بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ 

HUKUM MEMFOTO KAKI MUSLIMAH BERBALUT KAUS KAKI
 
Di era sosial media ini ada tren baru di kalangan muslimah berhijab, yaitu sebagian mereka gemar memfoto kaki mereka yang berbalut kaus kaki. Kemudian foto tersebut di-upload ke sosial media atau ke internet. Bagaimana hukum syari mengenai hal ini?
 
Apakah kaus kaki sudah cukup untuk menutupi kaki?
 
Kaki sudah jelas merupakan aurat yang wajib untuk ditutup. Untuk penjelasan lebih rinci mengenai masalah ini, silakan simak artikel “Saudariku, Kaki Juga Aurat Yang Wajib Ditutup“: https://muslimah.or.id/6422-saudariku-kaki-juga-aurat-yang-wajib-ditutup.html
 
Namun memfoto kaki lalu menyebarkan foto tersebut ke publik, ini merupakan turunan dari bahasan “Apakah kaus kaki sudah cukup untuk menutupi kaki?”. Karena jika kaus kaki dianggap belum memenuhi syarat untuk menutup aurat (yaitu kaki), maka tentu tidak boleh memperlihatkannya kepada lelaki yang bukan mahram.
 
Masalah ini adalah masalah yang diperselisihkan oleh para ulama.
 
Pendapat pertama, kaus kaki sudah cukup untuk menutupi aurat selama ia tebal dan tidak transparan. Para ulama dalam Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Wal Ifta menyatakan, bahwa kaus kaki cukup untuk menutup kaki:
 
الواجب عليها ستر القدمين عند جمهور أهل العلم ،وقد جاء في حديث أم سلمة أنها سئلت : هل المرأة تصلي في درع وخمار ؟ قالت في جوابها : إذا كان الدرع سابغا يغطي ظهور قدميها تصلي في درع سابغ يستر أقدامها ، أو تكون في أقدامها شراريب ، هذا هو المشروع عند جمهور أهل العلم ، يجب عليها ستر القدمين ، إما بكون الثياب ضافية ، أو باتخاذ جوارب في الرجلين ، هذا هو المشروع لها ، وهو الواجب عند جمهور أهل العلم .
 
“Wajib untuk wanita menutup kedua qadam, menurut Jumhur Ulama. Sebagaimana terdapat dalam hadis Ummu Salamah, bahwa ia bertanya: ‘Apakah seorang wanita boleh shalat dengan mengenakan baju panjang dan penutup kepala tanpa mengenakan kain?’ Nabi ﷺ menjawab: ‘Boleh, jika baju itu luas yang biasa menutupi kedua qadam-nya (bagian mata kaki hingga ke bawah – pent)’. Maka shalatlah dengan baju panjang yang cukup untuk menutupi kedua qadam, atau memakai kaus kaki. Inilah yang disyariatkan menurut Jumhur Ulama. Wajib menutup kedua qadam-nya, baik dengan kain tambahan (yang menutup qadam) atau dengan menggunakan kaus kaki. Inilah yang disyariatkan dan diwajibkan menurut Jumhur Ulama” [Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 7/257]
 
Dalam fatwa yang lain dijelaskan:
 
المشروع سترهما بالجوربين أو بإرخاء الثياب
 
“Disyariatkan menutup kedua qadam dengan kaus kaki atau dengan menjulurkan pakaian” [Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 7/259]
 
Namun perlu diperhatikan, para ulama membolehkan memakai kaus kaki sekadar untuk menutupi qadam (bagian mata kaki hingga ke bawah). Adapun untuk bagian kaki dari mata kaki, betis, hingga paha, maka wajib ditutup dengan kain yang longgar, tidak membentuk lekukan sama sekali. Para ulama dalam Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Wal Ifta dalam fatwa jilid 3 no. 4214‏ mengatakan:
 
جاز لها أن تلبس ثوبا غير شفاف، ولا ضيق يحدد أعضاءها، ويستر جسدها إلى الكعبين، وتلبس مع ذلك في رجليها ما ذكرت من الحذاء أو الجورب السميك
 
“Boleh bagi wanita untuk memakai kain yang tidak transparan, tidak sempit hingga bisa membentuk lekukan tubuhnya, dan kain tersebut menutup tubuhnya hingga mata kaki. Dan bersamaan dengan itu, sebagaimana disebutkan oleh penanya, di bagian kaki ia memakai sepatu atau kaus kaki yang tebal”.
 
Dewan fatwa Islamweb menyatakan:
 
ولا يجوز أن تغطي المرأة ساقيها بالجورب عند الرجال الأجانب عنها، لأن الجورب يجسد ساقيها، ومن شروط الحجاب أن يكون فضفاضا لا يبين حجم الأعضاء
 
“Tidak boleh seorang wanita menutup betisnya hanya dengan kaus kaki di depan lelaki non-mahram, karena kaus kaki itu memperlihatkan lekukan betisnya. Dan di antara syarat hijab syari itu adalah longgar dan tidak memperlihatkan lekukan bagian tubuh” (Sumber: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=212176).
 
