HUKUM BUKA WARUNG DI SIANG RAMADAN

Pertanyaan:

Pemerintah mengusulkan agar warung tidak tutup ketika Ramadan. Toleransi untuk orang yang tidak berpuasa. Bagaimana pandangan ustaz? Bolehkah kita buka warung untuk melayani orang yang tidak puasa? Mohon pencerahannya.

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Seringkali orang berlindung dengan kata toleransi, dengan maksud menihilkan aturan syariat Islam. Di Bali, Muslimah dilarang berjilbab. Lembaga keuangan syariah digugat keberadaannya, karyawan Muslim kurang mendapatkan kebebasan dalam beribadah. Semua beralasan dengan satu kata, toleransi.

Di Kupang, NTT, keberadaan masjid digugat. Untuk mendirikan masjid baru, prosedurnya sangat dipersulit. Demi toleransi.

Di daerah Muslim minoritas, orang Islam sering mejadi ‘korban’ penganut agama lain. Semua untuk mewujudkan tolerasi.

Sayangnya, ini tidak berlaku untuk acara nyepi di Bali yang sampai menutup bandara. Atau topi Santa bagi pegawai, ketika Natal.

Kita bisa melihat, adakah reaksi negatif dari kaum Muslimin?

Ini membuktikan bahwa umat Uslam Indonesia adalah umat paling toleran.

Semoga Allah melindungi kaum Muslimin dari bahasa para tokoh yang bersembunyi di balik kata toleransi.

Menjual Makanan Di Siang Hari Ramadan

Kita akan menyebutkan beberapa ayat, yang bisa dijadikan acuan untuk membahas acara makan di siang hari Ramadan.

Pertama, Allah melarang kita untuk ta’awun (tolong-menolong) dalam dosa dan maksiat. Allah berfirman:

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan maksiat.” [QS. al-Maidah: 2]

Sekali pun kita tidak melakukan maksiat, tapi kita tidak boleh membantu orang lain untuk melakukan maksiat. Maksiat musuh kita bersama, sehingga harus ditekan, bukan malah dibantu.

Tidak berpuasa di siang hari Ramadan tanpa uzur, jelas itu perbuatan maksiat. Bahkan dosa besar. Nabi ﷺ pernah diperlihatkan siksaan untuk orang semacam ini

“Dia digantung dengan mata kakinya (terjungkir), pipinya sobek, dan mengalirkan darah.” [HR. Ibnu Hibban, 7491; dishahihkan Al-A’dzami]

Siapa pun pelakunya, tidak boleh didukung, sampai pun orang kafir. Karena pendapat yang benar, orang kafir juga mendapatkan beban kewajiban syariat. Sekali pun andai dia beramal, amalnya tidak diterima, sampai dia masuk Islam.

An-Nawawi mengatakan:

والمذهب الصحيح الذي عليه المحققون والأكثرون : أن الكفار مخاطبون بفروع الشرع ، فيحرم عليهم الحرير ، كما يحرم على المسلمين

Pendapat yang benar, yang diikuti oleh para ulama Ahli Tahqiq (peneliti) dan Mayoritas Ulama, bahwa orang kafir mendapatkan beban dengan syariat-syariat Islam. Sehingga mereka juga diharamkan memakai sutra, sebagaimana itu diharamkan bagi kaum Muslimin. [Syarh Shahih Muslim, 14/39]

Di antara dalil bahwa orang kafir juga dihukum karena meninggalkan syariat-syariat Islam, adalah firman Allah ketika menceritakan dialog penduduk Surga dengan penduduk Neraka:

إِلَّا أَصْحَابَ الْيَمِينِ ( ) فِي جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ ( ) عَنِ الْمُجْرِمِينَ ( ) مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ ( ) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ ( ) وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ

Kecuali golongan kanan berada di dalam Surga, mereka tanya menanya tentang (keadaan) orang-orang kafir, apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (Neraka)?”

Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin. [QS. al-Muddatsir: 39 – 44]

Dalam obrolan pada ayat di atas, Allah menceritakan pertanyaan penduduk Surga kepada penduduk Neraka: ‘Apa yang menyebabkan kalian masuk Neraka?’

Jawab mereka: “Karena kami tidak shalat dan tidak berinfak.”

Padahal jika mereka shalat atau infak, amal mereka juga tidak diterima.

Inilah yang menjadi landasan fatwa para ulama yang melarang menjual makanan kepada orang kafir ketika Ramadan. Karena dengan begitu, berarti kita mendukungnya untuk semakin berbuat maksiat.

Dalam Hasyiah Syarh Manhaj at-Thullab dinyatakan:

ومن ثم أفتى شيخنا محمد بن الشهاب الرملي بأنه يحرم على المسلم أن يسقي الذمي في رمضان بعوض أو غيره، لأن في ذلك إعانة على معصيته

Dari sinilah, guru kami Muhammad bin Syihab ar-Ramli mengharamkan setiap Muslim untuk memberi minum kafir dzimmi pada waktu Ramadan. [Hasyiah al-Jamal ‘ala Syarh Manhaj at-Thullab, 10/310]

Kedua, Allah memerintahkan kita untuk mengagungkan semua syiar Islam

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati [QS. al-Hajj: 32]

Ramadan termasuk syiar Islam. Di saat itulah kaum Muslimin sedunia serempak melakukan puasa. Karena itu, menjalankan puasa bagian dari mengagungkan Ramadan. Hingga orang yang tidak berpuasa, dia tidak boleh secara terang-terangan makan-minum di depan umum, disaksikan oleh masyarakat lainnya. Tindakan semacam ini dianggap tidak mengagungkan kehormatan Ramadan.

Dulu para sahabat mengajak anak-anak mereka yang masih kecil untuk turut berpuasa, sehingga mereka tidak makan minum di saat semua orang puasa.

Sahabat Rubayi’ bintu Mu’awidz menceritakan, bahwa pada pagi hari Asyura, Rasulullah ﷺ mengutus beberapa sahabat ke berbagai kampung di sekitar Madinah, memerintahkan mereka untuk puasa.

فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ

Kemudian kami melakukan puasa setelah itu, dan kami mengajak anak-anak kami untuk turut berpuasa.

Rubayi’ melanjutkan:

فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ

Kami buatkan untuk mereka mainan dari kapas. Jika mereka menangis minta makan, kami berikan boneka itu ketika waktu berbuka. [HR. Muslim no. 2725].

Kita bisa tiru model pembelajaran yang diajarkan para sahabat. Sampai anak-anak yang masih suka main boneka, diajak untuk berpuasa. Karena menghormati kemuliaan Ramadan.

Orang yang uzur, yang tidak wajib puasa, jelas boleh makan minum ketika Ramdan, tapi bukan berarti boleh terang-terangan makan minum di luar. Sementara membuka rumah makan di siang Ramadan, lebih parah dibandingkan sebatas makan di tempat umum.

Karena alasan inilah, para ulama memfatwakan untuk menutup rumah makan selama Ramadan.

Dalam Fatwa Syabakah Islamiyah dinyatakan:

وقد أفتى جماعة من أهل العلم بوجوب إغلاق المطاعم في نهار رمضان ، والله أعلم .

Para ulama memfatwakan, wajibnya menutup warung makan di siang hari Ramadan. Allahu a’lam.

[Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 2097]

Allahu a’lam

 

Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

 

Sumber: http://www.konsultasisyariah.com/hukum-buka-warung-di-siang-ramadhan