بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

BERHATI-HATILAH DALAM MEMILIH GURU AGAMA KITA
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Tidak semua orang yang berbicara, layak dijadikan sumber ilmu. Karena ilmu itu bagian dari agama, sehingga mengambil sumber ilmu, berarti mengambil sumber agama. Seorang ulama tabi’in, Muhammad bin Sirin mengatakan:

إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ

Ilmu ini agama. Karena itu perhatikanlah, dari mana kalian mengambil agama kalian. (HR. Muslim 26 & ad-Darimi 427)
Karena itulah para ulama di masa silam memahami, bahwa mengambil guru termasuk tindakan yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Ta’ala. Kita bisa lihat, pernyataan Imam as-Syafi’i, ketika beliau memuji gurunya Imam Malik rahimahumallah. Beliau mengatakan:

رضيت بمالك حجة بيني وبين الله

“Aku ridha Malik sebagai hujjah, antara aku dengan Allah.” (at-Tahdzib, 8/10)
Untuk itu, saatnya kita lebih hati-hati dalam memilih sumber ilmu. Terlebih di zaman manusia jauh dari ilmu, sementara media liberal lebih berkuasa mengendalikan pola pikir mereka. Sehingga ustad yang dipilih harus memenuhi kriteria media liberal itu. Ini persis seperti yang pernah disabdakan Nabi ﷺ:

سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ

“Akan datang kepada manusia, masa-masa penuh kedustaan. Pendusta dianggap jujur dan orang jujur dianggap pendusta. Pengkhianat dianggap amanat, dan orang amanat dianggap pengkhianat.” (HR. Ibnu Majah 4036 dan dishahihkan dalam Shahih al-Jami’)
Wallahu ta’ala a’lam.
 
Sumber: https://konsultasisyariah.com/25986-hukum-memilih-pemimpin-kafir.html