بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

BAGAIMANA CARA MENG-QODHO SHOLAT SUNNAH RAWATIB & WITIR?

Keutamaan Sholat Sunnah Rawatib

Mengenai keutamaan sholat sunnah Rawatib diterangkan dalam hadis berikut ini. Ummu Habibah berkata, bahwa ia mendengar Rasul ﷺ bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ

“Barang siapa yang mengerjakan sholat 12 rakaat (Sunnah Rawatib, pen) sehari semalam, akan dibangunkan baginya rumah di Surga.” (HR. Muslim no. 728)

Dalam riwayat At Tirmidzi sama dari Ummu Habibah, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ صَلَّى فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ

“Barang siapa sehari semalam mengerjakan sholat 12 rakaat (Sunnah Rawatib), akan dibangunkan baginya rumah di Surga, yaitu: Empat rakaat sebelum Zuhur, Dua rakaat setelah Zuhur, Dua rakaat setelah Maghrib, Dua rakaat setelah ‘Isya dan Dua rakaat sebelum Subuh.” (HR. Tirmidzi no. 415 dan An Nasai no. 1794, kata Syaikh Al Albani hadis ini Shahih).

Kaidah Meng-qodho Sholat Sunnah Rawatib

Masalah mengqodho sholat sunnah Rawatib adalah suatu yang diperselisihkan para ulama. Namun pendapat yang menyatakan boleh diqodho’, itulah yang lebih kuat (rojih)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin memberikan satu kaidah tentang meng-qodho sholat sunnah Rawatib ini dengan pernyataan sebagai berikut:

Seseorang yang tidak sempat melakukan sholat-sholat Rawatib pada waktunya, maka disunnahkan meng-qodhonya, dengan syarat karena uzur. Dasarnya, yaitu hadis Abu Hurairah dan Abu Qatadah dalam kisah tidurnya Rasulullah ﷺ dan para sahabat dalam suatu perjalanan, sehingga terlambat sholat Subuh. Lalu beliau melakukan sholat Rawatib Subuh dahulu, baru kemudian sholat Subuh.

Demikian juga hadis Ummu Salamah, bahwa Nabi ﷺ tersibukkan dari dua rakaat setelah Zuhur dan meng-qodhonya setelah sholat ‘Ashar. Ini adalah nash dalam qodho sholat sunnah Rawatib. Begitu juga keumuman sabda Rasulullah ﷺ (yang berbunyi):

مَنْ نَامَ عَنْ صَلَاةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا

Barang siapa yang ketiduran dari sholat atau lupa, maka hendaklah ia sholat ketika ingat.

(Pengertian) ini mencakup sholat fardhu dan nafilah (sunnah). Dan ini bila ditinggalkan karena uzur seperti lupa, ketiduran dan sibuk dengan yang lebih penting. Adapun bila ditinggalkannya dengan sengaja sehingga kehilangan waktunya, maka ia tidak meng-qodhonya. Kalaupun ia meng-qodhonya, maka tidak sah sebagai Rawatib darinya. Karena sholat Rawatib merupakan ibadah dengan waktu tertentu. Ibadah yang memiliki ketentuan waktu, bila seseorang sengaja melakukan keluar dari waktunya, maka (ibadah itu) tidak diterima. Dasarnya, ialah sabda Rasulullah ﷺ yang berbunyi:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barang siapa yang mengamalkan satu amalan yang tidak ada padanya perintah kami, maka ia tertolak. [HR Muslim].

Demikianlah ibadah yang memiliki ketentuan waktu. Sehingga bila engkau keluarkan darinya dengan sengaja, maka engkau telah melakukan amalan yang tidak ada perintah dari Allah dan Rasul-Nya. Sebab Allah dan Rasul-Nya memerintahkan untuk engkau kerjakan pada waktu tersebut, sehingga tidak diterima (selainnya). Juga sebagaimana tidak sah sholat sebelum waktunya, maka tidak sah pula sholat setelah keluar waktunya, karena hakikinya, tidak ada perbedaan antara engkau kerjakan sebelum masuk waktunya, maupuan setelah keluar waktunya apabila tanpa uzur [Syarhul-Mumti’ (4/101-103)]

Sholat Sunnah Rawatib Apa Saja yang Bisa Di-qodho?

