بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

DUA JENIS ORANG YANG BOLEH DIGHIBAHI
 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Dua jenis orang ini boleh dighibahi tanpa ada perselisihan di antara para ulama:
 
Pertama: Orang yang dighibahi adalah orang yang menampakkan perbuatan maksiatnya secara terang-terangan, seperti berbuat zalim, berbuat mesum, dan melakukan bidah yang (merupakan perkara yang) menyelisihi as-Sunnah. Apabila orang itu telah menampakkan kemungkarannya, wajib diingkari sesuai dengan kemampuan.
 
Barang siapa menampakkan kemungkaran secara terang-terangan, dia wajib diingkari, dikucilkan, dan dicela. Inilah makna perkataan mereka, ‘Barang siapa telah menanggalkan jilbab (rasa) malunya, tidak berlaku lagi (hukum haram) mengghibahi(nya).’
 
Berbeda halnya dengan orang yang menyembunyikan dan menutupi perbuatan dosanya. Jenis orang yang seperti ini hendaklah ditutupi, tetapi diberi nasihat secara sembunyi-sembunyi. Orang yang mengetahuinya hendaklah mengucilkannya hingga ia bertobat, dan hendaklah menjelaskan perilakunya itu dalam rangka memberikan nasihat.
 
Kedua: Seseorang dicari tahu keadaannya ketika hendak dinikahkan, diajak berkoalisi dagang, atau dijadikan sebagai saksi, dan diketahui bahwa orang tersebut tidak pantas untuk itu semua. Maka dari itu, orang yang dimintai saran hendaklah menjelaskan keadaannya.
 
Memberikan nasihat dalam perkara agama lebih agung daripada memberikan nasihat dalam perkara dunia. Apabila Nabi ﷺ saja memberikan nasihat kepada seorang wanita dalam perkara dunianya, maka memberikan nasihat dalam perkara agama jauh lebih mulia.” [Majmu’ al-Fatawa 28/219—220]
 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah juga berkata:
“Ini semua harus dilakukan dalam koridor memberikan nasihat dan mengharapkan wajah Allah, bukan karena hawa nafsu seseorang terhadap orang lain, seperti terjadi di antara keduanya permusuhan dalam urusan dunia, saling hasad, saling benci, dan saling berebut kekuasaan. Orang yang berbicara menampakkan dirinya sedang memberikan nasihat, padahal maksud sebenarnya dalam batinnya adalah merendahkan orang lain atau melampiaskan dendam. Yang demikian ini termasuk amalan setan.
 
Rasulullah ﷺ bersabda:
 
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
 
“Hanyalah amalan itu bergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapat balasan sesuai dengan niatnya.” [HR. al-Bukhari dan Muslim]
 
Bahkan orang yang menyampaikan nasihat seharusnya memiliki tujuan agar Allah memerbaiki orang itu, dan melindungi kaum muslimin dari bahayanya, baik dalam urusan agama maupun dunia mereka. Dalam merealisasikan tujuan ini hendaklah ia menempuh jalan yang paling mudah yang bisa ia lakukan.” [Majmu’ al-Fatawa 28/235—236]
 
Beliau rahimahullah berkata pula:
“Tidak halal baginya berbicara dalam bab ini kecuali dengan niat mengharapkan wajah Allah subhanahu wa taala, meninggikan kalimat Allah, dan agar semua amalan agama ini ditujukan kepada Allah. Oleh karena itu, barang siapa berbicara dalam permasalahan ini tanpa landasan ilmu, atau berbicara dengan hal yang diketahuinya bertolak belakang (dengan kenyataan), ia menjadi orang yang berdosa.” [Majmu’ al-Fatawa 28/221]
 
Alhasil, semestinya kita memilah, apakah yang hendak keluar dari lisan kita ketika membicarakan orang lain termasuk ghibah yang terlarang, ataukah termasuk salah satu dari enam kriteria ghibah yang dibolehkan?
 
Wallahu a’lam bish shawab.
 
 
 
 
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
#ghibah #gosip #orangyangbolehdighibahi #jenismanusiabolehdighibahi
 
DUA JENIS ORANG YANG