بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

KEDUDUKAN IBU LEBIH UTAMA

Kita sudah memahami bersama mengenai wajibnya dan pentingnya berbakti kepada kedua orang tua. Kemudian setelah itu ketahuilah, bahwa jika kita melihat dalil-dalil, kita temukan bahwa kedudukan ibu lebih utama. Berikut penjelasan beberapa hadis tentang ibu.

Dalil Pertama

Dari Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu, beliau bertanya kepada Nabi ﷺ:

يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال: أُمَّكَ ، قُلْتُ: مَنْ أَبَرُّ ؟ قال: أُمَّكَ ، قُلْتُ: مَنْ أَبَرُّ: قال: أُمَّكَ ، قُلْتُ: مَنْ أَبَرُّ ؟ قال: أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ

“Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?”
Nabi ﷺ menjawab: “Ibumu.”
Lalu siapa lagi?
Nabi ﷺ menjawab: “Ibumu.”
Lalu siapa lagi?
Nabi ﷺ menjawab: “Ibumu.”
Lalu siapa lagi?
Nabi ﷺ menjawab: “Ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya, dan setelahnya.” [HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya Hasan]

Syaikh Fadhlullah Al Jilani, ulama India, mengomentari hadis ini:
“Ibu lebih diutamakan daripada ayah secara Ijmak dalam perbuatan baik, karena dalam hadis ini bagi ibu ada tiga kali bagian dari yang didapatkan Ayah. Hal ini karena kesulitan yang dirasakan Ibu ketika hamil. Bahkan terkadang ia bisa meninggal ketika itu. Dan penderitaannya tidak berkurang ketika ia melahirkan. Kemudian cobaan yang ia alami mulai dari masa menyusui hingga anaknya besar dan bisa mengurus diri sendiri. Ini hanya dirasakan oleh ibu.” [Dinukil dari Fiqhul Ta’amul ma’al Walidain, hal. 17]

Al Harits Al Muhasibi juga menukil Ijmak, bahwa kedudukan ibu lebih utama dari Ayah, walaupun ada sebagian ulama yang menukil adanya khilaf dalam hal ini. Yaitu sebagian ulama mengatakan kedudukan Ayah dan Ibu sama, dan ini disandarkan kepada pendapat Imam Malik. Namun insya Allah yang tepat adalah klaim Ijmak, karena tegasnya dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut. [Fiqhul Ta’amul ma’al Walidain, hal. 17].

Dalil Kedua

Dari Miqdam bin Ma’di Yakrib radhiallahu’ahu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

نَّ اللَّهَ يوصيكم بأمَّهاتِكُم ثلاثًا، إنَّ اللَّهَ يوصيكم بآبائِكُم، إنَّ اللَّهَ يوصيكم بالأقرَبِ فالأقرَبِ

“Sesungguhnya Allah berwasiat tiga kali kepada kalian untuk berbuat baik kepada Ibu kalian. Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada Ayah kalian. Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat, kemudian yang dekat.” [HR. Ibnu Majah, Sahih dengan syawahid-nya).

Dalil Ketiga

Dari Atha bin Yassar, ia berkata:

عن ابنِ عبَّاسٍ أنَّهُ أتاهُ رجلٌ ، فقالَ: إنِّي خَطبتُ امرأةً فأبَت أن تنكِحَني ، وخطبَها غَيري فأحبَّت أن تنكِحَهُ ، فَغِرْتُ علَيها فقتَلتُها ، فَهَل لي مِن تَوبةٍ ؟ قالَ: أُمُّكَ حَيَّةٌ ؟ قالَ: لا ، قالَ: تُب إلى اللَّهِ عزَّ وجلَّ ، وتقَرَّب إليهِ ما استَطعتَ ، فذَهَبتُ فسألتُ ابنَ عبَّاسٍ: لمَ سألتَهُ عن حياةِ أُمِّهِ ؟ فقالَ: إنِّي لا أعلَمُ عملًا أقرَبَ إلى اللَّهِ عزَّ وجلَّ مِن برِّ الوالِدةِ

Dari Ibnu ‘Abbas, ada seorang lelaki datang kepadanya, lalu berkata kepada Ibnu Abbas: “Saya pernah ingin melamar seorang wanita, namun ia enggan menikah dengan saya. Lalu ada orang lain yang melamarnya, lalu si wanita tersebut mau menikah dengannya. Aku pun cemburu dan membunuh sang wanita tersebut. Apakah saya masih bisa bertobat?”
Ibnu Abbas menjawab: “Apakah ibumu masih hidup?”
Lelaki tadi menjawab: “Tidak, sudah meninggal.”
Lalu Ibnu Abbas mengatakan: “Kalau begitu bertobatlah kepada Allah, dan dekatkanlah diri kepada-Nya sedekat-dekatnya.
Lalu lelaki itu pergi.
Aku (Atha’) bertanya kepada Ibnu Abbas: ”Kenapa Anda bertanya kepadanya tentang ibunya masih hidup atau tidak?”
Ibnu Abbas menjawab: “Aku tidak tahu amalan yang paling bisa mendekatkan diri kepada Allah selain Birrul Walidain.” [HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya Sahih]