Dan perlu diperhatikan juga, ulama yang berpendapat kaus kaki itu sudah cukup untuk menutup kaki mereka mempersyaratkan kaus kakinya harus tebal dan tidak transparan.
 
Pendapat kedua, bahwa kaus kaki tidak cukup untuk menutup aurat, karena kaus kaki itu memperlihatkan lekukan kaki. Jika bagian tubuh lain tidak boleh terlihat lekukannya, mengapa qadam dibolehkan, padahal tidak ada dalil yang membedakannya? Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani ditanya:
 
السائل : هل يكفي الجوربين في ستر القدمين ؟. الشيخ : لا ما يكفي لأنُه يُجسم
 
“Apakah kaus kaki cukup untuk menutup punggung kaki? Syaikh menjawab: “Tidak cukup, karena ia menampakkan lekukan” [Silsilah Huda Wan Nuur, no. 621]
 
Beliau juga mengatakan:
 
الذي يأمر المرأة بأن لا يظهر من بدنها حتى ظاهر قدميها فمادام أنت معنا في وجوب أن يكون الثوب سابغا و أن لا يكون شفافا و لا وصافا فإذا هذا الثوب يلي هو الآن الجورب يصف و يحجم فلا يجوز فيكون صاحبه آثما
 
“Yang diperintahkan kepada wanita adalah hendaknya mereka tidak memperlihatkan bagian tubuhnya, termasuk juga kedua qadam-nya. Jika Anda sudah sepakat dengan saya, bahwa busana wanita itu harus menutup sempurna dan tidak boleh transparan, dan tidak boleh memperlihatkan lekukan tubuh, maka pakaian yang kita bicarakan ini, yaitu kaus kaki, memperlihatkan lekukan tubuh. Maka tidak boleh (memakainya tanpa ditutupi kain), dan wanita yang memakainya (tanpa ditutupi kain) berdosa.” [Silsilah Huda Wan Nuur, no. 12a].
 
Wallahu a’lam, yang kami pandang lebih tepat adalah pendapat yang kedua, yaitu qadam (punggung kaki) wajib ditutup hingga tidak terlihat lekukannya, sehingga kaus kaki tidak cukup untuk menutupnya. Karena kami belum mengetahui adanya dalil atau alasan untuk membedakan qadam (punggung kaki) dengan selainnya.
 
Bukankah kaus kaki akan terlihat ketika berjalan atau berkendaraan?
 
Pada asalnya, seorang wanita hendaknya mengusahakan bagian kakinya tidak terlihat sama sekali ketika berjalan atau berkendaraan, sebagaimana anggota tubuh yang lainnya. Yaitu dengan memakai kain yang longgar dan lebar serta sempurna menutup seluruh tubuhnya hingga punggung kakinya. Kemudian ditambah lagi dengan memakai kaus kaki sehingga lebih sempurna dalam menutup kaki. Syaikh Al Albani menyatakan:
 
أقول إذا كان الجلباب بغطي القدمين تماما و يجر ذيل هذا الجلباب فلا حاجة إلى لبس الجوربين لكن إذا كان الجوربين موجودات ما في خوف من كشف الساق
 
“Saya katakan, jika jibab (busana muslimah) yang digunakan bisa menutup tubuh hingga punggung kaki secara sempurna, maka tidak lagi dibutuhkan untuk memakai kaus kaki. Namun jika kaus kaki digunakan, tidak akan lagi khawatir betis akan terlihat.” [Silsilah Huda Wan Nuur, no. 12a]
 
Maka selain menggunakan busana yang panjang dan longgar yang menutupi hingga punggung kaki, dianjurkan juga memakai kaus kaki untuk mencegah fitnah jika tidak sengaja tersingkap.
 
Jika pakaian yang digunakan sudah longgar dan panjang hingga menutupi punggung kaki namun tetap sulit menghindari terlihatnya kaus kaki ketika berjalan atau berkendaraan, maka wallahu a’lam, semoga hal tersebut ditoleransi karena adanya kesulitan. Sebagaimana kaidah:
المشقة تجلب التيسير
 
“Kesulitan melahirkan adanya kemudahan“
 
Memfoto kaki wanita yang berbalut kaus kaki
 
Setelah memahami pembahasan di atas, maka jika kita berpegang pada pendapat ulama yang menguatkan, bahwa kaus kaki tidak cukup untuk menutupi aurat. Maka konsekuensinya tidak boleh memfoto kaki yang berbalut kaus kaki tersebut, karena ia dianggap aurat yang belum tertutup secara sempurna, dan tidak boleh seorang wanita memperlihatkan auratnya kepada lelaki yang non-mahram.
 