  1. Qodho Sholat Rawatib Qobliyah Subuh (Sebelum Subuh)

Nabi ﷺ  bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا

“Dua rakaat Fajar (Sholat Sunnah Qobliyah Subuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no. 725).

Ibnul-Qayyim berkata: ”Di antara petunjuk yang dicontohkan Rasulullah ﷺ dalam safarnya, yaitu (beliau) mencukupkan diri dengan melaksanakan sholat yang fardhu, dan beliau ﷺ  tidak diketahui melakukan sholat Sunnah Rawatib sebelum dan sesudah sholat fardhu, kecuali sholat Witir dan Sunnah Rawatib Subuh, karena beliau tidak pernah meninggalkan kedua sholat itu, baik saat mukim (tidak sedang bepergian) maupun saat bepergian” [Zadul-Ma’ad (1/456)]

Hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, bahwa Rasul ﷺ bersabda:

مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ

“Barang siapa yang tidak sholat sunnah dua rakaat Qobliyah Subuh (Sebelum Subuh), maka hendaklah ia sholat setelah terbitnya matahari.” (HR. Tirmidzi no. 423, kata Syaikh Al Albani hadis ini Shahih)

As-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata: “Barang siapa yang masuk masjid mendapatkan jamaah sedang sholat Subuh, maka sholatlah bersama mereka. Baginya dapat mengerjakan sholat sunnah  dua rakaat Qobliyah Subuh (Sebelum Subuh), setelah selesai sholat Subuh. Tetapi yang lebih utama adalah mengakhirkan sampai matahari naik setinggi tombak” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Ibrahim 2/259 dan 260)

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Mufti Saudi Arabia di masa silam memilih lebih afdhol ditunaikan setelah matahari meninggi. Beliau menjelaskan:

“: إذا لم يتيسر للمسلم أداء سنة الفجر قبل الصلاة ، فإنه يخير بين أدائها بعد الصلاة أو تأجيلها إلى ما بعد ارتفاع الشمس ، لأن السنة قد ثبتت عن النبي صلى الله عليه وسلم بالأمرين جميعا ، لكن تأجيلها أفضل إلى ما بعد ارتفاع الشمس لأمر النبي صلى الله عليه وسلم بذلك ، أما فعلها بعد الصلاة فقد ثبت من تقريره عليه الصلاة والسلام ما يدل على ذلك” مجموع الفتاوى 11/373

“Jika seorang muslim tidak mampu menunaikan Sholat Sunnah Fajar sebelum penunaian sholat Subuh, maka ia boleh memilih menunaikannya setelah sholat Subuh atau menundanya sampai matahari meninggi. Karena ada dalil (hadis) yang menunjukkan bolehnya kedua-keduanya.  Akan tetapi jika menundanya sampai matahari meninggi, itu lebih baik, karena ada perintah Nabi ﷺ mengenai hal ini. Adapun qodho’ Sholat Sunnah Fajar tadi setelah sholat Subuh maka telah Shahih pula dari ketetapan (Taqrir) beliau ﷺ yang menunjukkan bolehnya. (Majmu’ Al Fatawa, 11: 373).

As-Syaikh Muhammad Bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Seseorang yang sholat Qobliyah Subuhnya terlewatkan sampai matahari terbit, dan waktu sholat Dhuha telah tiba, maka pada keadaan ini, sholat Rawatib Subuh TIDAK terhitung sebagai sholat Dhuha, dan sholat Dhuha juga TIDAK terhitung sebagai sholat Rawatib Subuh, dan TIDAK boleh juga menggabungkan keduanya dalam satu niat. Karena sholat Dhuha itu tersendiri dan sholat Rawatib Subuh pun juga demikian, sehingga tidaklah salah satu dari keduanya terhitung (dianggap) sebagai yang lainnya. (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 20/13)

  1. Qodho Sholat Rawatib Qobliyah Zuhur (Sebelum Zuhur)

Hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا لَمْ يُصَلِّ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ صَلاَّهُنَّ بَعْدَهُ

“Jika Nabi ﷺ tidak mengerjakan sholat Rawatib empat rakaat sebelum Zuhur (Qobliyah Zuhur), beliau melakukannya setelah sholat Zuhur.” (HR. Tirmidzi no. 426. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini Hasan)

Jadi, qodho Sholat Rawatib Qobliyah Zuhur dilakukan SETELAH selesainya sholat Zuhur dan dzikir sesudah sholat, pada waktu sholat Zuhur.

  1. Qodho Sholat Rawatib Ba’diyah Zuhur (Sesudah Zuhur)

Jika seseorang tidak dapat melakukan sholat sunnah Rawatib sebelum Zuhur (Ba’diyah Zuhur) karena uzur, maka ia boleh mengqodhonya setelah hilang uzurnya, walaupun setelah sholat ‘Ashar. Hal ini didasarkan pada hadis yang berbunyi:

عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ أَزْهَرَ وَالْمِسْوَرَ بْنَ مَخْرَمَةَ أَرْسَلُوهُ إِلَى عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا اقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنَّا جَمِيعًا وَسَلْهَا عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ وَقُلْ إِنَّا أُخْبِرْنَا أَنَّكِ تُصَلِّينَهُمَا وَقَدْ بَلَغَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْهُمَا قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَكُنْتُ أَضْرِبُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ النَّاسَ عَلَيْهَا قَالَ كُرَيْبٌ فَدَخَلْتُ عَلَيْهَا وَبَلَّغْتُهَا مَا أَرْسَلُونِي بِهِ فَقَالَتْ سَلْ أُمَّ سَلَمَةَ فَخَرَجْتُ إِلَيْهِمْ فَأَخْبَرْتُهُمْ بِقَوْلِهَا فَرَدُّونِي إِلَى أُمِّ سَلَمَةَ بِمِثْلِ مَا أَرْسَلُونِي بِهِ إِلَى عَائِشَةَ فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَى عَنْهُمَا ثُمَّ رَأَيْتُهُ يُصَلِّيهِمَا أَمَّا حِينَ صَلَّاهُمَا فَإِنَّهُ صَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ دَخَلَ وَعِنْدِي نِسْوَةٌ مِنْ بَنِي حَرَامٍ مِنْ الْأَنْصَارِ فَصَلَّاهُمَا فَأَرْسَلْتُ إِلَيْهِ الْجَارِيَةَ فَقُلْتُ قُومِي بِجَنْبِهِ فَقُولِي لَهُ تَقُولُ أُمُّ سَلَمَةَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَسْمَعُكَ تَنْهَى عَنْ هَاتَيْنِ الرَّكْعَتَيْنِ وَأَرَاكَ تُصَلِّيهِمَا فَإِنْ أَشَارَ بِيَدِهِ فَاسْتَأْخِرِي عَنْهُ قَالَ فَفَعَلَتْ الْجَارِيَةُ فَأَشَارَ بِيَدِهِ فَاسْتَأْخَرَتْ عَنْهُ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ يَا بِنْتَ أَبِي أُمَيَّةَ سَأَلْتِ عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ إِنَّهُ أَتَانِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ بِالْإِسْلَامِ مِنْ قَوْمِهِمْ فَشَغَلُونِي عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ فَهُمَا هَاتَانِ

Dari Kuraib Maula Ibnu ‘Abbas, bahwasanya ‘Abdullah bin ‘Abbas, ‘Abdur-Rahman bin Azhar dan al-Miswar bin Makhramah mengutusnya menemui ‘Aisyah istri Nabi ﷺ. Mereka berkata: “Sampaikan kepada beliau salam dari kami semua dan tanyakan tentang dua rakaat setelah sholat ‘Ashar. Juga katakan, bahwa kami menerima berita, bahwa engkau melakukan sholat dua rakaat (setelah ‘Ashar) tersebut, padahal telah sampai kapada kami bahwa Rasulullah ﷺ telah melarangnya”.

Ibnu ‘Abbas berkata: “Aku, dahulu bersama ‘Umar bin al-Khaththab memukul orang yang melakukannya”.

Kuraib berkata: “Lalu aku menemui beliau (‘Aisyah) dan menyampaikan semua pesan mereka,” lalu beliau berkata: ‘Tanyakanlah kepada Ummu Salamah.’ Lantas aku berangkat kepada mereka dan memberitahukan mereka tentang jawaban beliau. Kemudian mereka menyuruhku pergi ke Ummu Salamah dengan pesan-pesan yang dibawa kepada ‘Aisyah”.

