بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ 

APAKAH PERAYAAN MAULID MERUPAKAN CARA BENAR UNTUK MENGUNGKAPKAN CINTA KEPADA NABI?
>> Peringatan Maulid Menurut Empat Madzhab
 
 
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
 
Kita semua mencintai Nabi ﷺ. Kita semua memuliakan beliau ﷺ. Kami, Anda, mereka, semua muslim sangat mencintai dan memuliakan Nabi Muhammad ﷺ.
 
Yang menjadi pertanyaan, apakah perayaan Maulid merupakan cara benar untuk mengungkapkan cinta kepada Nabi ﷺ?
 
Kita tidak tahu pasti kapan pertama kali Maulid ini diadakan. Namun jika kita mengacu pada keterangan al-Maqrizy dalam kitabnya al-Khathat (1/490), Maulid ini ada ketika zaman Daulah Fatimiyah, Daulah Syiah yang berkuasa di Mesir. Mereka membuat banyak Maulid, mulai dari Maulid Nabi ﷺ, Maulid Ali bin Abi Thalib, Maulid Fatimah, hingga Maulid Hasan dan Husain. Dan Bani Fatimiyah berkuasa sekitar abad 4 H.
 
Al-Maqrizy adalah ulama ahli sejarah dari Mesir, wafat tahun 845 H.
 
Mengenai siapa Bani Fathimiyah, bisa kita pelajari di: Mengenal Kerajaan Syiah Daulah Fatimiyah: https://kisahmuslim.com/3951-mengenal-kerajaan-syiah-daulah-fatimiyah.html
 
Inilah yang menjadi alasan, kenapa para ulama ahlus sunah yang menjumpai perayaan Maulid, menginkari keberadaan perayaan ini. Karena pada hakikatnya, mereka yang merayakan peringatan Maulid, melestarikan kebudayaan Daulah Fatimiyah yang berakidah Syiah Bathiniyah.
 
Kita akan simak penuturan mereka:
 
1. Keterangan Tajuddin al-Fakihani (Ulama Malikiyah wafat 734 H):
 
لا أعلم لهذا المولد أصلاً في كتاب ولا سنة، ولا ينقل عمله عن أحد من علماء الأمة، الذين هم القدوة في الدين، المتمسكون بآثار المتقدمين، بل هو بِدعة أحدثها البطالون
 
“Saya tidak mengetahui adanya satu pun dalil dari Alquran dan Sunah tentang Maulid. Dan tidak ada nukilan dari seorang pun ulama umat ini, yang mereka adalah panutan dalam agama, berpegang dengan prinsip pendahulunya. Bahkan peringatan ini adalah perbuatan bidah yang dibuat Ahli Bathil.” [Risalah al-Maurid fi Hukmi al-Maulid, hlm. 1]
 
2. Keterangan as-Syathibi (wafat 790 H):
 
فمعلوم أن إقامة المولد على الوصف المعهود بين الناس بدعة محدثة وكل بدعة ضلالة
 
“Semua paham bahwa mengadakan Maulid seperti yang ada di masyarakat di masa ini adalah bidah, sesuatu yang baru dalam agama. Dan semua bidah adalah sesat.” [Fatawa as-Syatiby, hlm. 203]
 
3. Keterangan as-Sakhawi (ulama Syafiiyah dari Mesir, muridnya Ibnu Hajar al-Asqalani):
 
أصل عمل المولد الشريف لم ينقل عن أحد من السلف الصالح في القرون الثلاثة الفاضلة
 
“Asal perayaan Maulid as-Syarif (Nabi ﷺ) tidak dinukil dari seorang pun dari ulama salaf yang hidup di tiga generasi terbaik.” [al-Maurid ar-Rawi fi al-Maulid an-Nabawi, hlm. 12]
 
