Benarkah Pohon Di Kuburan Bisa Ringankan Siksa?

Bantahan Syubhat Keberadaan Pelepah Basah Sebagai Sebab Diringankan Adzab Atas Mayit

[Diterjemahkan dari buku yang berjudul Tashihul Akhtha’ Wal Auham All Waqi’ah Fi Fahmi Ahadisin Nabi Alaihishshalatu Was Salam, hlm. 72-78.]

Oleh: Syaikh Raid Shabri bin Abu Alfah

 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan. Lalu beliau bersabda,”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar Namiimah.” Kemudian beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?” Beliau menjawab,”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.”

Takhrij Hadis

Hadis ini dikeluarkan oleh:

– Imam Bukhari dalam Al Jami’ Ash Shahih (1/317-Fathul Bari), no. 216, 218, 1361, 1378, 6052 dan 6055.

– Imam Muslim dalam Ash Shahih, 3/200-Syarah Imam Nawawi, no. 292.

– Imam Tirmidzi dalam Al Jami’, 1/102, no. 70. Dan beliau mengatakan,”Hadis hasan shahih.”

– Imam Abu Dawud dalam As Sunan, 1/5. no. 20.

– Imam Nasa’i dalam Al Mujtaba, 1/28.

– Imam Ibnu Majah dalam As Sunan, 1/125, no. 237.

Pemahaman Keliru Tentang Hadis Ini

Ada yang memahami hadis di atas dengan pemahaman keliru. Sebagian mereka berdalil (berargumentasi) dengan hadis ini, tentang bolehnya menanam kurma dan pepohonan di atas kuburan. Mereka mengatakan, bahwa illah (penyebab) diringankan adzab kedua penghuni kubur ini ialah karenak dua pelepah yang masih basah ini senantiasa bertasbih kepada Allah. Adapun yang kering tidak bertasbih. Pendapat seperti ini menyelisihi firman Allah Azza wa Jalla:

وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّيُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِن لاَّتَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ

Dan tak ada suatu pun, melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. [Al Isra’:44].

Seandainya penyebab diringankan adzab adalah tasbih, tentu tidak ada seorang pun yang mendapatkan siksa di dalam kuburnya, karena debu dan bebatuan yang berada di atas mayit juga bertasbih kepada Allah Azza wa Jalla.

Syaikh kami, Al Albani rahimaullahj menyatakan dalam Ahkamul Janaiz. (hlm. 201): Kalau, seandainya kondisi basah pelepah itu yang dimaksud, pasti para Salafush Shalih telah memahaminya dan mengamalkan penunjukkannya, serta telah meletakkan pelepah atau batang pohon di atas kubur saat mereka berziarah. Seandainya mereka melakukan hal tersebut, tentu beritanya akan mashur, kemudian dinukil para perawi terpercaya kepada kita; karena termasuk perkara yang menarik perhatian dan mesti dinukil. Jika tidak dinukil, maka menunjukkan bahwa hal itu tidak pernah terjadi. Cara seperti ini dalam mendekatkan diri kepada Allah adalah bid’ah.”

Adapun hadis Buraidah Al Aslami Radhiyallahu ‘anhu yang berisi, bahwa beliau berwasiat agar ditaruhkan dua pelepah di atas kuburnya, maka hal ini merupakan hasil Ijtihad beliau radhiyallahu ‘anhu semata. Ijtihad itu, kadang benar dan kadang salah. Dan kebenaran bersama orang yang meninggalkan perbuatan itu.

Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah dalam komentar beliau atas kitab Fathul Bari (3/223) menyatakan: Pendapat yang mengatakan bahwa hal itu merupakan kekhususan Nabi merupakan pendapat yang benar. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menanamkan pelepah, kecuali di atas kuburan yang beliau ketahui penghuninya sedang disiksa. Dan (beliau) tidak melakukan hal itu kepada semua kuburan. Seandainya perbuatan itu Sunnah, tentu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melakukannya kepada semua kuburan. Juga dikarenakan para Khulafa’ur Rasyidin dan tokoh besar sahabat tidak pernah melakukan hal itu. Kalau, seandainya itu disyari’atkan, tentu mereka akan segera melakukannya.

