بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

BID’AH-BID’AH SEPUTAR AZAN DAN IQOMAT

Azan merupakan ibadah. Maka harus ada dalilnya dari Alquran dan as-Sunnah yang Shahih. Oleh karena itu, wajib bagi seorang Muslim untuk mengingkari setiap bentuk ibadah yang tidak ada dalilnya dalam Alquran dan as-Sunnah yang Shahih.

Pada masa sekarang ini, banyak mu’adzin yang melakukan berbagai amalan yang tidak ada asalnya, karena sudah dianggap sebagai sunnah dan suatu kebenaran. Sehingga apabila ditinggalkan, mereka mengatakan: “Islam telah dilalaikan.” Berikut ini beberapa contoh bid’ah seputar azan yang populer di negeri kita:

  1. Memutar Murottal Alquran, Zikir dan Sholawatan Sebelum Shalat

Dalam banyak masjid, biasanya beberapa menit sebelum azan, khususnya sholat Subuh dan sholat Jumat, diputar terlebih dahulu murottal Alquran. Zikr-zikir atau sholawat-sholawat sebagai pengantar azan dan peringatan kepada manusia, bahwa azan telah dekat.

Hal ini sekalipun dipandang baik oleh perasaan banyak orang, akan tetapi tidak ada dalilnya dari Alquran, hadis dan amalan generasi salaf sholih, bahkan tergolong perkara baru dalam agama. Para ulama telah menghukumi hal ini termasuk perbuatan munkar dan bid’ah. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Apa yang diada-adakan dari tasbih sebelum Subuh dan Jumat serta ‘sholawatan’, bukanlah termasuk azan, baik secara bahasa maupun secara syari.” [Fathul Bari’: IIII 2/99]

Lantas, bagaimana lagi kiranya bila hal itu dengan menggunakan pengeras suara?!! Bukankah itu berdampak negatif bagi orang yang mau menggunakan akalnya?!

  1. Menabuh Beduk Sebelum Azan

Di negeri kita, sebelum azan dikumandangkan biasanya mu’adzin terlebih dahulu memukul beduk atau kentongan beberapa pukulan. Padahal sebagaimana dimaklumi Bersama, beduk adalah alat musik dan senda gurau. Lantas pantaskan alat tersebut digunakan untuk memanggil manusia untuk sholat?!

Lantas apakah perbedaannya dengan lonceng atau terompet yang ditolak oleh Rasulullah ﷺ karena hal itu adalah tradisi Yahudi dan Nashoro?!

Tidak ragu lagi, bahwa penggunaan  beduk sebelum azan termasuk kemungkaran dan kebid’ahan dalam agama. Maka hendaknya dicukupkan dengan azan saja tanpa tambahan. Wahai kaum Muslimin, marilah kita beragama berdasarkan tuntunan agama, bukan dengan adat istiadat yang tidak ada dalilnya. [Lihat al-Burhanul Mubin fi Tashoddi lil Bida’ wal Abathil: 1/294 oleh al-Asyrof bin Ibrohim]

  1. Mengeraskan Sholawat Setelah Azan

Dalam banyak masjid, sang mu’adzin biasanya usai azan dia mengeraskan sholawat, seakan-akan bagian dari azan. Tidak ragu lagi, bahwa sholawat kepada Nabi pada asalnya disyariatkan.  Tetapi sholawatan dengan tata cara seperti itu tidak ada tuntunannya dari Nabi ﷺ dan para sahabat. Oleh karena itu para ulama bersepakat, bahwa hal itu tersebut termasuk kemungkaran dan kebid’ahan.

Ibnu Hajar al-Haitsami rahimahullah berkata: “Guru-guru kami dan selain mereka telah ditanya tentang sholawatan kepada Nabi ﷺ setelah azan seperti yang biasa dilakukan mayoritas mu’adzin. Mereka semua memfatwakan, bahwa asalnya adalah sunnah tetapi kaifiyah (tata cara) yang digunakannya adalah bid’ah.” Lanjutnya: “Hal itu karena azan merupakan syiar Islam yang dinukil secara mutawatir sejak masa Nabi ﷺ dan kata-katanya telah terhimpun dalam kitab-kitab hadis dan fiqih, disepakati oleh para imam kaum Muslimin dari Ahli Sunnah wa Jama’ah. Adapun tambahan sholawat dan salam di akhirnya, maka itu merupakan kebid’ahan yang dibuat-buat oleh orang-orang belakangan.” [Al-Fatawa al-Kubro al-Fiqhiyyah: 1/191]

  1. Azan Di Kuburan

Sebagian Syafi’iyyah belakangan mengatakan, bahwa azan di kuburan ketika menguburkan mayit hukumnya adalah sunnah dengan alasan qiyas (analogi) kepada masalah sunnahnya azan di telinga bayi yang baru lahir. Kata mereka: “Kelahiran adalah awal keluar menuju dunia, sedangkan menguburkan mayit adalah awal keluar dari dunia. Maka pembukaannya dianalogikan dengan penutupannya.” [Tuhfatul Muhtaj: 1/461]

Pendapat ini diingkari oleh para ulama Hanafiyyah, Malikiyyah dan Syafi’iyyah. Mereka menegaskan, bahwa azan dikuburan termasuk perkara bid’ah, karena tidak ada dalilnya dari Nabi ﷺ, para sahabat atau seorang pun dari salaf sholih. Dan sebagaimana dimaklumi, bahwa perbuatan seperti ini tidak bisa ditetapkan, kecuali berdasarkan dalil, karena azan adalah ibadah, sedangkan ibadah harus dibangun di atas dalil.

Adapun analogi mereka kepada masalah azan di telinga bayi saat baru lahir, maka ini adalah analogi bathil, karena ibadah itu dibangun di atas dalil, bukan berdasarkan hawa nafsu dan perasaan, terlebih lagi analogi semacam ini jauh sekali. Dari segi manakah persamaan antara kelahiran dan menguburkan mayit di kubur. Sekadar ini di awal dan itu di akhir bukan berarti harus sama.” [Al-Fatawa Al-Kubro: 2/24, Ibnu Hajar al-Haitsami]

Dari sini maka jelaslah bagi kita, bahwa azan ketika menguburkan mayit tidaklah disyariatkan. Bahkan termasuk perkara bid’ah yang tercela. [Dinukil dari Ahkamul Maqobir fi Syariah Islamiyyah hal.370 oleh Dr.Abdulloh as-Sahyibani]

Demikian beberapa contoh bid’ah seputar masalah ini. Sebenarnya, masih banyak lagi lainnya, tetapi kami tidak ingin memerpanjang jumlah halaman, [Lihat Islahul Masajid hal.114-130 oleh Muhammad Jamaluddin al-Qosini, as-Sunan wal Mubtada’at hal.57-61 oleh Muhammad asy-Syuqoiri, as-Sunan wal Mubtada’at hal.114-117 oleh ‘Amr bin Abdul Mun’im]. Apalagi sebagian besarnya kurang populer di negeri kita.

Kita memohon kepada Allah azza wa jalla agar dihindarkan darinya dan memberi hidayah kepada saudara-saudara kita yang masih bersiteguh memertahankannya. Aamiin.

 

Oleh: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi hafizhahullah

 

Sumber: Diketik ulang dari Majalah al Furqon Edisi 5, Tahun Kesembilan, Dzulhijjah 1430 / Nov-Des 2009, Hal.44-45

 

Sumber: https://alqiyamah.wordpress.com/2010/02/19/sunnah-dan-bidah-seputar-azan-dan-iqomat-02/