بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

BOLEHKAH MENERIMA HEWAN KURBAN DARI NON-MUSLIM?

Pertanyaan:

Dua hari yang lalu saya datang ke lapak pedagang kambing di kawasan Jakarta Barat.  Saat melihat-lihat kambingnya, si pedagang berkata sambil menunjuk ke arah sekelompok kambing yang dipisahkan dari yang lain: “… Itu ada 22 ekor yang sudah dipesan oleh gereja… Mereka akan membagikannya ke berbagai musholla nanti…”

Nah lho … bagaimana ini? Bagaimana hukumnya musholla yang menerima kambing tersebut?  Jelas itu bukan hewan kurban. Tetapi kalau nanti diumumkan “nama” pemilik kambingnya, apakah itu tidak berarti membantu syiar agama Nasrani? Juga bagaimana ucapan si jagal nanti pada saat menyembelihnya (kalau dia diberitahu panitia bahwa itu kambing gereja)? Apakah seharusnya musholla yang bersangkutan menolak pemberian tersebut?

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Allah menegaskan dalam Alquran, amalan apapun yang dilakukan orang kafir tidak akan diterima, sampai mereka bertaubat dan masuk Islam.

Allah berfirman:

وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ

“Tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka infak mereka, melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya..” (QS. at-Taubah: 54)

Infak adalah amal yang murni sosial. Meskipun demikian, ketika yang melakukannya orang kafir, tidak diterima oleh Allah Ta’ala. Mengapa Allah tidak menerimanya?

Bagi kita selaku hamba yang beriman kepada Alquran, kita meyakini bahwa Allah tidak menerima amal orang kafir, karena Allah sendiri yang menyebutkannya dalam Alquran. Yang menerima amal adalah Allah, yang menolak amal juga Allah. Ketika Allah menegaskan bahwa Dia tidak menerima amal orang kafir, kita wajib menerima ketentuan ini.

Karena itu, kurban dari orang kafir tidak sah dan tidak diterima. Untuk itu, kurban mereka tidak boleh digabungkan dengan kurban kaum Muslimin. Misalnya, ikut urunan kurban sapi.

Bolehkah Panitia Menerima Hewan Kurban dari Orang Kafir?

Kita sebut hewan kurban, karena hewan ini diserahkan pada waktu Idul Kurban. Meskipun hakikatnya TIDAK bisa disebut kurban, karena amal mereka TIDAK diterima oleh Allah. Yang menjadi pertanyaan, apa statusnya orang kafir yang menyerahkan hewan kurbannya kepada seorang Muslim?

Jawabannya, statusnya hadiah. Hadiah dari orang kafir kepada kaum Muslimin?

Sehingga kajian mengenai hukum menerima hewan kurban dari orang kafir, kembali kepada hukum menerima hadiah dari orang kafir.

Kita akan simak beberapa riwayat berikut untuk menyimpulkan, bagaimana hukum menerima hadiah dari orang kafir:

[1] Hadis dari Abdurrahman bin Kaab bin Malik, beliau bercerita:

جَاءَ مُلاعِبُ الْأَسِنَّةِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِهَدِيَّةٍ ، فَعَرَضَ عَلَيهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الإِسْلامَ ، فَأَبَى أَنْ يُسْلِمَ ، فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : فَإِنِّي لا أَقْبَلُ هَدِيَّةَ مُشْرِكٍ

“Ada seorang yang bergelar ‘Pemain berbagai senjata’ (yaitu ‘Amir bin Malik bin Ja’far) menghadap Rasulullah ﷺ dengan membawa hadiah. Nabi ﷺ lantas menawarkan Islam kepadanya. Orang tersebut menolak untuk masuk Islam. Rasulullah ﷺ lantas bersabda: “Sungguh aku tidak menerima hadiah yang orang Musyrik.” (HR. al-Baghawi, 3/151).

[2] Hadis dari Irak bin Malik, bahwa Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu menceritakan:

أَن مُحَمَّدٌ -صلى الله عليه وسلم- أَحَبَّ رَجُلٍ فِى النَّاسِ إِلَىَّ فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَلَمَّا تَنَبَّأَ وَخَرَجَ إِلَى الْمَدِينَةِ شَهِدَ حَكِيمُ بْنُ حِزَامٍ الْمَوْسِمَ وَهُوَ كَافِرٌ فَوَجَدَ حُلَّةً لِذِى يَزَنَ تُبَاعُ فَاشْتَرَاهَا بِخَمْسِينَ دِينَاراً لِيُهْدِيَهَا لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-

“Sungguh Muhammad adalah manusia yang paling aku cintai di masa jahiliyyah”. Setelah Muhammad mengaku sebagai nabi yang pergi ke Madinah, Hakim bin Hizam berjumpa dengan musim haji dalam kondisi masih kafir. Saat itu Hakim mendapatkan satu stel pakaian yang dijual. Hakim lantas membelinya dengan harga 50 Dinar untuk dihadiahkan kepada Rasulullah ﷺ.