Kemudian Ummu Salamah menjawab: “Aku telah mendengar Rasulullah ﷺ melarang dari keduanya, kemudian aku melihat beliau mengerjakannya. Adapun waktu beliau melakukannya, yaitu setelah sholat ‘Ashar kemudian masuk, dan bersamaku ada beberapa orang wanita kalangan Anshar dari Bani Haram, lalu beliau melakukan sholat dua rakaat tersebut. Maka aku menyuruh seorang anak perempuan menemui beliau (dan) aku katakana: ‘Berdirilah engkau di samping beliau dan katakan kepadanya bahwa Ummu Salamah bertanya: ‘Wahai Rasulullah! Aku telah mendengar engkau melarang dari dua rakaat tersebut dan melihatmu melakukannya’. Apabila beliau memberi isyarat dengan tangannya, maka mundurlah (engkau) darinya”.

Kuraib berkata: “Anak perempuan itupun melakukannya, dan beliau ﷺ memberi isyarat dengan tangannya, maka iapun mundur dari beliau”.

Ketika beliau ﷺ selesai, maka berkata: “Wahai, bintu Abi Umayyah! Engkau telah bertanya tentang dua rakaat setelah sholat Ashar?! Sesungguhnya telah menemuiku beberapa orang dari ‘Abdul-Qais masuk Islam dari kaum mereka, sehingga menyibukkanku dari melakukan dua rakaat (sholat Rawatib) Ba’diyah Zuhur. Maka, inilah dua rakaat itu” [HR al- Bukhari, kitab as-Sahwu, Bab: Idza Kallama wahuwa Yushalli fa ‘Asyara biyadihi wastama`, no. 1233, dan Muslim, kitab Sholat al-Musafirin wa Qashruha, Bab: Ma’rifatur-Rak’atain allataini Kana Yushalîhuma an-Nabi n Ba’dal-Ashar, no. 834].

Jadi qodho Ba’diyah Zuhur dikerjakan sesudah sholat Ashar dan dzikir sesudah sholat, di waktu Ashar.

  1. Qodho Ba’diyah Maghrib

Bila waktu Maghrib telah berlalu dan kita belum sempat melaksanakan Ba’diyah Maghrib, maka TIDAK ada qodho baginya, karena yang seperti ini TIDAK ada contohnya dari Nabi ﷺ.

5. Qodho Ba’diyah Isya

Ba’diyah Isya waktunya panjang, bisa dilakukan hingga sebelum waktu adzan Subuh, bila ada uzur yang syar’i. Sedangkan bila telah masuk waktu Subuh, maka TIDAK ada qodho Ba’diyah Isya, karena TIDAK ada contohnya dari Nabi ﷺ

6. Qodho Sholat Witir [Min Fataawa Islaamiyyah, dihimpun oleh Muhammad al-Musnid, (I/347)

Jika kita tertidur dan belum melakukan sholat Witir pada suatu malam, maka apakah kita meng-qodho’nya? Dan kapan waktunya?

Yang disunnahkan adalah meng -qodho’nya pada waktu Dhuha keesokan harinya, setelah matahari meninggi dan sebelum matahari berada di tengah, yaitu dengan melakukannya secara genap, TIDAK ganjil. Maka jika kebiasaan kita adalah melakukan sholat Witir sebanyak tiga rakaat pada malam hari, lalu kita tertidur meninggalkannya atau lupa, maka disyariatkan untuk melakukan sholat Witir pada siang hari sebanyak empat rakaat, dengan dua salam. Dan jika kebiasaan kita adalah melakukan sholat Witir sebanyak lima rakaat pada malam hari, lalu tertidur meninggalkannya atau lupa, maka disyariatkan untuk melakukan sholat Witir pada siang hari sebanyak enam rakaat dengan tiga salam. Demikianlah hukumnya pada sholat Witir yang lebih banyak darinya.

Hal ini berdasarkan hadis dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, dia berkata:

كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا شَغَلَ عَنْ صَلاَتِهِ بِاللَّيْلِ بِنَوْمٍ أَوْ مَرَضٍ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ اِثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً.

