بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

 

HUKUM ASAL IBADAH ADALAH TERLARANG, SAMPAI ADA DALIL DARI SYARIAT

 
Di antara kaidah fikih yang agung dalam agama ini adalah:
 
الأصل في العبادة الحظر, فلا يشرع منها إلا ما شرعه الله و رسوله
 
“Hukum asal dalam ibadah adalah terlarang. Maka suatu ibadah tidak disyariatkan, kecuali ibadah yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya”1.
 
Penjelasan kaidah:
 
Dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Husain Al Jizani mengenai makna kaidah ini, beliau mengatakan: “Hukum mustas-hab (hukum asal) yang ada pada aktivitas taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah adalah terlarang dan haram, tertolak dan batil, KECUALI ibadah yang datang dalilnya dari syariat dan diizinkan oleh syariat, maka ia tidak terlarang”.
 
Syaikh DR. Sholih bin Fauzan al-Fauzan mengatakan:
“Ibadah itu tauqifiyah. Maknanya ia tidak disyariatkan sedikit pun, kecuali dengan dalil dari Alquran dan Sunnah. Dan apapun yang tidak disyariatkan, dianggap bidah yang tertolak, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami, maka tertolak.” Maknanya, amalan tersebut ditolak dan tidak diterima. Bahkan ia berdosa karenanya, sebab amalan (yang tidak diperintahkan) tersebut termasuk kemaksiatan, bukan ketaatan.” [Lihat Aqidatut Tauhid oleh Syaikh DR. Sholih bin Fauzan al-Fauzan hlm. 54a]
 
Diriwayatkan dari salah seorang ulama besar tabi’in, Sa’id bin Musayyib rahimahullah. Beliau melihat seorang laki-laki yang salat sunnah setelah terbit fajar (Salat Sunnah Qabliyah Subuh) lebih dari dua rakaat. Dia perbanyak ruku dan sujud dalam salat tersebut. Sa’id bin Musayyib pun melarangnya, karena yang disyariatkan adalah hanya dua rakaat. Orang tersebut berkata:
 
يا أبا محمد! يعذبني الله على الصلاة؟
 
“Wahai Abu Muhammad! Apakah Allah akan mengazabku karena aku (memerbanyak) salat?”
 
Sa’id bin Musayyib rahimahullah menjawab:
 
لا، ولكن يعذبك على خلاف السنة
 
“Tidak. Akan tetapi (bisa jadi engkau diazab) karena MENYELISIHI Sunnah (petunjuk Nabi ﷺ).” [HR. Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra, 2/366; Al-Khathib Al-Baghdadi dalam Al-Faqih wal Mutafaqqih, 1/147; ‘Abdur Razzaq, 3/25; Ad-Darimi, 1/116 dan Ibnu Nashr, hal. 84; dengan sanad yang Hasan]
 
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu taala mengomentari riwayat di atas dengan mengatakan:
“Betapa indah jawaban yang disampaikan oleh Sa’id bin Musayyib. Ini adalah senjata yang tajam kepada Ahli Bidah yang menganggap baik perbuatan bidah yang mereka ada-adakan dengan mengatas-namakan (memerbanyak) zikir atau salat! Setelah itu, mereka pun menuduh (mengingkari) orang-orang yang berpegang teguh dengan Sunnah (Ahlus Sunnah) yang mengingkari perbuatan mereka tersebut. Mereka (Ahli Bidah) menuduh, bahwasannya Ahlus Sunnah tersebut menolak atau mengingkari ibadah zikir atau salat. Padahal yang diingkari sebetulnya adalah PENYELISIHAN TERHADAP SUNNAH dalam praktik atau tata cara berzikir atau salat.” [Al-Irwa’ Al-Ghalil, 2/236]
 
 
 
 
Sumber:
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
#hukumasalibadah #hukumasalperkaradunia #haramsampaiadadalilperintahnya #halalsampaiadadalillarangannya #tauqifiyah #tauqifiyyah #ahlussunnah #ahlibidah #menunggudalil #kaidahfikih #kaedahfiqih