بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ 

HUKUM DAN TATA CARA MANDI JUNUB
 
Para ulama sepakat bahwa seorang yang junub wajib melakukan mandi wajib.
 
Hal ini berdasarkan firman Allah ﷺ (artinya):
“Dan jika kalian junub, maka bersucilah (mandilah).” [QS. Al-Maidah: 6]
 
Begitu juga dengan wanita yang telah suci dari haid atau nifasnya, diwajibkan mandi seperti mandinya orang yang junub.
 
Berkata Al-Imam Al-Mawardi rahimahullah:
“Mandi seorang wanita dari haid dan nifas seperti mandinya karena junub.” [Al-Hawi Al-Kabir, 1/226]
 
Tata Cara Mandi Junub
 
Mandi junub/mandi wajib memiliki dua cara:
 
a. Pertama: Cara yang Sederhana
 
Cara mandi junub yang sederhana namun mencukupi/ sah adalah cukup dengan berniat dalam hati, kemudian mengguyurkan air ke seluruh tubuh secara merata hingga mengenai seluruh rambut dan kulitnya. [Lihat Al-Minhaj, 3/228]
 
b. Kedua: Cara yang Sempurna
 
Mandi junub/wajib yang sempurna terdiri dari:
 
1. Niat
Sebelum memulai mandi junub , maka wajib berniat dalam hati. Karena niat merupakan pembeda antara mandi biasa dengan mandi wajib. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah ﷺ:
 
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Setiap amalan tergantung pada niatnya.” [HR. Al-Bukhari no. 1, Muslim no. 3530 dari ‘Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu]
 
2. Mencuci kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam wadah air. Hal ini sebagaimana diceritakan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
 
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ
“Rasulullah ﷺ apabila hendak mandi karena junub, memulai dengan mencuci kedua telapak tangan.” [HR Al-Bukhari no. 240, Muslim no. 474]
 
Mencuci kedua telapak tangan dilakukan sebanyak dua atau tiga kali. Disebutkan dalam riwayat lain dari Maimunah radhiyallahu ‘anha:
 
فَغَسَلَ كَفَّيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي اْلإِنَاءِ
 
 
“Rasulullah ﷺ mencuci kedua telapak tangannya sebanyak dua atau tiga kali, kemudian beliau memasukkannya ke dalam wadah air.” [HR. Muslim no. 476]
 
3. Mencuci kemaluan dengan tangan kiri.
 
Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha:
 
ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ
 
“Kemudian Rasulullah ﷺ menuangkan air pada kemaluannya, lalu mencucinya dengan tangan kirinya.” [HR. Muslim no. 476]
 
4. Menggosokkan telapak tangan kiri ke tanah.
 
Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
 
ثُمَّ ضَرَبَ بِشِمَالِهِ اْلأَرْضَ فَدَلَكَهَا دَلْكًا شَدِيدًا
 
“Kemudian beliau ﷺ menggosokkan telapak tangan kirinya ke tanah dengan sungguh-sungguh.” [HR. Muslim no. 476]
 
5. Berwudhu
Mayoritas Ulama berpendapat, bahwa berwudhu saat mandi junub hukumnya sunnah, tidak wajib.
Mereka berpandangan bahwa berwudhu saat mandi junub semuanya hanyalah diriwayatkan dari perbuatan Nabi ﷺ. Sedangkan semata-mata perbuatan nabi tidaklah menjadikan sebuah hukum menjadi wajib. Demikian pendapat yang dipilih oleh Al-Imam An-Nawawi, Ibnu Batthal, Asy-Syaukani dan para ulama lainnya. [Lihat Nailul Authar, 1/273]
 
Adapun tata cara berwudhu ketika hendak mandi janabah, para ulama juga berbeda pendapat. Mayoritas Ulama berpendapat sunnahnya mengakhirkan pencucian kedua telapak kaki saat berwudhu ketika mandi janabah. Demikian menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah. [Lihat Nailul Authar, 1/271]
 
Namun jika menilik berbagai hadis yang ada, maka kita dapati bahwa ternyata berwudhu ketika mandi janabah memiliki beberapa cara, yaitu:
 
5a. Pertama: Berwudhu secara sempurna seperti wudhu ketika hendak salat. Dalilnya adalah hadis Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
 
ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ
 
“Kemudian beliau ﷺ berwudhu seperti wudhunya ketika hendak salat.” [HR. Muslim no. 476]
 
5b. Kedua: Berwudhu seperti ketika hendak salat, dengan mengakhirkan mencuci kedua kaki setelah mandi.
Juga dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
 
ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ غَيْرَ رِجْلَيْهِ
 
“Kemudian beliau ﷺ berwudhu seperti wudhunya ketika hendaksalat, tanpa mencuci kedua telapak kaki.” [HR. Al-Bukhari no. 272]
 