Dan telah dikenal, bahwa metode Ibnu Abbas jika dimintai fatwa mengenai kafarah dosa, beliau akan menyarankan dengan amalan yang pahalanya benar-benar seimbang dosa tersebut, atau lebih besar pahalanya dari dosa yang ditanyakan, hingga dosa tersebut hilang sama sekali. Selama tidak ada nash khusus mengenai kafarah dosa yang ditanyakan. [Fiqhul Ta’amul ma’al Walidain, hal. 18]. Dan ini menunjukkan, bahwa pahala berbakti kepada orang tua, terutama kepada ibu itu sangat besar, hingga seimbang dan menjadi kafarah dosa membunuh tanpa hak, atau bahkan melebihinya, sehingga dosa tersebut hilang sama sekali.

Dalil Keempat

Mengenai kisah Uwais Al Qorni yang sampai-sampai sahabat nabi sekelas Umar bin Khathab radhiallahu’anhu dan yang lainnya dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ untuk menemui Uwais. Hal ini disebabkan begitu hebatnya Birrul Walidain Uwais terhadap ibunya. Nabi ﷺ bersabda:

إن خيرَ التابعين رجلٌ يقالُ له أويسٌ . وله والدةٌ . وكان به بياضٌ . فمروه فليستغفرْ لكم

“Sesungguhnya tabi’in yang terbaik adalah seorang lelaki bernama Uwais. Ia memiliki seorang ibu, dan ia memiliki tanda putih di tubuhnya. Maka temuilah ia, dan mintalah ampunan kepada Allah melalui dia untuk kalian.” [HR. Muslim]

Dalil Kelima

Hadis panjang yang dikeluarkan Imam Muslim dalam Sahihnya mengenai kisah Juraij. Yang intinya, ketika Juraij dipanggil oleh Ibunya sedangkan ia sedang salat, Juraij lebih mementingkan salatnya dan tidak memenuhi panggilan Ibunya. Akhirnya Ibunya mendoakan keburukan padanya dan terkabul.

Imam An Nawawi dalam Syarah Muslim mengatakan: “Para ulama mengatakan: ‘Ini dalil, bahwa yang benar adalah memenuhi panggilan Ibu, karena Juraij sedang melakukan salat sunnah. Terus melanjutkan salat hukumnya sunnah, tidak wajib. Sedangkan menjawab panggilan Ibu dan berbuat baik padanya itu wajib, dan mendurhakainya itu haram’.”.

Kesimpulannya, dari dalil-dalil ini, para ulama mengatakan:

الأم أحق الناس بحسن الصحبة

“Ibu adalah orang yang paling layak untuk mendapatkan perlakuan yang paling baik.”

Pertanyaan: Jika opini ibu bertentangan dengan opini ayah, maka siapa yang diambil opininya?

Jika ayah dan ibu memberikan opini kepada anak, dan opini mereka saling bertentangan, maka opini siapa yang diambil?

Dijawab Syaikh Musthofa Al ‘Adawi:
“Yang diambil opininya adalah yang lebih sesuai dengan kebenaran dan lebih dekat kepada ketakwaan dan ihsan. Adapun jika tidak bisa dibedakan mana opini yang lebih sahih, maka jika perkaranya terkait dengan sikap atau perlakuan baik, maka ibu didahulukan. Adapun jika perkaranya terkait dengan hal umum yang memang bidangnya para lelaki, maka opini ayah didahulukan. Wallahu a’lam.” [Fiqhul Ta’amul ma’al Walidain, hal. 24]

Pertanyaan: Jika ayah dan ibu saling berselisih, apa yang semestinya dilakukan anak?

Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan:
“Jika anak mendapati ayah dan ibu saling berselisih, maka wajib baginya untuk mendamaikan keduanya dengan cara yang baik, karena perdamaian itu lebih baik. Dan hendaknya tidak membela salah satunya dengan tangan atau dengan lisan. Yang benar adalah mendamaikannya dengan baik. Allah ﷻ berfirman:

وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” [QS. Al Isra: 23]” [Fiqhul Ta’amul ma’al Walidain, hal. 24]

Demikian, semoga pembahasan hadis tentang ibu yang sedikit ini bermanfaat.
Semoga Allah melimpahkan hidayahnya kepada kita semua agar menjadi insan yang berbakti dengan sungguh-sungguh kepada orang tua.
Wabillahi at taufiiq was sadaad.

Referensi: Fiqhul Ta’amul ma’al Walidain, Syaikh Musthofa Al ‘Adawi

Penyusun: Yulian Purnama
Sumber: https://muslim.or.id/27393-kedudukan-ibu-lebih-utama.html

══════

Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:

WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat