BERGEMBIRA MENYAMBUT RAMADAN SALAH SATU WUJUD KEIMANAN
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
BERGEMBIRA MENYAMBUT RAMADAN SALAH SATU WUJUD KEIMANAN
Salah satu tanda keimanan adalah seorang Muslim bergembira dengan akan datangnya Ramadan. Ibarat akan menyambut tamu agung yang ia nanti-nantikan, maka ia persiapkan segalanya. Dan tentu hati menjadi sangat senang tamu Ramadan datang. Tentu lebih senang lagi jika ia menjumpai Ramadan.
Hendaknya seorang Muslim khawatir akan dirinya, jika tidak ada perasaan gembira dengan datangnya Ramadan. Ia merasa biasa-biasa saja dan tidak ada yang istimewa. Bisa jadi ia terluput dari kebaikan yang banyak. Karena ini adalah karunia dari Allah, dan seorang Muslim harus bergembira.
“Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” [QS. Yunus 10: 58]
Kenapa Harus Bergembira Menyambut Ramadan?
Kegembiraan tersebut adalah karena banyaknya kemuliaan, keutamaan, dan berkah pada waktu Ramadan. Beribadah semakin nikmat, dan lezatnya bermunajat kepada Allah
Kabar gembira mengenai datangnya Ramadan sebagaimana dalam hadis berikut:
“Telah datang kepada kalian Ramadan, bulan yang diberkahi.
• Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya.
• Pintu-pintu Surga dibuka padanya.
• Pintu-pintu Jahim (Neraka) ditutup.
• Setan-setan dibelenggu.
• Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan seribu bulan.
Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/385). Dinilai Sahih oleh Al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad (8991)]
Ulama menjelaskan bahwa hadis ini menunjukkan kita harus bergembira dengan datangnya Ramadan.
“Hadis ini adalah kabar gembira bagi hamba Allah yang saleh dengan datangnya Ramadan. Karena Nabi ﷺ memberi kabar kepada para sahabatnya radhiallahu ‘anhum mengenai datangnya Ramadan. Ini bukan sekadar kabar semata, tetapi maknanya adalah bergembira dengan datangnya momen yang agung.“ [Ahadisus Shiyam hal. 13]
“Bagaimana tidak gembira? Seorang Mukmin diberi kabar gembira dengan terbukanya pintu-pintu Surga. Tertutupnya pintu-pintu Neraka. Bagaimana mungkin seorang yang berakal tidak bergembira jika diberi kabar tentang sebuah waktu yang di dalamnya para setan dibelenggu? Dari sisi manakah ada suatu waktu menyamai waktu ini (Ramadan)?” [Latha’if Al-Ma’arif hlm. 148]