بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
HUKUM POLIGAMI DALAM ISLAM
 
Hukum asal poligami dalam Islam berkisar antara Ibaahah (mubah/boleh dilakukan dan boleh tidak) atau Istihbaab (dianjurkan) [Lihat kitab “Ahkaamut Ta’addud Fi Dhau-Il Kitaabi Was Sunnah” (hal. 18)].
 
Adapun makna perintah dalam firman Allah taala:
{وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ}
 
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat” [QS an-Nisaa’:3]
 
Perintah Allah dalam ayat ini TIDAK menunjukkan wajibnya poligami, karena perintah tersebut dipalingkan dengan kelanjutan ayat ini, yaitu firman-Nya:
 
{فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا}
 
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” [QS an-Nisaa’:3]
 
Maka dengan kelanjutan ayat ini jelaslah, bahwa ayat di atas meskipun berbentuk perintah, akan tetapi maknanya adalah larangan, yaitu larangan menikahi lebih dari satu wanita, jika dikhawatirkan tidak dapat berbuat adil [maksudnya adil yang sesuai dengan syariat]. Atau maknanya, “Janganlah kamu menikahi, kecuali wanita yang kamu senangi”.
 
Yang dituntut dari sikap adil adalah adil di dalam membagi giliran dan nafkah. Adapun sikap adil dalam kasih sayang dan kecenderungan hati kepada para istri, itu di luar kemampuan manusia. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
 
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
 
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian” [An-Nisa/4 : 129] [Dinukil dari Fatawa Mar’ah. 2/62 – Syaikh Abdul Aziz bin Baz]
 
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Abdulah bin Baz ketika ditanya, “Apakah poligami dalam Islam hukumya mubah (boleh) atau dianjurkan?”
 
Beliau rahimahullah menjawab:
“Poligami (hukumnya) disunnahkan (dianjurkan) bagi yang mampu, karena firman Allah taala (beliau menyabutkan ayat tersebut di atas), dan karena perbuatan Rasulullah ﷺ. Beliau ﷺ menikahi sembilan wanita. Allah memberi manfaat (besar) bagi umat ini dengan (keberadaan) para istri Nabi ﷺ tersebut. Dan ini (menikahi sembilan wanita) termasuk kekhususan bagi beliau ﷺ. Adapun selain beliau ﷺ tidak boleh menikahi lebih dari empat wanita [Sebagaimana yang diterangkan dalam bebrapa hadis yang shahih, di antaranya HR at-Tirmidzi (3/435) dan Ibnu Majah (1/628), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani].
 
Karena dalam poligami banyak terdapat kemslahatan/kebaikan yang agung bagi kaum laki-laki maupun permpuan, bahkan bagi seluruh umat Islam. Sebab dengan poligami akan memudahkan bagi laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangan, menjaga kemaluan (kesucian), memperbanyak (jumlah) keturunan, dan (memudahkan) bagi laki-laki untuk memimpin beberapa orang wanita dan membimbing mereka kepada kebaikan, serta menjaga mereka dari sebab-sebab keburukan dan penyimpangan. Adapun bagi yang tidak mampu melakukan itu dan khawatir berbuat tidak adil, maka cukuplah dia menikahi seorang wanita (saja), karena Allah taala berfirman:
 
{فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا}
 
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” [QS an-Nisaa’:3]
 
Semoga Allah (senantiasa) memberi taufik-Nya kepada semua kaum Muslimin untuk kebaikan dan keselamatan mereka di dunia dan Akhirat [Dinukil dalam majalah “al-Balaagh” (edisi no. 1028, tgl 1 Rajab 1410 H/28 Januari 1990 M)].
 
Senada dengan ucapan di atas, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata:
“…Seorang laki-laki, jika dia mampu dengan harta, badan (tenaga) dan hukumnya (bersikap adil), maka lebih utama (baginya) untuk menikahi (dua) sampai empat (wanita), jika dia mampu. Dia mampu dengan badannya, karena dia enerjik, (sehingga) dia mampu menunaikan hak yang khusus bagi istri-istrinya. Dia (juga) mampu dengan hartanya, (sehingga) dia bisa memberi nafkah (yang layak) bagi istri-istrinya. Dan dia mampu dengan hukumnya untuk (bersikap) adil di antara mereka. (Kalau dia mampu seperti ini), maka hendaknya dia menikah (dengan lebih dari seorang wanita). Semakin banyak wanita (yang dinikahinya) maka itu lebih utama. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Orang yang terbaik di umat ini adalah yang paling banyak istrinya [Atsar yang shahih riwayat imam al-Bukhari (no. 4787).]”…[ Liqaa-il baabil maftuuh (12/83)].
 
Syaikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan berkata:
“Adapun (hukum) asal (pernikahan), apakah poligami atau tidak, maka aku tidak mendapati ucapan para (ulama) ahli tafsir, yang telah aku baca kitab-kitab tafsir mereka yang membahas masalah ini. Ayat Alquran yang mulia (surat an-Nisaa’:3) menunjukkan, bahwa seorang yang memiliki kesiapan (kesanggupan) untuk menunaikan hak-hak para istri secara sempurna, maka dia boleh untuk berpoligami (dengan menikahi dua) sampai empat orang wanita. Dan bagi yang tidak memiliki kesiapan (kesanggupan), cukup dia menikahi seorang wanita, atau memiliki budak. Wallahu a’lam” [Fataawal mar’atil Muslimah (2/690)].
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
 #hukum, #poligami, #polygamy, #polygami, #taaduud, #taadud, #empatistri, #istrilebihdari atu