بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ 

 
HUKUM MEMULANGKAN JENAZAH KE KAMPUNG HALAMAN
 
Muqoddimah [Kami sarikan pembahasan ini dari Hukmu Naqlil Mayyit min Balad ila Balad Qobla ad-Dafn wa Ba’da ad-Dafn karya al-Amin al-haj Muhammad Ahmad, cet. 1, ad-Dar as-Saladiyah Makkah al-Mukarromah, thn. 1414 dan kami tambahkan dari referensi penting lainnya]
 
Kita sering mendengar berita pemulangan jenazah ke kampung halaman, walaupun jenazah berada di kota lain atau negara lain, dengan tujuan mayit bisa dikubur di sisi kuburan keluarganya.
 
Sebenarnya jika antara tempat meninggal dan kampung halaman sang mayit berdekatan maka tidak terlalu dipermasalahkan. Permasalahannya, sebagian kaum Muslimin mengharuskan hal ini, walaupun jenazah berada di tempat yang jauh.
 
Kebiasaan ini memunculkan rantai permasalahan:
– Lambatnya proses penguburan,
– Memburuknya kondisi mayat sebab terlambat menguburkannya,
– Adanya biaya pembawaan jenazah yang sangat mahal.
 
Dan ini semua menyelisihi perintah Nabi ﷺ untuk menyegerakan urusan jenazah. Beliau ﷺ bersabda:
“Segerakanlah urusan jenazah. Karena jika (jenazah) itu baik, berarti kamu menyegerakan kebaikan itu untuknya. Jika (jenazah) itu tidak demikian, berarti kamu meletakkan yang buruk itu dari pundakmu.” [HR. Bukhari: 1231 dan Muslim: 1568]
 
Menyegerakan Urusan Jenazah Bukan Berarti Tergesa-Gesa
 
Islam, sebagaimana hadis di atas, memerintah umatnya menyegerakan urusan jenazah. Demikianlah Rasulullah ﷺ bersama para sahabatnya radhiyallahu ‘anhuma, mereka bersegera membawa jenazah sampai di kuburan. Uyainah bin Abdurrohman dari ayahnya, beliau berkata:
Tatkala ia mengantarkan jenazah Utsman bin Abil Ash, kami berjalan pelan. Lalu Abu Bakroh rahimahullah menyusul kami dengan mengangkat suara, dia berkata: “Sungguh kami dahulu bersama Rasulullah ﷺ berjalan dengan cepat (mengantar jenazah).” [HR. Abu Dawud: 2725, dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib: 3510]
 
Berkata Ibnu Daqiq al-ld [Dalam Ihkamul Ahkam 2/169]:
“Disunnahkan bersegera (mengantar jenazah) sebagaimana hadis di atas. Tetapi tidak boleh dengan cara berlari, karena (hal itu) akan mengakibatkan terjadinya berbagai kerusakan pada mayit.”
 
Dari sini kita ketahui kesalahan sebagian kaum Muslimin yang berlari ketika mengusung jenazah, sehingga kita jumpai ada saja yang terjatuh atau terinjak rekannya di antara para pengusung jenazah. Banyak juga yang ketinggalan dari kalangan orang-orang tua yang tidak mampu berlari. Bahkan sering pula terjadi ketika jenazah akan dikuburkan, dijumpai kotoran bahkan darah yang keluar dari mulut, hidung, dubur atau qubul mayit disebabkan oleh guncangan hebat saat dibawa dengan cara berlari. Ini adah mudharat-mudharat yang harus diluruskan. Demikianlah yang diperingatkan oleh mayoritas para ulama dalam hal menyegerakan urusan jenazah. [Lihat Hukmu Naqlil Mayyit min Balad ila Balad Qobla ad-Dafn wa Ba’da ad-Dafn hlm. 10]
 
Bagaimana dengan Penguburan Jenazah Nabi ﷺ?
 
