Bagaimana Posisi Imam dan Makmum dalam Sholat Jamaah?

Agar dapat melaksanakan sholat berjamaah sesuai dengan syariat Islam, seorang imam maupun makmum, tidak lepas dari keadaan berikut ini:

1). Makmum sendirian bersama imam (dalam hal ini, imam dengan satu orang makmum).

Bila seseorang bermakmum sendirian, maka posisinya berdiri di samping kanan sejajar dengan imam. Dasarnya adalah, kisah Ibnu Abbas dalam sholat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَقُمْتُ فَصَنَعْتُ مِثْلَ مَا صَنَعَ ثُمَّ ذَهَبْتُ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ فَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى رَأْسِي وَأَخَذَ بِأُذُنِي الْيُمْنَى يَفْتِلُهَا فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَوْتَرَ

“Ibnu ‘Abbas berkata: “Lalu aku bangun dan berbuat seperti yang beliau perbuat. Kemudian aku pergi dan tegak di sampingnya, lalu beliau menempatkan tangan kanannya di kepalaku dan mengambilnya, dan menarik telinga kananku, lalu sholat dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian dua rakaat, kemudian Witir”. [Muttafaqun ‘alaihi]

2). Imam bersama dua orang makmum

Apabila imam mendapatkan makmum hanya dua orang, maka hendaklah kedua makmum tersebut berdiri di belakang imam membentuk satu barisan. Hal ini didasarkan pada hadis Jabir yang panjang, yang sebagiannya berbunyi:

ثُمَّ جِئْتُ حَتَّى قُمْتُ عَنْ يَسَارِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ بِيَدِي فَأَدَارَنِي حَتَّى أَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ ثُمَّ جَاءَ جَبَّارُ بْنُ صَخْرٍ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ فَقَامَ عَنْ يَسَارِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيْنَا جَمِيعًا فَدَفَعَنَا حَتَّى أَقَامَنَا خَلْفَهُ

“Kemudian aku datang sampai berdiri di sebelah kiri Rasulullah, lalu beliau memegang tanganku dan menarikku hingga membuatku berdiri di sebalah kanannya. Kemudian datang Jabbaar bin Shakhr, lalu ia berwudhu kemudian datang dan berdiri di sebelah kiri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang tangan kami berdua dan mendorong kami hingga membuat kami berdiri di belakang beliau” [HR Muslim dalam Shahih-nya, kitab az Zuhud wal Raqaiq Wa …, no. 5328].

3). Imam bersama lebih dari dua orang makmum

Apabila terdapat lebih dari dua orang makmum bersama imam, maka makmum berdiri di belakang imam dalam satu barisan, demikian menurut kesepakatan ulama [Shahih Fiqh Sunnah, 1/529].

4). Makmum mendapatkan shaf (barisan) sholat sudah penuh, sehingga ia tidak dapat masuk ke shaf.

Dalam keadaan demikian, maka makmum jangan sholat sendirian di belakang shaf (barisan), akan tetapi berusaha maju ke depan hingga berdiri di samping imam, sebagaimana dilakukan Rasulullah -ketika beliau sakit- bersama Abu Bakar yang ditunjuk menggantikan mengimami sholat. Disebutkan dalam sebuah riwayat yang berbunyi:

فَجَلَسَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِذَاءَ أَبِي بَكْرٍ إِلَى جَنْبِهِ فَكَانَ أَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي بِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ أَبِي بَكْرٍ

“Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk sejajar Abu Bakar di sampingnya. Waktu itu, Abu Bakar sholat ikut sholat Rasulullah, dan orang-orang sholat mengikuti sholat Abu Bakar” [Muttafaqun ‘alaihi]