فَقَدِمَ بِهَا عَلَيْهِ الْمَدِينَةَ فَأَرَادَهُ عَلَى قَبْضِهَا هَدِيَّةً فَأَبَى. قَالَ عُبَيْدُ اللَّهِ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ « إِنَّا لاَ نَقْبَلُ شَيْئاً مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَلَكِنْ إِنْ شِئْتَ أَخَذْنَاهَا بِالثَّمَنِ ». فَأَعْطَيْتُهُ حِينَ أَبِى عَلَىَّ الْهَدِيَّةَ.

Akhirnya Hakim tiba di Madinah dengan membawa satu stel pakaian tersebut. Hakim menyerahkan kepada Nabi ﷺ sebagai hadiah namun beliau menolaknya. Nabi ﷺ mengatakan: “Sungguh kami tidak menerima sedikit pun dari orang kafir. Akan tetapi jika engkau mau, pakaian tersebut akan kubeli”. Karena beliau ﷺ menolak untuk menerimanya sebagai hadiah, aku pun lantas memberikannya sebagai objek jual beli. (HR Ahmad 15323 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

[3] Hadis dari Iyadh bin Himar, dia menceritakan:

“Aku bermaksud memberi Nabi ﷺ seekor unta betina sebagai hadiah. Lantas Nabi ﷺ bertanya:

” أَسْلَمْتَ؟”. فَقُلْتُ لاَ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- “إِنِّى نُهِيتُ عَنْ زَبْدِ الْمُشْرِكِينَ “

“Apakah kamu sudah masuk Islam?”.

“Belum”, jawabku.

Nabi ﷺ bersabda: “Sungguh aku dilarang menerima hadiah dari orang Musyrik” (HR. Abu Daud 3059, Tirmidzi 1672 dan dishahihkan al-Albani).

Ketiga hadis di atas secara tegas menunjukkan bahwa Nabi ﷺ menolak hadiah dari non-Muslim. Namun terdapat hadis lain yang menunjukkan bahwa Nabi ﷺ menerima hadiah dari orang kafir.

Hadis dari Abu Humaid as-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

غَزَوْنَا مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – تَبُوكَ ، وَأَهْدَى مَلِكُ أَيْلَةَ لِلنَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – بَغْلَةً بَيْضَاءَ ، وَكَسَاهُ بُرْدًا ، وَكَتَبَ لَهُ بِبَحْرِهِمْ

“Kami mengikuti perang Tabuk bersama Nabi ﷺ. Raja negeri Ailah memberi hadiah kepada beliau ﷺ berupa baghal berwarna putih dan kain. Sang raja juga menulis surat untuk Nabi ﷺ. (HR. Bukhari 1481).

Ada sejumlah pendapat dalam memahami dua jenis hadis ini:

Ibnu Abdil Barr menjelaskan bahwa maksud Nabi ﷺ menerima hadiah dari non-Muslim adalah dalam rangka mengambil simpati hatinya, agar tidak lari dari Islam (al-Munakhkhalah an-Nuniyyah, Murod Syukri, hlm. 202-203).

Karena itu, TERLARANG menerima hadiah dari non-Muslim jika tujuannya:

[1] Sekedar menjalin keakraban tanpa ada unsur dakwah.

[2] Ada latar belakang balas budi terkait masalah agama. Ketika mereka memberikan hadiah kepada kaum Muslimin pada waktu hari raya Islam, mereka berharap agar pada saat hari raya mereka, kaum Muslimin juga turut mendukung kegiatan keagamaan mereka.

Termasuk mereka memberi hadiah bersyarat, untuk bisa menyeret kaum Muslimin secara bertahap agar berpindah agama.

Jika unsur ini ada, maka terlarang menerima hadiah dari non-Muslim. Sebaliknya, jika unsur ini tidak ada, bahkan menerima hadiah dari mereka bisa membuat mereka semakin tertarik dengan Islam, tidak masalah menerimanya.

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah ada pertanyaan mengenai hukum menerima hadiah hewan hidup dari orang non-Muslim untuk disembelih saat Idul Adha. Jawaban Fatwa menyatakan:

فلا مانع من قبول الهدية من الكفار بأنواعهم سواء كانت الهدية شاة أضحية أو غيرها مما أباح الله الانتفاع به بشرط ألا يكون ذلك على حساب دين المسلم، وقد كان النبي- صلى الله عليه وسلم- وصحابته الكرام يقبلون الهدية من الكفار وربما أهدوا للكفار أيضا

TIDAK MASALAH menerima hadiah dari orang kafir dalam bentuk apapun, baik berupa kambing kurban atau yang lainnya, yang Allah bolehkan untuk dimanfaatkan. Dengan syarat, JANGAN sampai ada latar belakang balas budi agama. Dulu Nabi ﷺ dan para sahabat yang mulia, mereka menerima hadiah dari orang kafir, dan terkadang mereka juga memberikan hadiah kepada orang kafir. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 116210)

 

Allahu a’lam.

 

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Sumber: https://konsultasisyariah.com/28311-menerima-kurban-dari-orang-kafir.html