“Jika Rasulullah ﷺ tidak dapat melakukan sholat pada malam hari karena tertidur atau jatuh sakit, maka beliau melakukan sholat pada siang hari sebanyak dua belas rakaat.” [HR. Muslim dalam Shahiihnya][26].

Dan biasanya beliau ﷺ melakukan sholat Witir sebanyak sebelas rakaat. Berdasarkan Sunnah, hendaklah seseorang melakukan sholat qodho’ (Witir) secara genap, yaitu dua rakaat-dua rakaat, berdasarkan hadis ini dan berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى.

“Sholat malam itu dilakukan dua rakaat-dua rakaat.” [HR. Ahmad dan Ahlus Sunan dengan sanad yang shahih]

Pengurutan Ketika Mengqodho’
 
As-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Apabila di dalam sholat itu terdapat Rawatib Qobliyah dan Ba’diyah, dan sholat Rawatib Qobliyahnya terlewatkan, maka yang dikerjakan lebih dahulu adalah Ba’diyah kemudian Qobliyah. Contoh: Seseorang yang belum mengerjakan sholat Rawatib Qobliyah masuk masjid, mendapati imam sedang mengerjakan sholat Zuhur. Maka apabila sholat Zuhur telah selesai, yang pertamakali dikerjakan adalah sholat Rawatib Ba’diyah dua rakaat, kemudian empat rakaat Qobliyah”. (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/283).

Sholat Rawatib Dalam Keadaan Safar

As-Syaikh Bin Baz rahimahullah berkata: “Disyariatkan ketika safar meninggalkan sholat Rawatib kecuali sholat Witir dan Rawatib Qobliyah Subuh”. (Majmu’ Fatawa 11/390).

Kapan Sholat Rawatib Ketika Sholat Fardhu Dijama’?

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Sholat Rawatib dikerjakan setelah kedua sholat fardhu dijama’ dan tidak boleh dilakukan di antara keduanya. Dan demikian juga sholat Rawatib Qobliyah Zuhur dikerjakan sebelum kedua sholat fardhu dijama’”. (Shahih Muslim Bi Syarh An-Nawawi, 9/31)

Dahulukan Menyempurnakan Dzikir-dzikir setelah Sholat Fardhu Sebelum Menunaikan Sholat Rawatib

As-Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah ditanya: “Apabila saya mengerjakan sholat jenazah setelah Maghrib, apakah saya langsung mengerjakan sholat Rawatib setelah selesai sholat jenazah, ataukah menyempurnakan dzikir-dzikir, kemudian sholat Rawatib?

Jawaban beliau rahimahullah: “Yang lebih utama adalah duduk untuk menyempurnakan dzikir-dzikir kemudian menunaikan sholat Rawatib. Maka perkara ini disyariatkan baik ada atau tidaknya sholat jenazah. Maka dzikir-dzikir yang ada setelah sholat fardhu merupakan sunnah yang selayaknya untuk dijaga dan tidak sepantasnya ditinggalkan. Maka jika Anda memutus dzikir tersebut karena menunaikan sholat jenazah, maka setelah itu hendaknya menyempurnakan dzikirnya di tempat Anda berada, kemudian mengerjakan sholat Rawatib yaitu sholat Ba’diyah. Hal ini mencakup Rawatib Ba’diyah Zuhur, Maghrib maupun ‘isya dengan mengakhirkan sholat Rawatib setelah berdzikir”. (Al-Qoul Al-Mubin fii Ma’rifati Ma Yahummu Al-Mushollin, hal. 471)

Wallahu ta’ala a’lam.

 

Sumber:

https://rumaysho.com/1995-mengqodho-sholat-sunnah-Rawatib.html

https://muslim.or.id/4602-tuntunan-sholat-sunnah-Rawatib.html

https://almanhaj.or.id/3506-sholat-sunah-Rawatib-Zuhur.html

https://rumaysho.com/3301-keutamaan-sholat-sunnah-sebelum-shubuh.html

https://almanhaj.or.id/684-problematika-dan-fatwa-seputar-sholat-malam-dan-sholat-witir-2.html

https://rumaysho.com/2807-qodho-sholat-sunnah-qobliyah-shubuh.html