Adapun Nabi Muhammad ﷺ, beliau tidak segera dikuburkan pada hari wafatnya. Beliau ﷺ wafatnya Senin dan dikuburkan pada malam Rabu [Lihat al-Muhalla bil Atsar 5/154]. Akan tetapi ini adalah hukum khusus bagi Rasulullah ﷺ dengan alasan sebagai berikut [Lihat Hukmu Naqlil Mayyit min Balad ila Balad Qobla ad-Dafn wa Ba’da ad-Dafn h1m. 11, 13]:
 
1. Kaum Muslimin dari berbagai tempat terus berdatangan untuk melihat jasad beliau dan menyalatinya, dan tidak henti-hentinya hingga terlambat menguburkannya.
 
2. Keterlambatan ini bukanlah kesengajaan para sahabat untuk mengulur-ulur waktu pemakaman jenazah Rasulullah ﷺ, melainkan karena mereka terus bermusyawarah tentang tempat penguburannya, sampai mereka (para sahabat Nabi ﷺ) sepakat, bahwa Rasulullah ﷺ harus dikubur di tempat wafatnya, setelah mereka mengetahui hadis:
“Allah tidak akan mewafatkan seorang nabi pun, kecuali akan dikuburkan di tempat rohnya dicabut.” [Hadis ini dikeluarkan oleh as-Suyuthi dalam al-jami’ al-Kabir 3/147/1-2), dan disampaikan pula oleh Syaikh al-Al-bani rahimahullah dalam Tandzir as-Sajid min Ittikhodz al-Qubur al-Masajid h1m. 10-11]
 
>> Hukum Memindahkan Jenazah Yang Belum Dikubur Dari Satu Tempat Ke Tempat Lain
 
Memindahkan jenazah (sebelum dikubur) dari satu tempat ke tempat lain secara umum MENYELISIHI perintah Nabi ﷺ untuk menyegerakan urusan jenazah. Selain itu ia memudharatkan jenazah berupa rusaknya jenazah karena terlambat menguburkannya, atau karena goncangan-goncangan ketika dibawa dalam perjalanan jauh, dan memberatkan orang-orang yang masih hidup.
 
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Sebagian berpendapat haram [Ini adalah pendapat al-Qodhi Husain, Imam ad-Darimi dan al-Mutawalli dalam at-Tatimmah, dan pendapat ini dikuatkan oleh Imam Nawawi rahimahullah dari kalangan ulama Madzhab Syafi’i] sebab alasan di atas. Ada yang berpendapat makruh [Ini adalah Madzhab Hanafi. Hanya saja Madzhab ini mengecualikan, boleh jika jaraknya berdekatan sermisal dua mil saja. [Lihat Fiqhun Nawazil fil Ibadat, al-Qismul Awwal (ath-Thoharoh ash-Sholat al-Jana’iz) h1m. 81-82)]. Sebagian lain menganggap boleh secara mutlak [Ini adalah Madzhab Hanbali dan Maliki. Bahkan pengikut Madzhab ini membolehkannya walaupun sudah dikubur [Lihat Fiqhun Nawazil fil Ibadat, al-Qismul Awwal (ath-Thoharoh ash-Sholat al-Jana’iz) h1m. 81)].
 
Akan tetapi pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah yang merinci hukumnya berbeda-beda menurut perbedaan keadaan, serta menurut jauh dekatnya jarak antara tempat meninggalnya dengan kuburan yang dimaksud [Lihat perkataan semisal oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah dalam Fathul Bari 3/207].
 
Oleh karena itu kita simpulkan macam-macam keadaan serta hukumnya sebagai berikut:
 
>> Memindahkan Jenazah Ke Tempat Yang Lebih Mulia (Seperti Makkah dan Madinah)
 
Empat Madzhab fikih membolehkannya [Yaitu Madzhab Hanafi, Madzhab Hanbali, Madzhab Syafi’i, dan Madzhab Maliki. [Lihat Fiqhun Nawazil, fil Ibadat, al-Qismul Awwal (ath-Thoharoh ash-Sholat al-Jana’iz) min Ilqo’ asy-Syaikh Dr. Kholid bin Ali al-Musyaiqoh hlm. 81-82) Maktabah Wasa’il ath-Tholib – al-Qoshim – Unaizah], akan tetapi jika terpenuhi beberapa syarat berikut [Lihat Hukmu Naqlil Mayyit min Balad i1a Balad Qobla ad-Dafn wa Ba’da ad-Dafn h1m.16]:
 
• Tempat jenazah tersebut berdekatan dengan tempat-tempat mulia ini.
• Ketika memindahkannya tidak terdapat kesulitan yang memberatkan.
• Jenazah tersebut harus terjaga dari kerusakan dan kehormatannya terlindungi.
• Tidak menyulitkan keluarga serta para pengantarnya.
 
