بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ 

HUKUM CERAI BISA MENJADI WAJIB KALAU …
 
Abu Yusuf berkata:
“Ketahuilah –barakallahu fikum–, bahwa asal hukum cerai adalah MAKRUH dan TERLARANG. Namun hukum ini bisa berubah menjadi hukum lainnya. Hal ini sangat tergantung pada kondisi rumah tangga tersebut. Hukumnya bisa berubah menjadi haram, mubah (boleh), sunah bahkan wajib.
 
Hukum asal larangan cerai yang makruh dan terlarang ini didasarkan pada beberapa hal, di antaranya:
 
• Nikah adalah sebuah akad yang diperintahkan dan dianjurkan oleh Islam. Maka talak yang merupakan pemutus pernikahan berarti juga pemutus sesuatu yang dianjurkan dan diperintahkan. Dan semua itu terlarang kecuali kalau ada sebuah keperluan mendesak.
 
• Perceraian banyak membawa mafsadah bagi istri dan anak-anak. Juga bisa menjadi sebab perpecahan dan pertengkaran antara keluarga, yang semua itu adalah terlarang.
 
• Perceraian tanpa sebab adalah mengufuri nikmat pernikahan yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya:
 
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
 
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, ialah Dia telah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram padanya. Dan dijadikannya di antara kamu rasa kasih dan sayang.” [QS. Ar-Rum: 21]
 
Perceraian itu hanya diperintahkan oleh setan dan tukang sihir, sebagaimana firman Allah ﷻ:
 
فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِه
 
“Mereka belajar dari keduanya sihir yang bisa memisahkan antara seseorang dengan istrinya.” [QS. Al-Baqarah: 102]
 
Seperti telah dikatakan di atas, bahwa asal hukum cerai adalah MAKRUH dan TERLARANG. Adapun jika sikon rumah tangga itu berubah, maka hukum ini pun bisa berubah menjadi haram, boleh, sunah bahkan wajib. Berikut perinciannya:
 
1. Wajib
 
Yaitu perceraian yang sudah ditetapkan oleh dua juru damai dari keluarga suami dan istri, lalu keduanya menetapkan bahwa suami istri tersebut harus dipisahkan, sebagaimana yang digambarkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya dalam Surat an-Nisa: 35. Firman Allah ﷻ:
 
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاَحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا (سورة النساء: 35)
 
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [QS An Nisaa: 35]
 
Juga yang termasuk dalam perceraian yang wajib adalah kalau seorang suami bersumpah untuk tidak mengumpuli istrinya lagi. Maka setelah masa tunggu selama empat bulan, wajib bagi suami menceraikan istrinya, kalau dia tidak mau rujuk kembali.
 
Sumpah ini disebut ilaa’ [الايلاء]. Allah ﷻ berfirman:
 
لِلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ فَإِنْ فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
 
Kepada orang-orang yang meng-ilaa’ istrinya, diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [QS. al-Baqarah: 226]
 
2. Sunah
 
Terkadang perceraian itu DIANJURKAN dalam beberapa keadaan, seperti jika si istri adalah wanita yang kurang bisa menjaga kehormatannya, atau dia adalah wanita yang meremehkan kewajibannya kepada Allah, dan suami tidak bisa mengajari atau memaksanya untuk menjalankan kewajiban seperti salat, puasa, atau lainnya. Bahkan sebagian ulama mengatakan, bahwa dalam keadaan yang kedua ini wajib untuk menceraikannya.
 
3. Mubah
 
Contohnya apa yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qudamah:
“Perceraian itu mubah kalau perlu untuk melaksanakannya, disebabkan oleh akhlak istri yang jelek, dan suami merasa mendapatkan mafsadah dari pergaulan dengannya tanpa bisa mendapatkan tujuan dari pernikahannya tersebut.” [Al-Mughni, 10:324]
 
4. Makruh
 
Yaitu perceraian tanpa sebab syari. Imam Said bin Manshur no.1099 meriwayatkan dari Abdullah bin Umar dengan sanad shahih mauquf, bahwasanya beliau menceraikan istrinya, maka istrinya pun berkata:
“Apakah engkau melihat sesuatu yang tidak engkau senangi dariku?” Ibnu Umar menjawab, “Tidak.” Maka dia pun berkata, “Kalau begitu, kenapa engkau menceraikan seorang wanita muslimah yang mampu menjaga kehormatannya?” Maka akhirnya Ibnu Umar pun merujuknya kembali.
 
5. Haram
 
Di antaranya adalah menceraikan istri saat haid atau suci, namun sudah berjima dengannya. Dan inilah yang dinamakan dengan talak bid’ah yang keharamannya disepakati oleh para ulama sepanjang masa. [Lihat Al-Mughni, 10:323, Ad Dur al-Mukhtar Ibnu Abidin, 3:229), Mughnil Muhtaj, 3:307, Jami Ahkamin Nisa, 4:18]
 
 
 
[Hadis Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia, Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Pustaka Al Furqon, Cetakan:III 1430 H]
 
[Artikel www.KonsultasiSyariah.com]
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: http://nasihatsahabat.com/
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabatPinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
#ceraidalamIslam #perceraiandalamIslam #hukumcerai #hukumasalcerai #hukumpereceraian #perbuatanhalalyangpalingdibenciAllah?