BEBERAPA ALASAN MENGAPA ZAKAT FITRI TIDAK BOLEH DITUNAIKAN DENGAN UANG
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
BEBERAPA ALASAN MENGAPA ZAKAT FITRI TIDAK BOLEH DITUNAIKAN DENGAN UANG
1. Nabi ﷺ memerintahkan agar Zakat Fitri ditunaikan dengan bentuk MAKANAN berdasarkan beberapa hadis, di antaranya:
Hadis Ibnu Umar radiyallahu anhuma, di mana beliau berkata:
فَرَضَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ اَلْفِطْرِ, صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ: عَلَى اَلْعَبْدِ وَالْحُرِّ, وَالذَّكَرِ, وَالْأُنْثَى, وَالصَّغِيرِ, وَالْكَبِيرِ, مِنَ اَلْمُسْلِمِينَ, وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ اَلنَّاسِ إِلَى اَلصَّلَاةِ
“Rasulullah ﷺ mewajibkan Zakat Fitri dengan satu sha kurma, atau satu sha gandum, bagi hamba dan orang yang merdeka, bagi laki-laki dan perempuan, bagi anak-anak dan orang dewasa dari kaum Muslimin. Beliau ﷺ memerintahkan agar zakat tersebut ditunaikan SEBELUM manusia berangkat menuju Salat Ied.” [HR. Bukhari no 1407, dan Muslim no 1635]
Hadis Abu Sa’id Al-Khudri radiyallahu anhu, beliau berkata:
كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَانِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم صَاعًا مِنْ طَعَامٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ. – مُتَّفَقٌ عَلَيْه
“Kami menunaikan zakat pada zaman Nabi ﷺ dengan satu sha makanan, satu sha kurma, satu sha gandum, atau satu sha anggur (kering).” [HR. Bukhari no 1412 dan Muslim no 1640].
Dalam riwayat lain disebutkan, “.atau dengan satu sha keju.” [HR. Bukhari no. 1506 dan Muslim no. 1641]
Abu Sa’id Al-Khudri radiyallahu anhu berkata:
“Adapun saya terus menerus mengeluarkan Zakat Fitri seperti itu, sebagaimana aku keluarkan di zaman Rasulullah ﷺ.” [HR. Muslim no 1641, Ad-Darimi no 1716]
Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan, “Aku tidak mengeluarkan kecuali dengan ukuran satu sha.” [HR. Abu Dawud no. 1618]
2. Menunaikan Zakat Fitri dengan makanan merupakan amalan para sahabat radiyallahu anhum berdasarkan instruksi Nabi ﷺ, sebagaimana yang disampaikan oleh sahabat Abu Sa’id Al-Khudri di atas.
TIDAK ADA seorang pun sahabat Nabi ﷺ yang membayar Zakat Fitri dengan uang. Padahal para sahabat adalah manusia yang paling mengetahui Sunnah (ajaran) Nabi ﷺ, dan orang yang paling bersemangat dalam menjalankan Sunnahnya.
3. Wajib untuk dipahami dengan baik, bahwa apa yang disebutkan dalam nash syariat dengan kata “makanan” atau “memberi makan”, maka TIDAK BOLEH dipalingkan ke makna yang lain, tanpa ada nash dalil yang memalingkan hal tersebut.
4. Di zaman Nabi ﷺ dan para sahabat radiyallahu anhum sudah ada mata uang, yakni Dinar dan Dirham. Namun mereka tidak mengeluarkan Zakat Fitri dengan Dinar dan Dirham tersebut, tetapi dengan makanan.
Jika ada yang beralasan, “Si miskin bukan cuman butuh makanan saja”, maka kita jawab, “Nabi ﷺ dan para sahabat juga tahu hal tersebut. Dan seandainya itu kebaikan, tentulah mereka yang terlebih dahulu dalam mengamalkannya.
لو كان خيرا لسبقونا إليه
“Andai itu adalah kebaikan, niscaya mereka pasti telah mendahului kita dalam mengamalkannya.”
5. Wajib pula untuk dipahami bahwa zakat termasuk ibadah, dan ibadah sifatnya tauqifiyah (terbatas pada apa yang ditunjukkan oleh Alquran dan Sunnah), sehingga tidak boleh meng-qiyas-kan (menganalogikan) hal tersebut dengan yang lainnya.
Menunaikan Zakat Fitri dalam bentuk nilai nominal (uang) MENYELISIHI berbagai dalil dari Sunnah, serta amalan yang TIDAK ADA contoh dan tuntunannya.