Dalil mereka:
 
Ada beberapa alasan yang melandasi perkataan ini, di antaranya hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dikisahkan, bahwa ketika Nabi Musa ‘alaihis salam hendak diwafatkan, beliau meminta kepada Allah supaya didekatkan kuburnya sedekat satu lemparan batu dengan tanah suci [Lihat HR. Bukhari: 1253 dan Muslim: 4374]
 
Dalil lain, Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah memohon kepada Allah dengan permohonan yang tidak ditentang oleh para sahabat lain. Beliau berkata:
“Ya Allah anugerahi saya syahid di jalan-Mu dan matikan aku di negerinya Rasul-Mu.” [HR. Bukhari: 1757 dan Muslim: 3316]
 
Demikian juga hadis dari Ibnu Umar, beliau mengatakan, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang bisa mati di Madinah, maka hendaknya ia mati disana, karena aku akan memberi syafaat bagi yang mati di sana.” [HR. Tirmidzi: 3917, Ibnu Majah: 3112 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah: 2928]
 
Hal ini seperti yang dikatakan oleh az-Zuhri, bahwa Saad bin Abi Waqqosh dan Said bin Zaid ketika wafat di al-‘Aqiq kemudian dibawa ke Madinah. Demikian juga Ibnu Uyainah rahimahullah berkata: “Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu wafat di al-‘Aqiq, beliau telah berwasiat supaya tidak dikubur di sana, tetapi di Sarif.” [Lihat al-Mughni 2/509-510 (dinukil dari Hukmu Naqlil Mayyit min Balad ila Balad Qobla ad-Dafn wa Ba’da ad-Dafn hlm. 15)]
 
>> Memindahkan Jenazah Ke Kampung Halamannya Supaya Dikubur Bersama Keluarganya
 
Mayoritas para ulama [Dari kalangan Madzhab Maliki, Madzhab Hanafi, Madzhab Syafi’i, dan Madzhab Hanbali [Lihat Kitab al-Fiqh alal Madzahib al-Arba’ah 1/469).] membolehkan memindahkan jenazah sebelum dikubur ke kampung halamannya, supaya sang mayat dikubur berdampingan dengan kuburan keluarganya [Lihat perkataan Imam Qurthubi rahimahullah dalam at-Tadzkiroh 1/94].
 
Akan tetapi demi bolehnya hal ini harus terpenuhi beberapa syarat [Hukmu Naqlil Mayyit min Balad ila Balad Qobla ad-Dafn wa Ba’da ad-Dafn hlm. 23-24], di antaranya:
 
• Jarak antara tempat meninggalnya dengan kuburan tersebut berdekatan.
• Ketika memindahkannya tidak terdapat kesulitan yang memberatkan.
• Jenazah tersebut harus terjaga dari kerusakan dan kehormatannya terlindungi.
• Tidak menyulitkan keluarga serta para pengantarnya.
 
Dalil bolehnya masalah ini adalah sabda Rasulullah ﷺ, tatkala Utsman bin Mazh’un wafat, beliau meletakkan batu sebagai tanda bahwa di sinilah kuburan Utsman (saudara sepersusuannya). Lalu beliau ﷺ mengatakan:
“(Aku letakkan batu ini) supaya aku mengetahui di mana kuburan saudara (sepersusuan)ku ini, dan aku dapat menguburkan keluargaku yang mati di sampingnya.” [HR. Abu Dawud 2/69, dan dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam ash-Shahihah: 3060]
 
>> Memindahkan Jenazah ke Tempat Lain Supaya Dikubur Berdampingan dengan Orang Saleh
 
Memindahkan jenazah ke tempat lain supaya dikubur berdampingan dengan orang saleh tidak dianjurkan [Kecuali Madzhab Syafi’I yang menyunnahkan hal ini [Lihat kitab al-Fiqh ‘alal Madzhabib al-Arba’ah 1/469)], tetapi juga tidak dilarang [Hukmu Naqlil Mayyit min Balad ila Balad Qobla ad-Dafn wa Ba’da ad-Dafn hlm. 24-25] jika terpenuhi syarat-syarat di bawah ini:
 