Imam Bukhari rahimahullah membuat satu bab dalam kitab Shahih-nya, 3/222: Bab Al Jaridati Ala Al Qabri. Ibnu Rusydi mengatakan, tampaknya dari penjelasan Imam Bukhari rahimahullah bahwa PERBUATAN ITU KHUSUS UNTUK DUA ORANG ITU SAJA. Oleh karenanya, beliau melanjutkannya dengan membawakan perkataan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, ketika melihat sebuah tenda di atas kuburan Abdurrahman:

انْزِعْهُ يَا غُلَامُ فَإِنَّمَا يُظِلُّهُ عَمَلُهُ

Wahai, anak muda. Cabutlah itu. Hanya amal perbuatannya saja yang (bisa) menaunginya.

Para Ahli Ilmu menjelaskan, bahwa ini merupakan satu kejadian khusus yang mungkin dikhususkan kepada orang-orang yang Allah perlihatkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang keadaan sang mayit.

Al Khathabi berkata dalam Ma’alimus Sunan, 1/27 mengomentari hadis ini,”Ini termasuk bertabarruk (mengharapkan barakah, Pent) dengan atsar dan doa beliau Shallallahu ‘aliahi wa sallam agar diringankan adzab dari keduanya. Seakan-akan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan waktu basahnya ranting itu sebagai batas dari permintaan keringanan adzab dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan karena pelepah basah memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki pelepah kering. Kebanyakan orang di banyak negara menanam pepohonan di atas kubur-kubur mereka. Saya lihat, mereka melakukannya tidak mengambilnya dari sisi ini.”

Syaikh Ahmad Syakir, dalam komentar beliau terhadap Sunan Tirmidzi, 1/103, berkata setelah hadis ini: “Benarlah (perkataan, Pent) Al Khattabi. Kebanyakan orang semakin menjadi-jadi melakukan amal yang tidak berdasar ini, dan berlebih-lebihan. Terutama di negeri Mesir, karena taklid kepada orang-orang Nasrani, hingga mereka meletakkan bunga-bunga di atas pekuburan, saling menghadiahkan bunga di antara mereka. Lalu mareka taruh di atas pusara keluarga dekat mereka dan teman mereka sebagai penghormatan kepada penghuni kubur, dan sikap berpura-pura baik kepada yang masih hidup. Bahkan kebiasaan ini menjadi setengah resmi dalam acara persahabatan antar bangsa. Engkau dapatkan, para pembesar Islam, jika berkunjung ke salah satu negara Eropa, (mereka) pergi ke kuburan para pembesar negera itu, atau ke kubur yang mereka sebut kuburan pahlawan tak dikenal, dan menabur bunga di atasnya. Sebagian mereka meletakkan bunga plastik yang tidak ada unsur basah padanya, karena mengikuti orang Perancis dan mengikuti perbuatan-perbuatan Nashara dan Yahudi. Para ulama tidak mengingkari atas perbuatan mereka tersebut, apalagi orang awam; bahkan engkau melihat mereka sendiri meletakkan di kuburan orang yang meninggal dari kalangan mereka.

Saya telah mengetahui, kebanyakan wakaf-wakaf yang mereka namakan Wakaf Khairiyah, ditanami pohon kurma dan bunga-bunga berbau harum, yang diletakkan di atas kuburan. Semua ini adalah perbuatan bid’ah dan mungkar. Tidak memiliki dasar sama sekali. Tidak memiliki sandaran dari Alquran maupun Sunnah.

Para Ahli Ilmu wajib mengingkari dan memberantas kebiasaan-kebiasaan ini, sesuai dengan kemampuan masing-masing.”

Syaikh kami, Al Albani mengatakan dalam kitab Ahkamul Janaiz, hlm. 201: ”Ada beberapa perkara yang menguatkan (pendapat yang mengatakan), bahwa meletakkan pelepah di atas kuburan merupakan kekhususan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan peringanan adzab, bukan disebabkan pelepah kurma yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi dua.”