Lajnah ad Daimah lil Buhuts al Islamiyah al Ifta’ (Komite Tetap untuk Penelitian Islam dan Fatwa Saudi Arabia), ketika menjawab pertanyaan seputar masalah ini menyatakan, apabila seseorang masuk masjid dan mendapatkan sholat telah ditegakkan, dan shaf telah penuh, maka hendaklah ia berusaha masuk dalam barisan. Apabila tidak bisa, maka ia masuk berdiri bersama imam dan berada di sebelah kanannya. Apabila ini juga tidak bisa, maka hendaknya menunggu sampai datang orang yang menemaninya di shaf (baru). Jika tidak ada seorang yang menemaninya, maka ia sholat sendirian setelah selesai sholat berjamaah [Fatawa Lajnah Daimah, no. 2601, Jilid 8/6, yang ditanda-tangani Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Abdurrazaq ‘Afifi, Abdullah bin Ghadhayaan dan Abdullah bin Qu’ud].

Penjelasan ini menunjukkan, makmum yang dalam keadaan demikian, ia TIDAK menarik salah seorang makmum lainnyanya sebagaimana banyak terjadi di kalangan kaum Muslimin dewasa ini.

Untuk itu Komite Tetap untuk Penelitian Islam dan Fatwa Saudi Arabia berfatwa tentang hal ini: Seorang yang masuk masjid tidak mendapatkan celah dalam barisan (shaf) dan tidak bisa baris di sebelah kanan imam dan sholat hampir selesai, maka menunggu orang lain yang masuk untuk membuat shaf (barisan) dengannya. Apabila tidak mendapatkannya, maka hendaknya sholat dengan jamaah lain. Jika juga tidak ada, maka sholat sendirian setelah imam salam, dan ia tidak berdosa, dengan dalil firman Allah:

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah, menurut kesanggupanmu” [at Taghabun/64:16]

Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Apabila aku perintahkan kalian berbuat sesuatu, maka kerjakanlah semampu kalian”.

Hal ini karena sholat adalah ibadah, dan ibadah itu harus tauqifiyah. Padahal hadis larangan sholat sendirian di belakang shaf (barisan) shahih dan bersifat umum.

Hadis yang berbunyi:

أَلاَ دَخَلْتَ مَعَهُمْ أَوْ ادْتَرَرْتَ رَجُلاً

(Kenapa kamu tidak masuk berbaris dengan mereka atau menarik seorang?) ini adalah hadis dhaif (lemah). Demikian juga, apabila orang itu menerima ajakan orang yang manariknya, maka shaf menjadi tidak penuh (ada celahnya), padahal kita diperintahkan untuk menyempurnakan dan menutup celah shaf dalam sholat [Fatawa lajnah Daimah, no. 8498, Jilid 8/9-10, yang ditanda-tangani Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Abdurrazaq ‘Afifi dan Abdullah bin Qu’ud].

5). Wanita bermakmum dengan seorang imam laki-laki

Seorang wanita, bila bermakmum kepada seorang laki-laki, maka ia berdiri di belakang shaf laki-laki, walaupun ia sendirian. Demikian juga bila sholat sendirian bersama imam laki-laki, maka ia berdiri di belakangnya, dan tidak di sebelah kanannya. Semua ini berdasarkan hadis-hadis di bawah ini:

  1. Hadis Anas yang berbunyi:

صَلَّيْتُ أَنَا وَيَتِيمٌ فِي بَيْتِنَا خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمِّي أُمُّ سُلَيْمٍ خَلْفَنَا

“Aku sholat bersama seorang anak yatim di rumah kami di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ibuku Ummu Sulaim di belakang kami” [Muttafaqub ‘alaihi]

  1. Hadis Anas yang berbunyi:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِ وَبِأُمِّهِ أَوْ خَالَتِهِ قَالَ فَأَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ وَأَقَامَ الْمَرْأَةَ خَلْفَنَا

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami Anas bin Malik dan ibunya atau bibinya, Anas berkata,”Lalu Rasulullah menjadikan aku berdiri di sebelah kanannya dan wanita di belakang kami.” [HR Muslim]

