Apa Perbedaan Antara Masjid dan Mushola?

Bismillah was sholatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Secara bahasa, masjid [Arab: مسجد] diambil dari kata sajada [Arab: سجد], yang artinya bersujud. Disebut masjid, karena dia menjadi tempat untuk bersujud. Kemudian makna ini meluas, sehingga masjid diartikan sebagai tempat berkumpulnya kaum Muslimin untuk melaksanakan sholat.

Makna Masjid Secara Istilah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut seluruh permukaan bumi yang digunakan untuk sholat, sebagai masjid. Dalam hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

… وجُعِلَت لي الأرض مسجداً وطهوراً، فأيُّما رجل من أمّتي أدركته الصلاة، فليصلِّ

”…Seluruh permukaan bumi bisa dijadikan masjid dan alat bersuci untuk untukku. Maka siapa pun di kalangan umatku yang menjumpai waktu sholat, segeralah dia sholat.” (HR. Bukhari 335 & Muslim 521)

Dalam riwayat lain, dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda:

وأينما أدركتك الصلاة فصلِّ، فهو مسجد

“Di mana pun seseorang menjumpai waktu sholat, segeralah dia sholat. Karena tempatnya adalah masjid.” (HR. Bukhari 3425 & Muslim 520).

Berdasarkan hadis di atas, asal makna masjid dalam syariat adalah semua tempat di muka bumi ini yang digunakan untuk bersujud kepada Allah. (I’lam as-Sajid bi Ahkam Masajid, az-Zarkasyi, hlm. 27, dinukil dari al-Masajid, Dr.Wahf al-Qahthani, hlm. 5).

Yang menjadi kajian kita adalah masjid dalam makna khusus. Yaitu tempat yang berlaku di sana hukum-hukum masjid, seperti sholat Tahiyatul Masjid, doa masuk-keluar masjid, larangan jual beli, dst. Az-Zarkasyi menyebutkan makna masjid menurut istilah yang dipahami kaum Muslimin (urf):

ثم إن العُرف خصص المسجد بالمكان المهيّأ للصلوات الخمس، حتى يخرج المُصلّى المجتمع فيه للأعياد ونحوها، فلا يُعطى حكمه

Kemudian, masyarakat Muslim memahami, bahwa kata masjid hanya khusus untuk tempat yang disiapkan untuk sholat lima waktu. Sehingga tanah lapang tempat berkumpul untuk sholat ‘Ied atau semacamnya, TIDAK dihukumi sebagai masjid. (I’lam as-Sajid bi Ahkam Masajid, az-Zarkasyi, hlm. 27, dinukil dari al-Masajid, Dr.Wahf al-Qahthani, hlm. 5).
Masjid Jami’

Istilah lain yang perlu kita catat terkait kata masjid adalah kata Jami’. Ada istilah Masjid Jami’. Dalam kitab al-Masajid, Dr. Said al-Qohthani menjelaskan:

أما الجامع: فهو نعت للمسجد، سمّي بذلك؛ لأنه يجمع أهله؛ ولأنه علامة للاجتماع، فيقال: المسجد الجامع… ويقال للمسجد الذي تُصلَّى فيه الجمعة، وإن كان صغيراً؛ لأنه يجمع الناس في وقت معلوم

Adapun kata ‘Al-Jami’ ini merupakan kata sifat untuk masjid. Disebut Jami’, karena masjid ini mengumpulkan seluruh jamaahnya, dan merupakan tanda berkumpulnya manusia. Kita sebut Masjid Jami’… istilah ini dipakai untuk menyebut masjid yang digunakan untuk sholat Jumat, meskipun masjid ini kecil. Karena masjid ini mengumpulkan masyarakat di waktu tertentu. (al-Masajid, hlm. 7).

Mushola Rumah atau Ruang Sholat di Kantor

Di beberapa rumah kaum Muslimin, terkadang terdapat satu ruang khusus untuk sholat. Apakah tempat semacam ini bisa kita sebut masjid, sehingga memiliki hukum khusus seperti umumnya masjid?

Di antara batasan masjid yang telah disebutkan: “Tempat yang disiapkan untuk pelaksanaan Sholat Jamaah Lima Waktu oleh kaum Muslimin”. Kriteria semacam ini TIDAK ada untuk mushola rumah, karena musholah rumah adalah milik pribadi, sehingga tidak semua kaum Muslimin bisa sholat jamaah di sana. Pemilik rumah memungkinkan untuk menjualnya atau menggantinya menjadi ruang lain.

Imam Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang tempat yang disediakan di kantor untuk Sholat Lima Waktu, sementara status bangunan kantor itu adalah sewa. Apakah bisa dihukumi masjid? Jawaban beliau:

هذا ليس له حكم المسجد ، هذا مصلى بدليل أنه مملوك للغير وأن مالكه له أن يبيعه ، فهو مصلى وليس مسجدا فلا تثبت له أحكام المسجد…

“Tempat semacam ini TIDAK memiliki hukum masjid. Ini tempat sholat biasa, dengan alasan, dimiliki orang lain, dan pemiliknya berhak menjualnya. Ini hanya tempat sholat dan bukan masjid, sehingga tidak memiliki hukum masjid…

سؤال : ولا تشرع تحية المسجد ؟ الجواب : ولا تشرع ، لكن له أن يصلي سنة عادية

Berarti tidak dianjurkan sholat Tahiyatul Masjid? Tanya tambahan.
Jawab beliau:
TIDAK DIANJURKAN, namun jamaah boleh sholat sunah seperti biasa [Fatawa Islam no. 4399].

Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan:

مسجد البيت ليس بمسجد حقيقةً ولا حكماً ، فيجوز تبديله ، ونوم الجنب فيه

Masjid rumah (tempat sholat di rumah), BUKAN masjid yang hakiki, tidak pula dihukumi masjid. Sehingga boleh diubah menjadi ruang lainnya, atau boleh juga orang junub tidur di dalamnya. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 5/212).

Kesimpulan:
Dari pembahasan di atas, ada beberapa catatan yang bisa kita simpulkan:

Semua permukaan bumi yang suci, bisa digunakan sebagai tempat sholat. Dan itulah makna kata masjid secara bahasa.

Bangunan yang memiliki hukum masjid ada dua:

1. Masjid Biasa: Semua yang digunakan untuk Sholat Jamaah Lima Waktu oleh kaum Muslimin.
2. Masjid Jami’: Itulah masjid yang digunakan Sholat Lima Waktu dan untuk Jumatan.
3. Mushola umum tempat Sholat Lima Waktu, dalam pengertian syariat termasuk Masjid Biasa. Karena tempat ini bersifat permanen, menjadi milik masyarakat umum dan digunakan kaum Muslimin untuk Sholat Jamaah Lima Waktu.
4. Semua bagungan yang dihukumi masjid, maka berlaku ketentuan sebagai masjid, seperti dianjurkan sholat Tahiyatul Masjid, wanita haid dan orang junub tidak boleh menetap, dst.
5. Mushola rumah atau kantor yang tidak permanen dan hanya digunakan untuk sholat sementara waktu, tidak dihukumi sebagai masjid.
6. Semua bagungan yang TIDAK dihukumi masjid, maka TIDAK berlaku ketentuan sebagai masjid, sehingga TIDAK ADA anjuran untuk sholat Tahiyatul Masjid, wanita haid dan orang junub boleh menetap, dst.

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

https://konsultasisyariah.com/21540-perbedaan-masjid-dan-mushola.html