بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
HUKUM MENGGAULI BUDAK WANITA TANPA MENIKAHINYA TERLEBIH DAHULU
> Hukum Menggauli Ummu Walad
Pengertian Ummu Walad
 
Ummu Walad ialah budak wanita yang digauli pemiliknya dan melahirkan anak darinya, baik laki-laki atau perempuan.
 
Hukum Menggauli Ummu Walad
Pemilik budak wanita boleh menggauli budak wanitanya, dan jika budak wanitanya tersebut melahirkan anak, maka ia menjadi ibu dari anaknya tersebut, berdasarkan firman Allah ﷻ:
 
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
 
“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela” [QS. Al-Ma’arij : 29-30]
 
Juga dikarenakan Rasulullah ﷺ pun menggauli Mariyah Al-Qibthiyah, kemudian ia melahirkan Ibrahim, seraya beliau ﷺ bersabda:
“Mariyah dimerdekakan oleh anaknya.” [HR Ibnu Majah (2516) dan Ad-Daruquthni (4/131), Hadis ini cacat, akan tetapi Jumhur Ulama mengamalkannya].
 
Juga Nabi Ibrahim Alaihissallam menggauli Hajar, kemudian ia melahirkan Nabi Ismail Alaihissallam.
 
Hikmah Menggauli Budak Wanita
 
Di antara hikmah menggauli budak wanita adalah sebagai berikut:
 
1. Ungkapan kasih sayang terhadap budak wanita dengan memenuhi kebutuhan syahwatnya.
 
2. Menjadikannya sebagai Ummu Walad yang akan merdeka dengan kematian pemiliknya.
 
3. Dengan digauli oleh pemiliknya, maka pemilik budak wanita tersebut akan semakin peduli kepada budak wanitanya itu dengan memperhatikan kebersihannya, pakaiannya, kamar tidurnya, makanannya dan lain-lain.
 
4. Memberi kemudahan kepada orang Islam. Karena bisa jadi ia tidak mampu menikahi wanita merdeka, maka diberi kemudahan dengan dibolehkannya menggauli budak wanitanya untuk meringankannya, dan sebagai ungkapan kasih sayang terhadapnya.
 
Beberapa Ketentuan Hukum Tentang Ummu Walad
 
Adapun hukum-hukum yang berkaitan dengan Ummu Walad adalah sebagai berikut:
 
1. Ummu Walad sama seperti budak wanita lainnya dalam hal pelayanannya, hubungan seksualnya, kemerdekaan dirinya, batasan auratnya dan pernikahannya. Akan tetapi Ummu Walad tidak boleh dijual, karena Rasulullah ﷺ telah melarang penjualan Ummu Walad. [HR Imam Malik]. Hal itu dikarenakan, bahwa penjualan Ummu Walad bertentangan dengan kemerdekaan dirinya kelak sepeninggal pemiliknya.
 
2. Ummu Walad dimerdekakan dengan kematian pemiliknya, berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ:
 
أَيُّمَا أَمَةٍ وَلَدَتْ مِنْ سَيِّدِ هَا فَهِيَ حُرَّ ةٌ عَنْ دُبُرٍ مِنْهُ
 
“Budak wanita manapun yang melahirkan anak dari pemiliknya (tuannya), maka ia dimerdekakan setelah kematian pemiliknya (tuannya).’ [HR Ibnu Majah no. 2516]
 
3. Budak wanita tetap dihukumi Ummu Walad, meskipun ia mengalami keguguran, jika hal itu terjadi setelah janinnya sempurna penciptaannya, dan bentuknya bisa dibedakan, karena Umar Radhiyallahu anhu berkata, “Jika budak wanita melahirkan anak dari pemiliknya, maka ia dimerdekakan meski mengalami keguguran. [Diriwayatkan oleh pengarang Al-Mughni]
 
4. Tidak ada perbedaan dalam memerdekakan Ummu Walad, apakah ia muslimah atau kafir. Sebagian ulama berpendapat, bahwa seorang budak wanita yang kafir tidak dimerdekakan, tetapi keumuman dalil menghendaki kemerdekaan budak wanita, baik ia muslimah atau kafir. Inilah pendapat jumhur Ulama.
 
5. Jika Ummu Walad itu dimerdekakan setelah kematian pemiliknya, maka harta milik Ummu Walad menjadi milik ahli waris pemiliknya, karena Ummu Walad adalah budak sebelum kematian pemiliknya. Dan seperti diketahui, bahwa pendapatan budak itu menjadi milik pemiliknya.
 
6. Jika pemilik Ummu Walad meninggal dunia, maka Ummu Walad harus menunggu satu kali haid, karena ia keluar dari kepemilikan pemiliknya, dan berubah menjadi wanita merdeka.
 
 
[Disalin kitab Minhajul Muslim edisi Indonesia Minhajul Muslim Konsep Hidup Ideal Dalam Islam, Penulis Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri, Penerjemah Musthofa ‘Aini, Amir Hamzah Fachrudin, Penerbit Darul Haq-Jakarta]
 
 
 
Penulis: Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri
 
 
Catatan Tambahan:
  • Dalam Islam, sebab perbudakan hanya satu, yaitu orang kafir yang menjadi tawanan perang. Dan sangat wajar jika seorang tawanan perang dijadikan budak, karena mereka sebelumnya musuh dan harus diberikan strata sosial yang rendah.
  • Jadi budak hakikatnya adalah tawanan perang. Pembantu rumah tangga bukanlah budak.
  • Sistem perbudakan ini tidak dihapus, karena peperangan dan jihad akan terus berlangsung sampai Hari Kiamat. Perbudakan untuk memelihara dan menjaga hak mereka, yaitu anak kecil dan para wanita, karena mereka dibiarkan hidup dan diperlakukan dengan baik, tidak dibunuh sebagaimana budaya lainnya.
  • Jadi sebagaimana syariat Islam lainnya, perbudakan akan terus berlangsung hingga Hari Akhir.
 
Wallahu a’lam.