5c. Ketiga: Berwudhu seperti wudhu ketika hendak salat, tanpa mengusap kepala. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
 
ثُمَّ يَغْسِلُ يَدَيْهِ ثَلاَثًا وَيَسْتَنْشِقُ وَيُمَضْمِضُ وَيَغْسِلُ وَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ ثَلاَثًا ثَلاَثًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ رَأْسَهُ لَمْ يَمْسَحْ
 
“Kemudian beliau ﷺ berwudhu dengan membasuh kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, lalu memasukkan air ke dalam hidung sekaligus ke dalam mulut dengan berkumur-kumur, lalu membasuh wajahnya dan kedua tangannya masing-masing sebanyak tiga kali, hingga ketika sudah masuk bagian kepala beliau tidak mengusapnya.” [HR. An-Nasa’i no. 419. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan An-Nasa’i no. 420 Bab Tidak Mengusap Kepala Dalam Wudhu Ketika Mandi Janabah]
 
Nampak dari hadis-hadis di atas, bahwa ketiga cara tersebut semuanya sunnah untuk dilakukan, karena masing-masingnya didasari oleh hadis yang shahih dari Rasulullah ﷺ. Demikianlah salah satu bentuk penggabungan (jama’) terhadap hadis-hadis di atas yang dilakukan Al-Imam As-Sindi rahimahullah dalam Syarh Sunan An-Nasa’i (1/225), karya beliau.
 
6. Menyela-nyela pangkal rambut dengan jari-jemari hingga kulit kepala terasa basah.
 
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
 
ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي الْمَاءِ فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِه
 
“Kemudian beliau ﷺ memasukkan jari-jemarinya ke dalam air, lalu menyela-nyela pangkal rambutnya dengan jari-jari tersebut (hingga terasa basah).” [HR. Al-Bukhari no. 240]
 
7. Menuangkan air ke kepala sebanyak tiga kali.
 
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
 
ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ
 
“Kemudian beliau ﷺ menuangkan air ke atas kepala beliau sebanyak tiga kali dengan kedua tangannya.”
[HR. Al-Bukhari no. 240]
 
Caranya, tuangan air yang pertama untuk bagian kanan kepala, kemudian tuangan yang kedua untuk bagian kiri kepala, lalu yang ketiga untuk bagian tengah kepala.
 
Cara ini disebutkan dalam hadis ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
 
فَأَخَذَ بِكَفِّهِ فَبَدَأَ بِشِقِّ رَأْسِهِ اْلأَيْمَنِ ثُمَّ اْلأَيْسَرِ فَقَالَ بِهِمَا عَلَى وَسَطِ رَأْسِهِ
 
“Kemudian beliau ﷺ mengambil air dengan tangannya. Yang pertama beliau ﷺ tuangkan air pada bagian kanan kepalanya, kemudian setelah itu bagian yang kiri, lalu terakhir bagian tengah kepalanya.” [HR. Al-Bukhari no. 250, Muslim no. 478]
 
 
Inilah cara yang dipilih oleh sebagian ulama besar seperti Al-Hafizh Ibnu Hajar, Al-Qurthubi, As-Sinji, Asy-Syaukani, dan yang lainnya. [Lihat Nailul Authar, 1/270]
 
8. Mengguyurkan air ke seluruh tubuh.
 
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
 
ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ
 
“Kemudian beliau ﷺ mengguyurkan air ke seluruh tubuh beliau.” [HR. Muslim no. 474]
 
9. Mencuci kedua kaki
 
Jika air sudah diguyurkan secara merata ke seluruh tubuh, maka yang terakhir adalah mencuci kedua kaki. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
 
ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ
 
“Kemudian terakhir beliau ﷺ mencuci kedua kakinya.” [HR. Muslim no. 474]
 
Demikian urutan tata cara mandi junub yang sempurna. Jika seorang yang junub, atau wanita yang selesai dari haid atau nifas telah selesai melakukannya, maka ia telah suci dari hadats besar.
 
Hendaknya orang yang mandi junub memerhatikan bagian-bagian tubuh yang rawan tidak terkena air, seperti ketiak, pusar, bagian dalam telinga, dan bagian-bagian lainnya.
 
Mandi Bagi Wanita yang Telah Suci dari Haid dan Nifas
 
Mandi bagi wanita yang telah suci dari haid dan nifas tata caranya sama dengan tata cara mandi junub. Namun disunnahkan bagi mereka untuk mewangikan bagian/ daerah mengalirnya darah, baik dengan minyak wangi, atau dengan jenis wewangian lainnya.
 
Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Ummu ‘Athiyyah radhiyallahu ‘anha:
 
وَقَدْ رُخِّصَ لَنَا عِنْدَ الطُّهْرِ إِذَا اغْتَسَلَتْ إِحْدَانَا مِنْ مَحِيضِهَا فِي نُبْذَةٍ مِنْ كُسْتِ أَظْفَارٍ
“Dan sungguh kami diberi keringanan ketika salah seorang dari kami mandi dari haid untuk memakai wangi-wangian.” [HR. Al-Bukhari no. 302]
 
Mewangikan bagian tubuh tempat mengalirnya darah berlaku untuk semua wanita, baik wanita yang berstatus sebagai istri atau gadis. Hal ini tujuannya adalah untuk menghilangkan aroma yang tidak sedap. Demikian menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar, dan juga An-Nawawi. [Lihat Fathul Bari 3/239, Al-Minhaj 4/14]
 
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
“Bila wanita yang mandi haid tidak memakai wewangian pada daerah tempat mengalirnya darah, padahal memungkinkan baginya untuk memakainya, maka hukumnya makruh.” [Lihat Al-Minhaj 4/14]
 
Hukum Mengurai Rambut Yang Diikat/ Dijalin Saat Mandi
 
Tidak wajib bagi wanita melepaskan ikatan rambutnya ketika mandi junub. Hal ini berdasarkan hadis Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ:
 
يَا رَسُولَ اللَّهِ, إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ: لاَ, إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ ثُمَّ تُفِيضِينَ عَلَيْكِ الْمَاءَ فَتَطْهُرِينَ
 
“Wahai Rasulullah, aku adalah wanita yang mengikat kuat rambutku. Apakah aku harus melepaskan ikatan tersebut saat mandi junub? Rasulullah ﷺ menjawab: “Tidak. Cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu sebanyak tiga tuangan. Kemudian menyiramkan air secara merata ke seluruh tubuhmu. Maka dengan begitu engkau telah suci.” [HR. Muslim no. 330]
 
Namun beda halnya ketika mandi haid atau nifas. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum melepaskan ikatan rambut ketika mandi haid. Sebagian ulama berpendapat wajib. Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashri, Thawus, Ibnu Hazm, Ahmad bin Hambal, dan yang lainnya. [Lihat Nailul Authar, 1/275]
 
Adapun Mayoritas Ulama berpendapat hukumnya mustahab (sunnah), tidak wajib.
 
Disebutkan dalam riwayat lain dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ketika ia bertanya kepada Rasulullah ﷺ:
 
إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَ رَأْسِي فَأَنْقُضُهُ لِلْحَيْضَةِ وَالْجَنَابَةِ قَالَ لاَ إِنَّمَا يَكْفِيكِ أَنْ تَحْثِيَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ
 
“Aku adalah wanita yang mengikat kuat rambutku. Apakah aku harus melepaskan ikatan tersebut saat mandi haid dan junub? Rasulullah ﷺ menjawab: “Tidak. Namun cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu sebanyak tiga tuangan.” [HR. Muslim no. 497]
 
Adapun hadis yang memerintahkan wanita melepaskan ikatan rambutnya ketika bersuci, dihukumi dha’if (lemah) oleh ulama pakar hadis, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Demikian pendapat yang dipilih Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, Ibnu Taimiyah, Ibnu Rajab, Ibnu Baz, dan yang lainnya. [Lihat Taudhihul Ahkam, 1/401]
 
Berkata Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah:
“Bila si wanita memiliki rambut yang diikat, maka tidak wajib baginya melepaskan ikatan rambutnya tersebut saat mandi junub. Mandi wajib dari haid sama hukumnya dengan mandi junub, tidak berbeda.” [Lihat Al-Umm, 1/56]
 
Hukum Berwudhu Setelah Mandi Janabah
 
Seorang yang telah selesai dari mandi junub TIDAK WAJIB baginya berwudhu, baik ia melakukan mandi junub dengan cara yang sederhana, atau cara yang sempurna. Karena ia telah suci dari hadats besar maupun dari hadats kecil. Berdalil dengan hadis ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
 
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَتَوَضَّأُ بَعْدَ الْغُسْلِ
 
“Dahulu Rasulullah ﷺ tidak berwudhu setelah selesai mandi (junub).” [HR. At-Tirmidzi no. 107. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Al-Misykah no. 445]
 
Berkata Ibnu Abdil Barr rahimahullah:
“Ulama sepakat, seseorang yang telah selesai melakukan mandi junub tidak perlu mengulangi wudhu.” [Lihat Al-Istidzkar, 1/303]
 
Hal ini jika tidak batal wudhunya sewaktu ia mandi. Jika batal, maka wajib mengulangi wudhunya.
 
Wallahu a’lam.
 
 
 
Sumber: Buletin Islam AL ILMU Edisi: 14/IV/VIII/1431
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
 

#hukummandijanabah #hukummandijunub #hukummandwajib #mandijanabah #mandijunub #mandiwajib #tatacara #urutanmandiwajib #bagaimanacaramandijunubyangbena