• Jarak antara tempat meninggalnya dengan kuburan tersebut berdekatan.
• Ketika memindahkannya tidak terdapat kesulitan yang memberatkan.
• Jenazah tersebut harus terjaga dari kerusakan dan kehormatannya terlindungi.
• Tidak menyulitkan keluarga serta para pengantarnya.
• Tidak disertai keyakinan rusak seperti keyakinan bahwa orang yang dikubur berdampingan dengan orang saleh dijamin Surga, diampuni dosa-dosanya, tertolong ketika menjawab fitnah kubur, atau akan selamat dari siksa Neraka, atau keyakinan lain yang menyelisihi akidah Islam.
Adapun hadis dan atsar yang menerangkan keutamaan mengubur jenazah disamping orang-orang saleh, maka hadis-hadis itu sangat lemah tidak dapat dijadikan hujjah/dalil. Seperti hadis: “Kuburkan mayat-mayatmu di tengah-tengah orang-orang saleh, karena mayat itu akan terganggu dengan tetangga yang buruk, sebagaimana orang hidup terganggu dengan tetangga yang buruk.” (Hadis ini maudhu’ (palsu), karena dalam silsilah perawinya ada Sulaiman bin Isa, dia adalah perawi kadzdzab (tukang dusta).” [Lihat Silsilah Dho’ifah: 563]
 
>> Memindahkan Jenazah dari Suatu Tempat ke Tempat Lain yang Jauh Karena Darurat
 
Memindahkan jenazah yang belum dikubur ke tempat lain karena kondisi darurat dibolehkan, seperti jika seorang Muslim mati di negeri kafir dan dikhawatirkan jasadnya tidak diurus, disia-siakan atau dihinakan, atau dikhawatirkan jika dikubur di tempat maka akan digali dalam waktu yang dekat, atau khawatir akan mengganggu yang lain, maka boleh dipindahkan ke tempat lain supaya dikubur di tempat yang aman bersama kaum Muslimin lainnya, walaupun jaraknya berjauhan [Lihat Fiqhun Nawazil fil Ibadat, al-Qismul Awwal (ath-Thoharoh ash-Sholat al-Jana’iz) hlm. 81]. Hal ini sebagaimana perkataan Urwah bin Zubair, dikatakan oleh Imam Malik dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya, Urwah bin Zubair berkata:
“Aku tidak suka dikubur di Baqi, aku lebih suka dikubur di tempat lain.” Lalu beliau menjelaskan alasannya, “Karena aku khawatir tulang-belulang orang saleh di Baqi’ tergali karena aku (dikubur di Baqi’).” [Dinukil dari Hukmu Naqlil Mayyit min Balad ila Balad Qobla ad-Dafn wa Ba’da ad-Dafn hlm. 26, dengan penyesuaian]
 
>> Menggali dan Memindahkan Mayat yang Telah Dikubur
 
Menggali dan memindahkan mayat dari kuburnya hukum asalnya adalah haram [Lihat Kitab al-Fiqh ‘alal Madzahib al-Arba’ah 1/469-470], karena hal itu akan merusak kehormatan mayat yang seharusnya dijaga dan akan menghinakannya. Hanya para ulama membolehkannya ketika terdapat kebutuhan syari, atau dalam kondisi darurat yang mengharuskan digalinya kubur tersebut. Maka saat itu boleh digali dan atau dipindahkan mayatnya, seperti jika tertimbun harta berharga bersama mayat, mayat yang dikuburkan di masjid, mayat Muslim yang dikubur di kuburan orang kafir, jika dibutuhkan otopsi jenazah, atau jika ada dua atau lebih mayat dikubur dalam satu liang lahat, kemudian memungkinkan untuk disendirikan.
 
