بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ 

HUBUNGAN HATI, AMALAN DAN NIAT
>> Baiknya hati adalah dengan baiknya amalan, dan baiknya amalan adalah dengan baiknya niat
 
 
Apa yang Dimaksud Baiknya Hati?
 
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi ﷺ bersabda:
 
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
 
“Ingatlah, bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung).” [HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599]
 
Tergantung pada Baiknya Hati
 
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengisyaratkan, bahwa baiknya amalan badan seseorang dan kemampuannya untuk menjauhi keharaman, juga meninggalkan perkara syubhat (yang masih samar hukumnya, -pen), itu semua tergantung pada baiknya hati. [Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 210]
 
Para ulama katakan, bahwa walaupun hati (jantung) itu kecil dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain, namun baik dan jeleknya jasad tergantung pada hati. [Lihat Syarh Muslim, 11: 29]
 
Para ulama katakan, bahwa hati adalah malikul a’dhoo (rajanya anggota badan), sedangkan anggota badan adalah junuduhu (tentaranya). [Lihat Jaami’ul ‘Ulum, 1: 210]
 
Letak Jalan Berpikir adalah Di Hati
 
Hadis ini juga merupakan dalil, bahwa akal dan kemampuan memahami, pusatnya adalah di hati. Sumbernya adalah di hati, bukan di otak (kepala). Demikian disimpulkan oleh Ibnu Batthol dan Imam Nawawi rahimahullah.
 
Apa yang Dimaksud Baiknya Hati?
 
Para ulama berselisih pendapat mengenai maksud baiknya hati. Berikut pendapat yang ada:
 
1- Yang dimaksud baiknya hati adalah rasa takut pada Allah dan siksanya.
 
2- Yang dimaksud adalah niat yang ikhlas karena Allah. Ia tidak melangkahkan dirinya dalam ibadah rida melainkan dengan niat taqarrub pada Allah, dan ia tidak meninggalkan maksiat melainkan untuk mencari Allah.
 
3- Yang dimaksud adalah rasa cinta pada Allah, juga cinta pada wali Allah dan mencintai ketaatan.
 
Intinya, ketiga makna ini semuanya dimaksudkan untuk baiknya hati. Demikian penjelasan guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba’in, hal. 68-69.
 
Bagaimana Cara Baiknya Hati?
 
Guru kami, Syaikh Sholih Al Fauzan, semoga Allah memberkahi umur beliau dalam kebaikan dan ketaatan, mengatakan:
“Baiknya hati adalah dengan takut pada Allah, rasa khawatir pada siksa-Nya, bertakwa dan mencintai-Nya. Jika hati itu rusak, yaitu tidak ada rasa takut pada Allah, tidak khawatir akan siksa-Nya, dan tidak mencintai-Nya, maka seluruh badan akan ikut rusak. Karena hati yang memegang kendali seluruh jasad. Jika pemegang kendali ini baik, maka baiklah yang dikendalikan. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh yang dikendalikan. Oleh karena itu, seorang muslim hendaklah meminta pada Allah agar dikaruniakan hati yang baik. Jika baik hatinya, maka baik pula seluruh urusannya. Sebaliknya, jika rusak, maka tidak baik pula urusannya.” [Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 109]
 
Karenanya, yang sering Nabi ﷺ minta dalam doanya adalah agar hatinya terus dijaga dalam kebaikan. Beliau ﷺ sering berdoa:
 
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
 
Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik.
 
Artinya:
Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.”
 
Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah ﷺ, kenapa doa tersebut yang sering beliau ﷺ baca. Nabi ﷺ seraya menjawab:
 
يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ
 
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” [HR. Tirmidzi no. 3522. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih]
 
Dalam riwayat lain dikatakan:
 
إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا
 
“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ﷻ. Allah yang membolak-balikkannya.” [HR. Ahmad 3: 257. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadis ini Qowiy atau kuat sesuai syarat Muslim]
 
Bagaimana Hati Bisa Rusak?
 
Syaikh Sholih Al Fauzan mengutarakan, bahwa rusaknya hati adalah dengan terjerumus pada perkara syubhat, terjatuh dalam maksiat dengan memakan yang haram. Bahkan seluruh maksiat bisa merusak hati, seperti dengan memandang yang haram, mendengar yang haram. Jika seseorang melihat sesuatu yang haram, maka rusaklah hatinya. Jika seseorang mendengar yang haram seperti mendengar nyanyian dan alat musik, maka rusaklah hatinya. Hendaklah kita melakukan sebab supaya baik hati kita. Namun baiknya hati tetap di tangan Allah. [Lihat Al Minhah Ar Robbaniyah, hal. 110]
 
Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan:
“Aku tidaklah memandang dengan pandanganku, tidak pula mengucap dengan lisanku, begitu pula tidak menyentuh dengan tanganku, dan tidak bangkit untuk melangkahkan kakiku melainkan aku melihat terlebih dahulu apakah ini semua dilakukan karena ketaatan ataukah maksiat. Jika dalam ketaatan, barulah aku mulai bergerak. Jika dalam maksiat, aku pun enggan.” [Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 213].
 
Mutharrif bin Abdullah rahimahullah berkata:
“Baiknya hati adalah dengan baiknya amalan. Dan baiknya amalan adalah dengan baiknya niat”
 
Ya muqollibal quluub, tsabbit quluubana ‘ala tho’atik (Ya Allah yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas ketaatan).
 
Wallahul muwaffiq.
 
 
Referensi:
 
• Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al Fauzan, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, tahun 1429 H.
• Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, 1392 H.
• Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, tahqiq Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Ibrahim Bajis, terbitan Muassasah Ar Risalah,cetakan kedelapan, tahun 1419 H.
• Syarh Al Bukhari, Ibnu Batthol, Asy Syamilah
• Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Al Mukhtashor, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri, terbitan Dar Kunuz Isybiliya, cetakan pertama, tahun 1431 H.
 
 
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
[www.rumaysho.com]
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
#baiknyahatiadalahdenganbaiknyaamalan, #baiknyaamalanadalahdenganbaiknyaniat #niat #amalan #doamohonistiqamah #hatimanusiaberadadiantarajarijemariAllah