بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
JAUHILAH PERBUATAN DUSTA DI SETIAP WAKTU DAN KEADAAN
 
Dusta harus dijauhi dalam segenap waktu dan keadaan. Pada saat berpuasa lebih ditekankan lagi menjauhi dusta, karena bisa mengurangi atau membatalkan pahala puasa.
 
Definisi Dusta
 
Dusta adalah ucapan yang tidak sesuai dengan kenyataan secara sengaja, padahal ia mengetahui keadaan yang sebenarnya. Dusta adalah akhlak tercela dan termasuk dosa besar.
 
Kerugian Perbuatan Dusta
 
Beberapa kerugian dan kerusakan karena perbuatan dusta:
 
1️. Menyeret seseorang ke Neraka.
Satu dusta akan menyeret pada dusta berikutnya, hingga mengarah pada perbuatan kefajiran. Dan perbuatan kefajiran akan menyeret pada Neraka.
 
وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
 
“Jauhilah kedustaan, karena kedustaan menyeret pada perbuatan fajir (menyimpang), dan perbuatan fajir menyeret menuju Neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan menyengaja memilih berdusta, hingga tercatat di sisi Allah sebagai tukang dusta.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
 
2️. Allah ﷻ ancam para pendusta dengan azab yang pedih:
 
…وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
 
“…dan bagi mereka azab yang pedih disebabkan kedustaan mereka.” [QS. Al Baqarah :10]
 
3️. Mendapat laknat Allah ﷻ
 
قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ
 
“Terlaknatlah para pendusta.” [QS. adz-Dzaariyaat:10]
 
Para ulama menjelaskan, bahwa al-Khorroshuun yang disebut dalam ayat adalah para pendusta yang membangun kedustaannya pada dugaan yang tidak berdasar.
 
4️. Satu kedustaan yang tersebar hingga seluruh penjuru dunia dari seseorang, akan menyebabkan dia disiksa dengan dirobek-robek sudut mulutnya di Alam Barzakh (Alam Kubur) hingga Hari Kiamat:
 
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي قَالَا الَّذِي رَأَيْتَهُ يُشَقُّ شِدْقُهُ فَكَذَّابٌ يَكْذِبُ بِالْكَذْبَةِ تُحْمَلُ عَنْهُ حَتَّى تَبْلُغَ الْآفَاقَ فَيُصْنَعُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
 
Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu anhu beliau berkata, Nabi ﷺ bersabda:
“Aku melihat tadi malam dua laki-laki yang datang dan berkata: ‘Sesungguhnya yang engkau lihat tentang seseorang yang dirobek-robek ujung mulutnya adalah pendusta, yang berdusta dengan satu kedustaan dinukil terus, hingga mencapai ufuk (penjuru dunia). Maka demikianlah dia disiksa hingga Hari Kiamat.’” [HR. al-Bukhari]
 
Allah perintahkan kepada orang beriman untuk bertakwa dan berjalan bersama orang-orang yang jujur.
 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
 
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan jadilah bersama orang-orang yang jujur.” [QS. At Taubah:119]
 
Seseorang diperintahkan untuk tidak berdusta, baik dalam keadaan sungguhan atau main-main. Tidak boleh bagi seseorang menjanjikan sesuatu kepada anaknya (yang masih kecil), kemudian tidak dia penuhi. Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata:
 
لَا يَصْلُحُ الْكَذِبُ فِي جِدٍّ وَلَا هَزْلٍ، وَلَا أَنْ يَعِدَ أَحَدُكُمْ وَلَدَهُ شَيْئًا ثُمَّ لَا يُنْجِزُ لَهُ
 
“Tidak boleh berdusta dalam keadaan sungguh-sungguh atau main-main. Tidak boleh seseorang menjanjikan sesuatu kepada anaknya (yang masih kecil), kemudian tidak dia tepati.” [HR. al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, disahihkan oleh Syaikh al-Albany]
 