Bolehnya menggali dan memindahkan mayat yang sudah dikubur karena adanya kebutuhan yang syari [Jika dibolehkan menggali dan memindahkan mayat karena adanya kebutuhan syari, maka dalam kondisi darurat lebih dibolehkan lagi] didasari oleh perbuatan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata:
“Ayahku dikubur (dalam satu liang lahat) dengan orang lain. Aku merasa tidak enak sehingga aku keluarkan ayahku (dari kuburnya), dan aku kuburkan ayahku dalam kuburnya sendirian. ” [HR. Bukhari: 1265]
 
Dilarang Memindahkan Mayat dari Kuburnya Karena Mimpi
 
Sebagian kaum Muslimin bermimpi, dalam tidurnya didatangi sang mayat yang terlihat hidup, lalu ia memerintahkan untuk dipindahkan kuburannya ke tempat-tempat tertentu. Ada yang meminta supaya dibangunkan atap, bahkan tempat yang teduh di kuburannya.
 
Fenomena semacam ini telah dijelaskan oleh para kibar ulama dalam Fatwa Lajnah Da’imah. Berikut kesimpulannya:
 
Pertama: Memindahkan mayat yang sudah dikubur hukumnya haram, kecuali jika ada kondisi yang mendesak yang dibolehkan secara syariat.
 
Kedua: Mimpi yang disebutkan tadi tidak lain adalah datang dari setan, karena dalam mimpi itu disebutkan bahwa orang mati tersebut seperti hidup bahkan bisa terbang. Maka ini semua merupakan kebatilan yang menyelisihi Sunnah Kauniyah (ketentuan dari Allah). Ini bukanlah termasuk karomah melainkan mainan setan-setan.
 
Ketiga: Membangun sesuatu seperti atap atau kubah di atas kuburan adalah kemungkaran yang besar. (Jika terlanjur) maka harus dihilangkan, karena Nabi ﷺ melarang membangun suatu apa pun di atas kuburan, dan beliau memerintahkan untuk meratakan kuburan yang telah ditinggikan. [Fatawa lajnah Da’imah 11/95 No. Fatwa 9774]
 
Kesimpulan dan Penutup
 
1. Islam memerintah umatnya menyegarkan urusan jenazah sampai penguburannya, tetapi bukan berarti tergesa-gesa.
 
2. Keterlambatan penguburan Nabi ﷺ tidak bertentangan dengan perintah menyegerakan urusan jenazah karena merupakan hukum khusus bagi Nabi ﷺ. Dan keterlambatan tersebut bukan dengan kesengajaan, melainkan karena ada faktor yang mendesak.
 
3. Hukum asal menguburkan mayat Muslim adalah di kuburan kaum Muslimin tempat dia saat meninggal dan tidak dibawa ke tempat lainnya. Karena jika dipindahkan akan memperlambat urusan jenazah, memudharatkan jenazah, serta memberatkan orang-orang yang masih hidup.
 
Hanya para ulama memberi kelonggaran bolehnya dikubur jenazah di tempat lain jika terpenuhi beberapa perkara ini, di antaranya:
• Jaraknya berdekatan,
• Tidak terdapat kesulitan yang memberatkan,
• Jenazah tersebut terjamin dari kerusakan dan terlindungi kehormatannya, serta
• Tidak menyulitkan keluarga serta para pengantarnya, serta
• Tidak disertai keyakinan rusak, seperti keyakinan bahwa orang yang dikubur berdampingan dengan orang saleh diampuni dosa-dosanya, atau keyakinan lain yang menyelisihi akidah Islam.
 
4. Menggali dan memindahkan mayat dari kuburnya hukum asalnya adalah haram, karena akan merusak kehormatan mayat dan menghinakannya. Kecuali jika terdapat kebutuhan syari atau kondisi darurat yang mengharuskan digalinya kubur tersebut. Adapun mimpi-mimpi menggambarkan orang-orang yang telah mati lalu memerintahkan supaya kuburannya digali dan atau dipindahkan, maka hal ini bukanlah sebab yang syari dan bukan kondisi darurat, bahkan ini adalah bisikan setan yang harus ditinggalkan.
 
Wallahu a’lam.
 
Penulis: Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM
Majalah AL FURQON no. 107, edisi 04, thn ke-10, 1431.H /2010.M
 
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
#hukummemulangkanjenazahkekampunghalaman #hukumpindahkankuburan #hukumasalpenguburanjenazah #hukummemindahkankuburan