذي أمر به وشرعه وأثاب عليه…
“Allah telah menyebutkan dalam kitab-Nya tentang perbedaan:
• Antara Iradah dengan perintah,
• Antara kauni, yang Allah ciptakan, Allah takdirkan, dan Allah tetapkan, meskipun tidak Dia perintahkan dan tidak Dia cintai,
• Antara ad-din, yang Allah perintahkan, Dia syariatkan, dan Allah berikan pahala bagi orang yang melaksanakannya ….”
Kemudian beliau menyebutkan penjelasan tentang Iradah Kauniyah dan Iradah Syariyah. [Al-Furqan bayna Auliya Ar-Rahman wa Auliya Asy-Syaithan, hlm. 149]