Ada ancaman yang keras bagi seseorang yang berdusta untuk membuat tertawa orang lain:
 
وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
 
“Celakalah orang yang bercerita dan berdusta untuk membuat tertawa suatu kaum. Celaka baginya. Celaka baginya.” [HR. Abu Dawud, atTirmidzi, anNasaai, dihasankan Syaikh al-Albany]
 
Rasulullah ﷺ hanya memberikan keringanan berdusta untuk tiga keadaan yaitu:
• Dalam perang,
• Dusta suami ke istri atau sebaliknya, dalam rangka menyenangkan hati dan semakin merekatkan hubungan,
• Dusta untuk mendamaikan di antara dua orang yang sedang berselisih.” [Perkataan Ummu Kultsum radhiyallahu anha yang diriwayatkan oleh Muslim]
 
Tauriyah Penghindar dari Dusta
 
Dalam keadaan yang dibutuhkan, seperti karena dipaksa atau dizalimi, maka seorang Muslim boleh bersikap tauriyah. Tauriyah adalah mengatakan sesuatu yang multitafsir, yang dipahami oleh orang yang diajak bicara sebagai sesuatu, namun ia bisa bermakna sesuatu yang lain.
 
Contoh:
Ketika dalam perjalanan hijrah, Abu Bakar ditanya oleh seseorang yang mengenalnya: ‘Siapa yang bersamamu?’ Abu Bakar menjawab: ‘Ia adalah penunjuk jalanku.’ Maksud Abu Bakar adalah beliau adalah Rasulullah ﷺ sebagai penunjuk jalan menuju jalan Allah. Namun orang itu menganggap, bahwa itu adalah orang yang diupah khusus sebagai penujuk jalan menuju tempat yang dituju. [Disarikan dari penjelasan Syaikh Abdul Muhsin alAbbad dalam syarh Sunan Abi Dawud]
 
Demikian juga ketika Nabi Ibrahim dan istrinya sedang berada di wilayah yang dikuasai oleh raja yang sangat zalim.
Sang raja bertanya kepada Ibrahim: ‘Siapa wanita itu?’
Nabi Ibrahim menjawab: ‘Dia adalah saudaraku.’
Raja itu mengira, bahwa yang dimaksud Ibrahim adalah saudara kandung. Padahal maksudnya adalah saudara seagama. Hal itu dilakukan oleh Nabi Ibrahim untuk mencegah kezaliman dari raja tersebut.
 
Tauriyah disebut juga al-Ma’aaridh, dan merupakan jalan keluar dari perbuatan dusta. Umar radhiyallahu anhu berkata:
 
أَمَّا فِي الْمَعَارِيضِ مَا يَكْفِي الْمُسْلِمَ مِنَ الْكَذِبِ
 
“Pada al-Ma’aaridh (tauriyah) terdapat hal yang mencukupi seorang Muslim dari berbuat dusta.” [HR. alBukhari dalam Adabul Mufrad disahihkan Syaikh al-Albany]
 
Sahabat Imran bin Hushain radhiyallahu anhu menyatakan:
 
إِنَّ فِي الْمَعَارِيضِ لَمَنْدُوحَةً عَنِ الْكَذِبِ
 
“Sesungguhnya pada al-Ma’aaridh terdapat alternatif untuk tidak terjatuh dalam kedustaan.” [HR. alBukhari dalam Adabul Mufrad disahihkan Syaikh al-Albany]
 
Hanya saja tauriyah/ al-Ma’aaridh tidak boleh dijadikan sebagai kebiasaan. Tidak boleh bermudah-mudahan melakukannya. Namun hanya dilakukan ketika terzalimi atau terpaksa, seperti keadaan pada Nabi Ibrahim dan Abu Bakar di atas.
 
Dikutip dari buku “Ramadan Bertabur Berkah”, Abu Utsman Kharisman
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
JAUHILAH PERBUATAN DUSTA DI SETIAP WAKTU DAN KEADAAN