بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
KAPAN KITA MENGUCAPKAN SUBHANALLAH DAN MASYAALLAH?
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Allah ﷻ berfirman di Surat al-Kahfi:
وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “Maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud. Tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).” [QS. al-Kahfi: 39]
Ayat ini dijadikan dalil sebagian ulama terkait kapan kita diajurkan mengucapkan MasyaaAllah. Dalam ayat ini, orang Mukmin menasihatkan kepada temannya pemilik kebun yang kafir, agar ketika masuk kebunnya dia mengucapkan, “Maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah” sehingga kebunnya tidak tertimpa hal yang tidak diinginkan.
Ketika menjelaskan ayat ini, Imam Ibnu Utsaimin mengatakan:
وينبغي للإنسان إذا أعجبه شيء من ماله أن يقول: “ما شاء الله لا قوة إلَّا بالله” حتى يفوض الأمر إلى الله لا إلى حوله وقوته، وقد جاء في الأثر أن من قال ذلك في شيء يعجبه من ماله فإنه لن يرى فيه مكروهاً
“Selayaknya bagi seseorang ketika dia merasa kagum dengan hartanya, agar dia mengucapkan, ‘Maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah,’ sehingga dia kembalikan segala urusannya kepada Allah, bukan kepada kemampuannya. Dan terdapat riwayat, bahwa orang yang membaca itu ketika merasa heran dengan apa yang dimilikinya, maka dia tidak akan melihat sesuatu yang tidak dia sukai menimpa hartanya.” [Tafsir Surat al-Kahfi, ayat: 39]
Doakan Keberkahan
Di samping bacaan di atas, ketika kita melihat sesuatu yang mengagumkan dimiliki oleh orang lain, kita dianjurkan untuk mendoakan keberkahan untuknya. Misalnya dengan mengucapkan: Baarakallahu laka fiih, semoga Allah memberkahi Anda dengan apa yang Anda miliki.
Dari Abdillah bin Amir bin Rabiah, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ
“Apabila kalian melihat ada sesuatu yang mengagumkan pada saudaranya, atau dirinya, atau hartanya, hendaknya dia mendoakan keberkahan untuknya, karena serangan ain itu benar.” [HR. Ahmad 15700, Bukhari dalam at-Tarikh 2/9 dan disahihkan Syuaib al-Arnauth]
Kapan Dianjurkan Mengucapkan Subhanallah?
Terdapat beberapa keadaan di mana kita dianjurkan mengucapkan Subhanallah, di antaranya:
Pertama: Ketika kita keheranan terdapat sikap.
Tidak kaitannya dengan keheranan terhadap harta atau fisik atau apa yang dimiliki orang lain. Tapi keheranan terhadap sikap.
Misalnya, terlalu bodoh, terlalu kaku, terlalu aneh, dst.
Kita lihat beberapa kasus berikut:
Kasus Pertama: Abu Hurairah pernah ketemu Nabi ﷺ dalam kondisi junub. Lalu Abu Hurairah pergi mandi tanpa pamit. Setelah balik, Nabi ﷺ bertanya, mengapa tadi dia pergi. Kata Abu Hurairah, “Aku junub, dan aku tidak suka duduk bersama Anda dalam keadaan tidak suci.” Kemudian Nabi ﷺ bersabda:
سُبْحَانَ اللَّهِ إِنَّ الْمُسْلِمَ لاَ يَنْجُسُ
“Subhanallah, sesungguhnya Muslim itu tidak najis.” [HR. Bukhari 279]
Kasus Kedua: Ada seorang wanita yang datang kepada Nabi ﷺ menanyakan bagaimana cara membersihkan bekas haid setelah suci. Beliau menyarankan: “Ambillah kapas yang diberi minyak wangi dan bersihkan.”
Wanita ini tetap bertanya: “Lalu bagaimana cara membersihkannya?”
Nabi ﷺ merasa malu untuk menjawab dengan detail, sehingga beliau hanya mengatakan:
سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِى بِهَا
“Subhanallah.., ya kamu bersihkan pakai kapas itu.”
Aisyah paham maksud Nabi ﷺ. Beliau pun langsung menarik wanita ini, dan mengajarinya cara membersihkan darah ketika haid. [HR. Bukhari 314 & Muslim 774]
Kasus Ketiga: Aisyah pernah ditanya seseorang: “Apakah Nabi ﷺ pernah melihat Allah?”
Aisyah langsung mengatakan:
سُبْحَانَ اللَّهِ لَقَدْ قَفَّ شَعْرِى لِمَا قُلْت
“Subhanallah, merinding bulu romaku mendengar yang kamu ucapkan.” [HR. Muslim 459]
An-Nawawi mengatakan:
أن سبحان الله في هذا الموضع وأمثاله يراد بها التعجب وكذا لااله إلا الله ومعنى التعجب هنا كيف يخفى مثل هذا الظاهر الذي لايحتاج الإنسان في فهمه إلى فكر وفي هذا جواز التسبيح عند التعجب من الشيء واستعظامه
“Bahwa ucapan Subhanallah dalam kondisi semacam ini maksudnya adalah keheranan. Demikian pula kalimat Laa ilaaha illallah. Makna keheranan di sini, bagaimana mungkin sesuatu yang sangat jelas semacam ini tidak diketahui. Padahal seseorang bisa memahaminya tanpa harus serius memikirkannya. Dan dalam hadis ini terdapat dalil bolehnya membaca tasbih ketika keheranan terhadap sesuatu, atau menganggap penting kasus tertentu.” [Syarh Shahih Muslim, 4/14]
Kedua: Keheranan ketika ada sesuatu yang besar terjadi
Misalnya melihat kejadian yang luar biasa.
Nabi ﷺ terkadang tersentak bangun di malam hari, karena keheranan melihat sesuatu yang turun dari langit.
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwa pernah suatu malam Rasulullah ﷺ terbangun dari tidurnya.
سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الْفِتَنِ
“Subhanallah, betapa banyak fitnah yang turun di malam ini.” [HR. Bukhari 115]
Dalam kasus lain, beliau juga pernah merasa terheran ketika melihat ancaman besar dari langit. Terutama bagi orang yang memiliki utang,
Dari Muhammad bin Jahsy radhiallahu ‘anhu: “Suatu ketika, Rasulullah ﷺ melihat ke arah langit, kemudian beliau bersabda:
سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا نُزِّلَ مِنَ التَّشْدِيدِ
“Subhanallah, betapa berat ancaman yang diturunkan ….”
Kemudian keesokan harinya hal itu saya tanyakan kepada Rasulullah ﷺ: “Wahai Rasulullah, ancaman berat apakah yang diturunkan?’
Beliau ﷺ menjawab:
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ
‘Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya. Seandainya ada seseorang yang terbunuh di jalan Allah lalu dia dihidupkan kembali, kemudian terbunuh lagi (di jalan Allah), lalu dia dihidupkan kembali, kemudian terbunuh lagi (di jalan Allah), sementara dia masih memiliki utang, dia tidak masuk Surga sampai utangnya dilunasi.’” [HR. Nasa’i 4701 dan Ahmad 22493; dihasankan al-Albani]
Kata Ali Qori, Nabi ﷺ mengucapkan Subhanallah karena takjub (keheranan) melihat peristiwa besar yang turun dari langit. [Mirqah al-Mafatih, 5/1964]
Demikian.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Sumber: https://konsultasisyariah.com/24593-kapan-kita-mengucapkan-subhanallah-dan-masyaallah.html
══════
Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Leave A Comment