Adapun jika seseorang berpegang pada pendapat ulama yang menguatkan bahwa kaus kaki sudah cukup untuk menutupi kaki, maka yang lebih baik adalah tetap tidak memperlihatkannya kepada non-mahram sebisa mungkin, karena beberapa alasan berikut:
 
Bagi wanita Muslimah, semakin tersembunyi dari pandangan lelaki itu semakin baik. Semakin terlihat, semakin kurang baik. Sebagaimana hadis berikut ini:
 
أَنَّ عَلِيًّا ، قَالَ : سَأَلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ شَيْءٍ قَالَ : ” أَيُّ شَيْءٍ خَيْرٌ لِلنِّسَاءِ ؟ ” فَلَمْ أَدْرِ مَا أَقُولُ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِفَاطِمَةَ ، فَقَالَتْ : أَلا قُلْتَ لَهُ : خَيْرٌ لِلنِّسَاءِ أَنْ لا يَرَيْنَ الرِّجَالَ وَلا يَرَوْنَهُنَّ ، قَالَ : فَذَكَرْتُ قَوْلَ فَاطِمَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : ” إِنَّهَا بِضْعَةٌ مِنِّي رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا “
 
“Ali bin Abi Thalib berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Apa yang paling baik bagi wanita?’. Lalu Ali tidak tahu harus menjawab apa. Ia pun menceritakannya kepada Fathimah. Fathimah pun berkata: ‘Katakanlah kepada beliau, yang paling baik bagi wanita adalah mereka tidak melihat para lelaki dan para lelaki tidak melihat mereka‘. Maka aku (Ali) sampaikan hal tersebut kepada Rasulullah ﷺ. Lalu beliau ﷺ bersabda: ‘Sungguh Fathimah adalah bagian dari diriku, semoga Allah meridainya‘” [HR. Ibnu Abid Dunya dalam Al ‘Iyal no. 409, semua perawinya tsiqah]
 
Maka menyembunyikan seluruh tubuhnya secara sempurna lebih baik dari menampakkan sebagian tubuhnya.
 
Besarnya fitnah wanita terlebih lagi di zaman ini. Rasulullah ﷺ bersabda:
 
ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ
 
“Tidaklah ada fitnah yang lebih berbahaya bagi lelaki sepeninggalku kelak, selain wanita.” [HR. Bukhari – Muslim]
 
Walaupun kaki terbalut kaus kaki, terkadang membuat sebagian lelaki terfitnah. Mungkin karena bentuk kakinya yang bagus dan ramping, atau karena sebab yang lain. Lebih lagi jika kaus kaki yang digunakan tipis dan sewarna dengan kulit. Ini lebih memperindah lagi. Oleh karena itu ketika ditanyakan kepada Syaikh Ali Ridha Al Madini hafizhahullah, “Ya Syaikh, bolehkah bagi wanita memakai kaus kaki yang sewarna dengan warna kulit, sehingga kalau dia sedang jalan atau terkena angin seakan-akan kulitnya kelihatan?”, beliau menjawab: “Yang demikian tidak diperbolehkan” (Sumber di sini: https://kangaswad.wordpress.com/2013/10/09/muslimah-memakai-kaus-kaki-dengan-warna-kulit/). Oleh karena itu sebaiknya wanita muslimah menggunakan kaus kaki berwarna gelap dan tebal sehingga tidak nampak indah.
 
Lebih menerapkan sifat malu dan malu itu adalah sifat yang baik, terutama bagi wanita. Rasulullah ﷺ bersabda:
استَحْيُوا من اللهِ حقَّ الحياءِ
 
“Malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu” [HR. At Tirmidzi 2458, dihasankan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi]
 
Lebih wara’ (berhati-hati) dan keluar dari khilaf ulama.
Terdapat penyimpangan seksual yang disebut fetishism, yaitu hasrat seksual pada suatu benda mati atau pada bagian tubuh non genital (Wikipedia). Benda yang menimbulkan hasrat seksual penyimpangan ini disebut fetish. Dan realitanya ada sebagian orang yang menjadikan foto-foto muslimah di internet termasuk foto kaki muslimah berbalut kaus kaki sebagai fetish. Wallahul musta’an.
 
Tentu saja tidak hanya kaki yang terbalut kaus kaki. Wanita Muslimah juga hendaknya tidak mudah menampakkan wajahnya (jika ia berpandangan wajah bukan aurat), serta telapak tangan dan punggung tangannya (jika ia berpandangan keduanya bukan aurat).
 
Lebih dari itu, hendaknya wanita Muslimah lebih bijak dalam menggunakan internet dan sosial media, serta tidak mudah mengekspos dirinya di sana.
 
Wallahu a’lam bis shawab.
 
 
***
 
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id

Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat

 

 

#kaoskaki #wanitamuslimah #pecintakaoskaki #wanita #akhwat #berkaoskaki #kakimuslimah #kakijugaaurat #kauskaki #tutupikaki #muslimah #fitnahwanita #perempuan #adabwanita #adabperempuan #adabakhlak #adabmuslimah #hukumIslam