4. Pujian as-Suyuthi terhadap keterangan Abu Amr bin al-Alla’ (wafat 154 H):
 
ولقد أحسن الإمام أبو عمرو بن العلاء حيث يقول: لا يزال الناس بخير ما تعجب من العجب – هذا مع أن الشهر الذي ولد فيه رسول الله وهو ربيع الأول هو بعينه الشهر الذي توفي فيه، فليس الفرح بأولى من الحزن فيه
 
“Sungguh benar yang dinyatakan Imam Abu Amr bin al-Alla’, beliau mengatakan: “Masyarakat akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka masih merasa terheran. Mengingat bulan kelahiran Nabi ﷺ adalah Rabiul Awal, yang ini juga merupakan bulan wafatnya beliau. Sementara bergembira di bulan ini karena kelahirannya, tidak lebih istimewa dari pada bersedih karena wafatnya beliau ﷺ.” [al-Hawi Lil Fatawa, 1/190]
 
Kebahagiaan mereka di tanggal 12 Rabiul awal dengan anggapan sebagai hari Maulid, bertepatan dengan hari wafatnya Nabi ﷺ. Lalu mana yang lebih dekat, peringatan kelahiran ataukah peringatan kematian.
 
5. Keterangan Imam Ibnul Hajj (wafat 737 H) menukil pernyataan al-Allamah al-Anshari:
 
فإن خلا – أي عمل المولد- منه – أي من السماع – وعمل طعاماً فقط، ونوى به المولد ودعا إليه الاخوان، وسلم من كل ما تقدم ذكره – أي من المفاسد- فهو بدعة بنفس نيته فقط، إذ إن ذلك زيادة
 
“Jika kegiatan Maulid itu bersih dari semua suara-suara musik, hanya berisi kegiatan makan-makan, dengan niat Maulid, mengundang rekan-rekan, dan bersih dari semua aktivitas terlarang yang tadi disebutkan, maka status perbuatan ini adalah bidah, hanya sebatas niatnya. Karena semacam ini termasuk tambahan.” [al- Madkhal, 2/312]
 
6. Pengakuan tokoh Sufi, Yusuf ar-Rifa’i:
 
Bahkan seorang tokoh Sufi Yusuf Hasyim ar-Rifa’i menyatakan dalam kitabnya, bahwa perayaan Maulid termasuk yang bentuknya berkumpul untuk mendengarkan pembacaan Sirah Nabawi, baru ada jauh setelah para imam madzhab meninggal dunia. Yusuf ar-Rifa’i mengatakan:
 
إن اجتماع الناس على سماع قصة المولد النبوي الشريف، أمر استحدث بعد عصر النبوة، بل ما ظهر إلا في أوائل القرن السادس الهجري
 
“Orang berkumpul untuk mendengarkan pembacaan kisah Maulid as-Syarif adalah amalan baru setelah zaman kenabian. Bahkan kegiatan ini belum semarak kecuali di awal abad ke-6 hijriyah.” [ar-Rad al-Muhkim al-Mani’, hlm. 153]
 
7. Keterangan Muhammad Rasyid Ridha:
 
هذه الموالد بدعة بلا نزاع، وأول من ابتدع الاجتماع لقراءة قصة المولد أحد ملوك الشراكسة بمصر
 
“Peringatan Maulid ini statusnya bidah tanpa ada perbedaan di antara ulama. Sementara orang pertama yang membuat bidah kumpul-kumpul untuk menceritakan kisah Maulid adalah salah satu raja Circassians di Mesir.” [al-Manar, 17/111]
 
Maulid Menurut Ulama Empat Madzhab
 
Lalu bagaimana pandangan para ulama imam madzhab, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam as-Syafi’i, dan Imam Ahmad terkait peringatan Maulid?
 
Jawabannya:
 
Bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan keterangan dari mereka tentang Maulid, sementara peringatan Maulid belum pernah ada di zaman mereka?
Allahu a’lam.
 
 
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
 

#maulidnabi #bidahdhalalah #bidahdholalah #bukanbidahhasanah #perayaanmaulid #peringatanmaulidNabi