بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
HUKUM PERAYAAN NUZULUL QURAN PADA 17 RAMADAN
 
Perayaan Nuzulul Quran yang biasa dirayakan oleh sebagian orang pada 17 Ramadan atau hari lainnya di bulan Ramadan, termasuk kategori bidah, mengada-ada dalam agama, tidak ada contohnya dari Rasulullah ﷺ, dan mengandung beberapa pelanggaran:
 
Pertama: Bermaksud Baik Tapi Menempuh Cara yang Salah
 
Maksudnya baik ingin memuliakan Alquran, tapi dengan cara yang justru bertentangan dengan Alquran. Maka yang terjadi bukan menghormati Alquran, malah menyelisihi Alquran. Karena Allah ﷻ berfirman dalam Alquran:
 
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
 
“Apakah mereka mempunyai Sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah!?” [QS. Asy-Syuro: 21]
 
Mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah artinya berbuat bidah dalam agama, tanpa dalil Alquran dan As-Sunnah. Maka ayat Alquran yang mulia ini mengandung peringatan keras terhadap orang-orang yang berbuat bidah dalam agama. Bagaimana mungkin dikatakan memuliakan Alquran dengan cara menyelisihinya?!
 
Al-Imam Al-Mufassir Ibnu Jarir Ath-Thobari rahimahullah berkata:
 
يقول تعالى ذكره: أم لهؤلاء المشركين بالله شركاء في شركهم وضلالتهم (شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ) يقول: ابتدعوا لهم من الدين ما لم يبح الله لهم ابتداعه
 
“Firman Allah taala dzikuruhu tersebut maknanya: Apakah orang-orang yang menyekutukan Allah dengan Sesembahan-sesembahan yang lain dalam kesyirikan dan kesesatan mereka itu “yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah!?” Artinya: Mengada-ada (berbuat bidah) untuk mereka, agama yang Allah tidak izinkan untuk mereka mengada-adakannya!?” [Tafsir Ath-Thobari, 21/522]
 
Oleh karena itu semua bidah itu sesat, karena orang yang melakukannya seakan-akan menyaingi Allah dalam menetapkan syariat. Rasulullah ﷺ bersabda:
 
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
 
“Dan berhati-hatilah kalian terhadap perkara baru (bidah dalam agama), karena setiap bidah itu sesat.” [HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu’anhu]
 
Sahabat yang Mulia Ibnu Umar radhiyallahu’anhu berkata:
 
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةُ وَإِنْ رَآهَا النَّاس حَسَنَة
 
“Setiap bidah itu sesat, meski manusia menganggapnya hasanah (baik).” [Dzammul Kalaam: 276]
 
Kedua: Mengada-ada dalam Agama dan Menyelisihi Petunjuk Nabi Muhammad ﷺ
 
Padahal kepada beliaulah Alquran diturunkan, dan beliau adalah sebaik-baiknya teladan di dalam mengamalkan Alquran. Mengapa ada orang yang merasa lebih tahu dari beliau ﷺ dalam membuat-buat cara baru untuk mengamalkan Alquran?!
 
Rasulullah ﷺ bersabda:
 
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
 
“Barang siapa yang mengada-ngada dalam agama kami ini suatu ajaran yang bukan daripadanya, maka ia tertolak.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
 
Dalam riwayat Muslim:
 
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهْوَ رَد
 
“Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada padanya perintah kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
 
Mufti Saudi Arabia Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Aalusy Syaikh rahimahullah berkata:
 
جواز اتخاذ يوم نزول القرآن عيدا يتكرر بتكرر الأعوام، فهذا وإن كان قصد صاحبه حسنا إلا أنه لما لم يكن مشروعا، ولم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم، ولا عن أحد من خلفائه الراشدين وسائر صحابته والتابعين لهم بإحسان، ولا عن أحد من الأئمة الأربعة: مالك وأبي حنيفة والشافعي وأحمد بن حنبل، ولا عن غيرهم من الأئمة المقتدى بهم سلفا وخلفا، فلما لم يكن مشروعا ولا ورد عن أحد ممن ذكر تعين التنبيه على أن مثل هذا لا يجوز شرعا؛ لأنه لا أصل له في الدين، ولم يكن من عمل المسلمين
 
“Pendapat bolehnya menjadikan hari turunnya Alquran sebagai hari perayaan setiap tahun, maka walaupun orang yang merayakannya berniat baik, akan tetapi perayaan tersebut TIDAK DISYARIATKAN, dan tidak ada satu pun riwayat dari Nabi ﷺ, tidak pula dari salah seorang Al-Khulafaaur Raasyidin, tidak seluruh sahabat, tidak tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik, tidak salah seorang dari imam yang empat: Malik, Abu Hanifah, Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, serta tidak pula dari imam-imam lainnya yang patut diteladani dahulu maupun sekarang. Maka ketika perayaan Nuzulul Quran itu tidak disyariatkan dan tidak pula diriwayatkan dari seorang pun yang telah kami sebutkan, jelaslah bahwa amalan seperti ini tidak dibolehkan secara syariat, karena tidak memiliki dasar dalam agama, dan tidak termasuk amalan kaum Muslimin.” [Majallatul Buhutsil Islamiyah, 76/33]
 
Ketiga: Alquran dan As-Sunnah Hanya Menetapkan Dua Hari Raya
 
Hari perayaan tahunan dalam Islam hanyalah Idul Fitri dan Idul Adha, tidaklah patut menambah-nambahi agama yang sudah sempurna ini. Rasulullah ﷺ bersabda:
 
إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا
 
“Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha]
 
Sahabat yang Mulia Anas bin Malik radhiyallahu’anhu berkata:
 
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ
 
“Ketika Rasulullah ﷺ mendatangi kota Madinah, para sahabat memiliki dua hari raya, yang padanya mereka bersenang-senang.
Maka beliau ﷺ bersabda: “Dua hari apa ini?“
Mereka menjawab: “Dua hari yang sudah biasa kami bersenang-senang padanya di masa Jahiliyah.“
Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengganti kedua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.” [HR. Abu Daud, Shahih Abi Daud: 1039]
 
Barang siapa menambah-nambahi agama yang telah sempurna ini dengan cara mengada-adakan perayaan Nuzulul Quran atau perayaan hari-hari yang lainnya, maka ia telah menentang Alquran, karena Alquran telah mengabarkan, bahwa agama Islam telah sempurna, tidak memerlukan tambahan dan tidak boleh dikurangi. Bagaimana mungkin dikatakan ia mengamalkan Alquran?!
 
Al-Imam Malik rahimahullah berkata:
 
مَنِ ابْتَدَعَ فِي الْإِسْلَامِ بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً، زَعَمَ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَانَ الرِّسَالَةَ، لِأَنَّ اللَّهَ يَقُولُ: {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ} [المائدة: 3]، فَمَا لَمْ يَكُنْ يَوْمَئِذٍ دِينًا، فَلَا يَكُونُ الْيَوْمَ دِينًا.
 
“Barang siapa berbuat bidah dalam Islam yang ia anggap sebagai Bidah Hasanah, maka ia telah menuduh Rasulullah ﷺ telah mengkhianati tugas kerasulan, karena Allah ﷻ berfirman:
 
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
 
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu.” [QS. Al-Maidah: 3]
 
Maka sesuatu yang pada hari itu bukan ajaran agama, pada hari ini pun bukan ajaran agama.” [Al-I’tishom lisy Syaathibi rahimahullah, hal. 64-65]
 
Keempat: Kapan Alquran Diturunkan?
 
Penentuan 17 Ramadan itu sendiri sebagai hari turunnya Alquran pertama kali di dunia adalah pendapat yang lemah, tidak berdasar pada dalil yang kuat. Dan apabila yang mereka maksudkan 17 Ramadan adalah turunnya Alquran ke langit dunia, maka menyelisihi firman Allah ﷻ dalam Alquran:
 
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
 
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Alquran pada Lailatul Qadar.” [QS. Al-Qodr: 1]
 
Dan Lailatul Qadar ada di salah satu malam dari sepuluh malam terakhir Ramadan. Rasulullah ﷺ bersabda:
 
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
 
“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir Ramadan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]
 
Andai benar sekalipun bahwa Alquran pertama kali turun pada 17 Ramadan, maka itu sama sekali bukan dalil yang menujukkan disyariatkannya merayakan turunnya Alquran. Dan tidak ada dalil satu pun yang menujukkan bahwa Rasulullah ﷺ merayakannya, tidak di tanggal tersebut, tidak pula di hari yang lainnya.
 
Kelima: Amalan yang Seharusnya Dilakukan
 
Yang seharusnya dilakukan oleh kaum Muslimin adalah memerbanyak ibadah dengan ikhlas karena Allah, dan mengikuti petunjuk Rasulullah ﷺ di bulan yang penuh berkah ini. Terutama di sepuluh hari terakhir Ramadan, hendaklah diisi dengan memaksimalkan ibadah yang disyariatkan, jangan mengada-adakan sesuatu yang tidak disyariatkan.
 
Dan termasuk mengada-ada di sepuluh malam terakhir Ramadan adalah perayaan Lailatul Qadar di malam 27 Ramadan. Padahal Lailatul Qadar bisa berubah-rubah waktunya di setiap tahun. Dan yang disyariatkan adalah menghidupkan Lailatul Qadar dengan ibadah, bukan dengan perayaan. Disebutkan dalam fatwa ulama besar yang tergabung dalam Komite Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa:
 
وأما الاحتفال بليلة سبع وعشرين على أنها ليلة القدر فهو مخالف لهدي الرسول صلى الله عليه وسلم، فإنه صلى الله عليه وسلم لم يحتفل بليلة القدر، فالاحتفال بها بدعة.
 
“Adapun perayaan malam 27 Ramadan sebagai Lailatul Qadar, maka menyelisihi petunjuk Rasul ﷺ, karena sesungguhnya beliau ﷺ tidak pernah merayakan Lailatul Qadar. Maka perayaan itu adalah bidah.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daaimah, 3/59 no. 167]
 
Apabila bidah perayaan-perayaan ini masih ditambah dengan penentuan bacaan-bacaan atau amalan-amalan tertentu, cara-cara tertentu dalam membacanya, seperti dilakukan secara berjamaah, maka ini adalah bidah dari sisi yang lain. Dan tidak jarang dalam perayaan-perayaan itu juga terdapat nyanyian, musik, ikhtilat, tabarruj, dan berbagai kemaksiatan lainnya.
 
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
 
Pemateri: Al-Ustadz Sofyan Chalid Ruray, Lc hafizhahullah
 
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook:
https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
HUKUM PERAYAAN NUZULUL QURAN PADA 17 RAMADAN
HUKUM PERAYAAN NUZULUL QURAN PADA 17 RAMADAN