“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada padanya urusan (agama) kami, maka amalan itu tertolak.” [HR. Muslim no 3243]
6. Adanya perintah dari Ulil Amri (Pemerintah) untuk menunaikannya dalam bentuk uang, TIDAK serta merta harus dipatuhi. Sebab ketaatan kepada selain Allah (Ulil Amri, orang tua, dll) itu sifatnya muqayyad (terbatas). Tidak pada seluruh kondisi dan keadaan, namun dibatasi dengan syarat tidak menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya ﷺ.
Rasulullah ﷺ telah menegaskan hal tersebut:
لا طاعة لمخلوق في معصية الله عز وجل
“Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada Allah ﷻ.” [HR. Ahmad no 1041, disahihkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Silsilah Al-Ahadis As-Sahihah no 179]
Nabi ﷺ juga bersabda:
لا طاعة في معصية إنما الطاعة في المعروف
“Tidak ada ketaatan di dalam bermaksiat. Ketaatan itu hanyalah pada yang makruf.” [HR. Bukhari no 6716 dan Muslim no.3424].
7. Mengeluarkan Zakat Fitri dengan uang sangat berpotensi menyelisihi maksud dan hikmah di balik pensyariatan Zakat Fitri, yaitu “thu’matan lil masaakin” (sebagai makanan untuk orang-orang miskin), sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma:
“Rasulullah ﷺ mewajibkan Zakat Fitri untuk membersihkan orang yang berpuasa dari ucapan-ucapan yang tidak bermanfaat dan keji, serta sebagai makanan untuk orang-orang miskin.
Barang siapa yang menunaikannya sebelum salat, maka zakatnya diterima. Dan barang siapa yang menunaikannya setelah salat, maka itu hanya sedekah di antara berbagai sedekah.” [HR. Abu Dawud no 1371, Ibnu Majah no 1817]
Siapakah yang dapat menjamin uang yang kita berikan sebagai zakat akan dibelikan makanan oleh orang miskin?
Lebih parah dari itu, jangan sampai mereka menggunakannya untuk membeli petasan dan yang semisalnya, di antara perkara yang sia-sia, bahkan mungkin haram. Allahu musta’aan.
8. Berdasarkan hadis Ibnu Abbas dan Ibnu Umar di atas pula dapat dipahami, bahwa Zakat Fitri adalah zakat badan, dan tidak termasuk golongan zakat harta.
Mengapa demikian? Karena Nabi ﷺ memerintahkan anak-anak, wanita, dan budak (Muslim) untuk mengeluarkan zakat. Padahal sudah dimaklumi, bahwa kebanyakan di antara mereka tidak memiliki harta benda.
Lalu dari hadis Ibnu Abbas dijelaskan hikmah Zakat Fitri, yaitu sebagai penebus (kaffarah) bagi orang yang berpuasa dari ucapan yang sia-sia dan keji, yang dilakukan ketika berpuasa. Sehingga konsekuensi dari hal tersebut bahwa Zakat Fitri ditunaikan dalam bentuk makanan pokok, dan hanya diberikan kepada fakir dan miskin saja.
Berbeda halnya dengan zakat harta yang bisa diberikan dengan bentuk nilai nominal (mata uang).
9. Adanya ulama yang mungkin membolehkan (bukan menganjurkan apalagi mewajibkan) dikeluarkan dalam bentuk uang, TIDAK serta merta kita langsung bertaqlid kepadanya, tanpa melihat dalil yang mereka jadikan hujjah.
Apalagi kalau itu bertolak belakang dengan Alquran dan Sunnah serta pemahaman as-Salaf yang merupakan barometer untuk mengukur kebenaran.
10. Ulama yang membolehkan Zakat Fitri dengan uang, itupun mereka berpendapat demikian hanya pada kondisi darurat saja, dan bukan pada semua kondisi. [Lihat Syarhu Umdatil Ahkam, Fadhilatusy Syaikh Zaid bin Hasan Al Wushobi -hafizahullah-, Jilid 2 hal 395]
Allahu taala alam.
Penulis: Hilal Abu Naufal
Editor: Ustadz Abdul Qodir, Lc hafizahumallah
Catatan:
Boleh seorang muzakki memberikan sejumlah uang kepada panitia (amil) Zakat Fitri, yang nantinya amil tersebut mengonversinya menjadi beras (makanan pokok).