Syaikh Al Albani rahimahullah menyebutkan dalil, di antaranya hadis Jabir radhiyallahu ‘anhu yang terdapat dalam Shahih Muslim rahimahullah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أنى مررت بقبرين يعذبان فأ حببت بشفاعتى أن يرد عنهما ما دام الغصنان رطبين

Sesungguhnya aku melewati dua kuburan yang sedang disiksa. Maka dengan syafaatku, aku ingin agar adzabnya diperingan dari keduanya, selama dua ranting ini masih basah.

Hadis ini secara jelas menerangkan bahwa keringanan adzab itu disebabkan oleh syafaat dan doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan karena unsur basah (yang ada pada ranting itu, Pent), baik kisah Jabir Radhiyallahu ‘anhu yang sama ini dengan kisah Ibnu Abbaz Radhiyallahu ‘anhuma yang terdahulu, sebagaimana dirajihkan oleh Al ‘Aini atau ulama lain, ataupun dua kejadian yang berbeda sebagaimana dirajihkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.

Berdasarkan kemungkinan pertama (yaitu kisah Jabir Radhiyallahu ‘anhu yang satu kejadian dengan kisah Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma), sudah cukup jelas. Adapun berdasarkan kemungkinan kedua -menurut penelitian yang benar- menunjukkan bahwa illahnya (penyebabnya) satu, karena adanya kemiripan dalam dua kisah tersebut. Juga, karena keberadaan pelepah basah sebagai sebab diringankan adzab atas mayit tersebut, termasuk perkara yang tidak diketahui secara syari ataupun akal. Kalau, seandainya hal itu benar, tentu orang yang paling ringan adzabnya ialah orang-orang kafir yang menanam pepohonan di kuburan mereka layaknya sebuah taman, karena banyaknya tanaman dan pepohonan yang selalu hijau pada musim panas ataupun dingin.

Juga sebagian ulama, seperti Imam Suyuthi rahimahullah menjelaskan, bahwa sebab pengaruh pelepah basah dalam keringanan adzab tersebut, karena dia bertasbih kepada Allah Subahnahu wa Ta’alka. Mereka mengatakan, jika hilang sifat basah dari pelepah itu dan kering, maka berhentilah dari bertasbih. Alasan ini menyelisihi keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّيُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِن لاَّتَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ

Dan tak ada suatu pun, melainkan nertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. [Al Isra’:44].

Jika hal ini sudah jelas, maka mudah untuk memahami kebathilan Qiyas lemah yang dikutip oleh Imam Suyuthi rahimahullah dari orang yang tidak disebutkan namanya: “Jika adzab kubur diringankan dari keduanya dengan sebab tasbih pelepah tersebut, maka bagaimana pula dengan Alquran yang dibacakan seorang mukmin? Dia mengatakan,”Hadis ini menjadi dalil menanam pohon di kuburan.”

Syaikh Al Albani mengatakan,”Kokohkan dulu kursi singgasana, baru dipahat [Ungkapan peribahasa, yang artinya buktikan dulu kebenaran satu masalah, kemudian baru dipakai sebagai ukuran. (Pent)]. Apakah (mungkin) bayangan sesuatu itu lurus, sementara batangnya bengkok. Seandainya Qiyas ini benar, tentulah para Salafush Shalih bersegera melakukannya, karena mereka lebih bersemangat dalam kebaikan dibandingkan dengan kita.

Keterangan yang telah lewat menunjukkan, MELETAKKAN PELEPAH DI KUBURAN ITU MERUPAKAN KEKHUSUSAN NABI Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan rahasia keringanan adzab atas kedua penghuni kubur tersebut bukan dikarenakan pelepah yang basah, akan tetapi karena syafaat dan doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kejadian ini termasuk peristiwa yang TIDAK MUNGKIN TERULANG LAGI setelah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, dan tidak juga bagi orang lain setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena mengetahui adzab kubur termasuk kekhususan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini termasuk perkara ghaib yang tidak akan diketahui, kecuali oleh Rasul, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

عَالِمَ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا

(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. [Al Jin:26].

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]