بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#SifatSholatNabi
 
BOLEHKAH ANAK KECIL JADI IMAM SHALAT JAMAAH?
Pertanyaan:
Bolehkah anak kecil menjadi Imam ketika sholat jamaah, di mana makmumnya orang yang sudah dewasa? Anak kecil tersebut memunyai bacaan dan halafan Alquran bagus dibanding jamaah lainnya.
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Pertama, batas jenjang usia anak dalam Islam ada dua:

  1. Batas Tamyiz

Anak yang telah mencapai usia Tamyiz disebut Mumayiz. Di antara ciri anak yang Mumayiz: dia bisa membedakan antara yang baik dan yang tidak baik, dia sudah merasa malu ketika tidak menutup aurat, dia mengerti shalat harus serius, dst. yang menunjukkan fungsi akalnya normal.
Umumnya, seorang anak menjadi Mumayiz ketika berusia 7 tahun.

  1. Batas Baligh

Batas di mana seorang anak telah dianggap dewasa oleh syariat, dan berkewajiban untuk melaksanakan beban syariat. Tidak ada batas usia baku untuk baligh, karena batas baligh kembali pada ciri fisik. Untuk laki-laki: telah mimpi basah, dan untuk wanita: telah mengalami haid. Untuk laki-laki, umumnya di usia 15 tahun (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 7/157 – 160).
Kedua, fokus pembahasan kita adalah hukum anak Mumayiz menjadi imam shalat jamaah, sementara makmumnya orang yang sudah baligh.
Para ulama membedakan antara shalat wajib dan shalat sunah. Berikut rincian yang disebutkan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah:

  • Mayoritas ulama (Hanafiyah, Malikiyah, dan Hambali) berpendapat, bahwa di antara syarat sah menjadi imam untuk shalat wajib, imam harus sudah baligh. Karena itu, anak Mumayiz tidak bisa menjadi imam bagi makmumyang sudah baligh.
  • Untuk shalat sunah, seperti shalat Taraweh, atau shalat gerhana, mayoritas ulama (Malikiyah, Syafiiyah, Hambali, dan sebagian Hanafiyah) membolehkan seorang anak Mumayiz untuk menjadi imam bagi orang yang sudah baligh.
  • Pendapat yang kuat dalam madzhab Hanafiyah, anak Mumayiz tidak boleh jadi imam bagi orang baligh secara mutlak, baik dalam shalat wajib maupun shalat sunah.
  • Sementara Syafiiyah berpendapat, anak Mumayiz boleh menjadi imam bagi orang baligh, baik dalam shalat wajib maupun shalat sunah. Terutama ketika anak Mumayiz ini lebih banyak hapalan Alqurannya, dan lebih bagus gerakan shalatnya dibandingkan jamaahnya yang sudah baligh.

Al-Hafidz Ibn Hajar mengatakan:

إِلَى صِحَّة إِمَامَة الصَّبِيّ ذَهَبَ الْحَسَن الْبَصْرِيّ وَالشَّافِعِيّ وَإِسْحَاق , وَكَرِهَهَا مَالِك وَالثَّوْرَيْ , وَعَنْ أَبِي حَنِيفَة وَأَحْمَد رِوَايَتَانِ ، وَالْمَشْهُور عَنْهُمَا الْإِجْزَاء فِي النَّوَافِل دُونَ الْفَرَائِض

Tentang keabsahan anak kecil (Mumayiz) yang menjadi imam merupakan pendapat Hasan Al-Bashri, As-Syafii, dan Ishaq bin Rahuyah. Sementara Imam Malik dan Ats-Tsauri melarangnya. Sementara ada dua riwayat keterangan dari Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Pendapat yang masyhur dari dua ulama ini (Abu Hanifah dan Imam Ahmad), anak kecil sah jadi imam untuk shalat sunah dan bukan shalat wajib (Fathul Bari, 2/186).
Pendapat Terpilih
Pendapat yang rajih (lebih kuat) dalam hal ini adalah pendapat Imam As-Syafii, bahwa tidak dipersyaratkan imam shalat harus sudah baligh. Anak kecil yang sudah Tamyiz, memahami cara shalat yang benar, bisa jadi imam bagi makmum yang sudah baligh.
Dalil mengenai hal ini adalah hadis dari Amr bin Salamah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:

كُنَّا بِحَاضِرٍ يَمُرُّ بِنَا النَّاسُ إِذَا أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَانُوا إِذَا رَجَعُوا مَرُّوا بِنَا، فَأَخْبَرُونَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: كَذَا وَكَذَا وَكُنْتُ غُلَامًا حَافِظًا فَحَفِظْتُ مِنْ ذَلِكَ قُرْآنًا كَثِيرًا فَانْطَلَقَ أَبِي وَافِدًا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِهِ فَعَلَّمَهُمُ الصَّلَاةَ، فَقَالَ: «يَؤُمُّكُمْ أَقْرَؤُكُمْ» وَكُنْتُ أَقْرَأَهُمْ لِمَا كُنْتُ أَحْفَظُ فَقَدَّمُونِي فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَعَلَيَّ بُرْدَةٌ لِي صَغِيرَةٌ صَفْرَاءُ…، فَكُنْتُ أَؤُمُّهُمْ وَأَنَا ابْنُ سَبْعِ سِنِينَ أَوْ ثَمَانِ سِنِينَ

Kami tinggal di kampung yang dilewati para sahabat ketika mereka hendak bertemu Nabi ﷺ di Madinah. Sepulang mereka dari Madinah, mereka melewati kampung kami. Mereka mengabarkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda demikian dan demikian. Ketika itu, saya adalah seorang anak yang cepat menghapal, sehingga aku bisa menghapal banyak ayat Alquran dari para sahabat yang lewat. Sampai akhirnya, ayahku datang menghadap Rasulullah ﷺ bersama masyarakatnya, dan beliau ﷺ mengajari mereka tata cara shalat. Beliau ﷺ bersabda: “Yang menjadi imam adalah yang paling banyak hapalan Qurannya.”  Sementara Aku (Amr bin Salamah) adalah orang yang paling banyak hapalannya, karena aku sering menghapal. Sehingga mereka menyuruhku untuk menjadi imam. Aku pun mengimami mereka dengan memakai pakaian kecil milikku yang berwarna kuning… Aku mengimami mereka ketika aku berusia 7 tahun atau 8 tahun. (HR. Bukhari 4302 dan Abu Daud 585).
Allahu a’lam
 
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)