6). Wanita sholat dengan imam wanita

Apabila seorang wanita sholat berjamaah mengimami sesamanya, maka ia berdiri di tengahnya dan tidak maju ke depan. Dicontohkan ‘Aisyah dan Ummu Salamah, dari Rabthah al Hanafiyah, ia berkata:

أَنَّ عَائِشَةَ أَمَّتْهُنَّ وَ قَامَتْ بَيْنَهُنَّ فِيْ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةِ

“Sesungguhnya ‘Aisyah mengimami mereka dan berdiri di antara mereka dalam satu sholat wajib” [HR Abdurrazaq, Al daraquthni dan Al Baihaqi dan dihukumi penulis Shohih Fiqih Sunnah Hadis Shohih Lighoriihi]

Juga Abu Hurairah mengatakan bahwa:

أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ أَمَّتْهُنَّ فَكَانَتْ وَسَطًا

“Sungguh Ummu Salamah mengimami mereka sholat dan berada di tengah-tengah”. [HR Abdurrazaq, ad Daraquthni dan al Baihaqi, dan hadis ini dihukumi oleh penulis Shahih Fiqih Sunnah sebagai Hadis Shahih Lighairiihi]

7). Shaf (barisan) anak kecil

Anak kecil yang telah Mumayyiz, ia tidak berbeda dengan orang yang sudah baligh, yaitu berdiri di belakang imam. Dengan dalil hadis Anas yang berbunyi:

صَلَّيْتُ أَنَا وَيَتِيمٌ فِي بَيْتِنَا خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأُمِّي أُمُّ سُلَيْمٍ خَلْفَنَا

“Aku sholat bersama seorang anak yatim dirumah kami dibelakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ibuku Ummu Sulain dibelakang kami”. [Muttafaqub ‘alaihi].

Lajnah ad Daimah lil Buhuts al Islamiyah al Ifta’, Saudi Arabia mengatakan: “Yang sesuai Sunnah untuk anak-anak, apabila ia telah mencapai usia tujuh tahun dan lebih, untuk berdiri di belakang imam sebagaimana orang-orang yang telah baligh. Apabila yang ada hanya satu, maka ia berdiri di samping kanan imam, karena sudah jelas dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau sholat di rumah Abu Thalhah, dan menjadikan Anas dan seorang anak yatim di belakangnya, sedangkan Ummu Sulaim di belakang keduanya. Juga telah ada dalam riwayat lainnya, bahwa beliau mengimami sholat Anas, dan menjadikannya di sebelah kanannya” [Fatawa Lajnah Daimah, no. 1954, Jilid 8/20, yang ditanda-tangani Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Abdurrazaq ‘Afifi, Abdullah bin Ghadhayaan dan Abdullah bin Qu’ud].

Sedangkan Syaikh al Albani mengatakan: “Adapun menjadikan anak-anak di belakang mereka (barisan dewasa), maka dalam permasalahan ini, aku belum mendapatkan kecuali hadis ini [hadis ini berbunyi (artinya): Rasulullah menjadikan orang dewasa di depan anak-anak, dan anak-anak di belakang mereka, serta wanita di belakang anak-anak], dan hadis ini lemah, tidak bisa dijadikan hujjah. Sehingga aku memandang bolehnya anak-anak berdiri bersama orang dewasa, apabila barisannya belum penuh; dan sholatnya anak yatim bersama Anas di belakang Rasulullah menjadi hujjah dalam permasalahan ini”.

Dengan demikian menjadi jelas kesamaan posisi anak-anak dan orang dewasa dalam sholat berjamaah bersama imam.

Demikianlah beberapa permasalahan seputar imam dan posisi imam dan makmum, mudah-mudahan hal ini bermanfaat bagi kita.

Billahit taufiq

 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

 

Penulis: Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi

Untuk lengkapnya: https://almanhaj.or.id/2612-memahami-posisi-imam-dan-mamum-dalam-sholat-berjamaah.html