بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#DakwahTauhid

#SelamatkanAkidahmu

FATWA MUI TENTANG UCAPAN SELAMAT NATAL

Natal, menjadi perayaan paling sakral dalam agama Nasrani. Menyampaikan ucapan selamat untuk Natal, berarti telah memasuki ranah prinsip agama non-Muslim. Ribuan fatwa ulama kontemporer melarangnya, meskipun ratusan komentar dari ‘Muslim Liberal’ datang menyanggah. Namun kita anggap fenomena ini hal yang wajar, karena kehadiran generasi ’Muslim Liberal’, tidak lepas dari konspirasi Barat untuk mengaburkan kaum Muslimin dari ajaran agamanya. Karena itu, SUNGGUH TIDAK BISA DIBENARKAN, ketika komentar para ’Muslim Liberal’ itu dijadikan rujukan.

Imam as-Syafii pernah menasihati:

رضا الناس غاية لا تدرك

“Kerelaan semua orang adalah cita-cita yang tidak mungkin bisa dicapai.”

Sekalipun MUI telah mengeluarkan fatwa ini sejak 1981, tarik-ulur dan hujan kritik tidak pernah berhenti. Tidak hanya dari masyarakat luar, juga dari anggota MUI sendiri. Beberapa anggota MUI yang terjangkiti ’Penyakit Liberal’ berusaha menganulir fatwa itu. Tapi apalah daya, fatwa itu sudah ditetapkan dan disebarkan. Menolak keabsahan fatwa itu, sama dengan membantah realita sejarah. Tapi apa boleh buat, jika MUI menetapkan fatwa harus menimbang pendapat semua orang, MUI tidak akan berfungsi dengan semestinya.

MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada 1981, sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran Islam, dengan disertai berbagai dalil baik dari Alquran maupun Hadis Nabi SAW (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, red) sebagai berikut:

  • Bahwa umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan umat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.
  • Bahwa umat Islam TIDAK BOLEH mencampur-adukkan agamanya dengan akidah dan peribadatan agama lain.
  • Bahwa umat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam, sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
  • Bahwa barang siapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu memunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu KAFIR dan MUSYRIK.
  • Bahwa Allah pada Hari Kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan? Isa menjawab: Tidak.
  • Islam mengajarkan bahwa Allah SWT (Subhanahu wa Ta’ala, red) itu hanya satu.
  • Islam mengajarkan umatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT (Subhanahu wa Ta’ala, red)serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.

Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih

”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (Jika tidak demikian, sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.

Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi:

  1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa ‘alaihissalam, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
  2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya HARAM.
  3. Agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala, dianjurkan untuk TIDAK MENGIKUTI KEGIATAN-KEGIATAN PERAYAAN Natal.

Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita di jalan yang lurus. Aamiin

 

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembinawww.KonsultasiSyariah.com)

 

Sumber: https://konsultasisyariah.com/21391-fatwa-mui-dan-sikap-ulama-terhadap-Natal.html